Di pagi hari, Elyana terbangun di atas tempat tidur yang sangat empuk. Ia mulai membuka mata, merasakan ada sesuatu yang berat melingkar di perutnya. Ketika menoleh ke samping, ternyata, itu adalah David.
Semalam, pria itu masih membantu dirinya pergi ke kamar mandi, lalu ... membaringkan Elyana di tempat tidur. Lalu ... mereka ... tidur di tempat tidur yang sama.
Ini pertama kalinya mereka tidur bersama setelah resmi menikah. Biasanya, kalau tidak David yang tidur di sofa, berarti Elyana.
'Sekarang ....'
Elyana menyibakkan selimut, bergeser sedikit untuk bangun, lalu ... tubuhnya tidak bisa bergerak. Pria itu mempererat ikatan tangannya di tubuh Elyana.
"David, lepas, aku mau bangun!" bisiknya pelan, tubuhnya berbaring lagi di tempat tidur.
Elyana menatap pria yang masih tertidur di sampingnya, begitu lelap dan tenang, sama sekali tidak mendengar ucapannya b
Jangan lupa untuk meninggalkan jejak, dengan komen dan votenya, ya. Makasih ^_^
Di sofa ruang tamu, Nosy dan Isabel duduk bersama dengan David. Pria itu duduk sambil menyilangkan kaki, menatap Nosy dan Isabel dengan enggan. "Menantu, apa kami boleh bertemu dengan Eli?" tanya Nosy dengan sedikit tersenyum. "Ada sesuatu hal yang ingin kami bicarakan. Bisakah kau panggil dia kemari?" "Tentu saja boleh. Anda, kan, ibu kandungnya. Mana bisa aku melarang seorang ibu bertemu dengan anak kandungnya." Jawaban dari David membuat Isabel membulatkan mata untuk menatapnya. Apalagi mendengar kata "Ibu kandung" dari mulut David, Isabel sungguh tidak rela. David menambahkan, "Tapi sekarang, Elyana masih tidur. Aku tidak tega untuk membangunkannya." Bola mata Isabel semakin membulat, hampir saja loncat keluar. "Dasar pemalas!" bisiknya. "Aishhhh, anak itu. Tidak punya rasa malu sedikit pun. Mentang-mentang punya suami 'b
Rosyana mengemas beberapa pakaian dan barang lain ke dalam koper. Ia bersiap pergi ke kota Paris untuk mencari adiknya. "Nona, apa Anda sudah siap?" tanya Judis dari balik pintu kamar. Ia diperintah oleh Yuan Louis untuk mengantar Rosyana pergi ke bandara. "Sebentar," teriak Rosyana sambil menutup koper miliknya. Setelah semuanya selesia ia membawa kopernya berjalan menuju pintu keluar. "Aku sudah siap. Ayo kita berangkat!" Sore ini, Rosyana terbang ke kota Paris, dan segera check-in hotel melalui aplikasi yang ada di ponselnya. Untuk malam ini, ia bisa tidur di hotel, barulah keesokan harinya ia akan menghubungi Elyana dan membujuknya untuk pulang.* Di malam hari, di meja makan rumah David, Elyana duduk sambil menyantap makanannya. Sesekali ia melirik sekilas pria di depannya. David hanya duduk sambil melipat kedua tangan di perut dengan mata
Tiba di halaman rumah keluarga Danu, Elyana segera turun dari dalam mobil. Sebelum masuk ke dalam murah, ia meminta sang sopir untuk kembali pulang, tidak perlu menunggunya. "Nanti, kalau sudah selesai, aku akan menghubungimu!" "Baik, Nona!" Setelah itu, sopir pergi mengendarai mobilnya meninggalkan rumah besar keluarga Danu. Elyana menarik napas panjang, menegakkan punggung, lalu berjalan menuju pintu besar dan tinggi itu dengan percaya diri. Seketika pintu rumah terbuka lebar, ia melangkah masuk ke dalam rumah dengan sedikit terpincang. Di ruang keluarga, sudah ada Nosy, Alex dan juga Isabel sedang menunggu kedatangan Elyana. Karena sebelumnya, ia sudah memberitahu mereka, bahwa dirinya akan datang ke rumah keluarga Danu. "Eli ... kau sudah datang?" sapa Alex dengan ramah. "Bagaimana kondisimu sekarang? Katanya kau sakit, y
Di sebuah kafe yang ada di pusat kota, Elyana dan Rosyana duduk di salah satu meja yang ada di pojok ruangan. Mereka sedang menyantap makanannya sambil berbincang. "El, aku sungguh minta maaf! Aku salah, tega mencelakaimu—" "Aku sudah bilang, tidak apa-apa!" potong Elyana segera. "Kita lupakan kejadian kemarin. Aku tahu, kau tidak sungguh-sungguh ingin aku celaka, kan?" Elyana menggenggam tangan kakaknya. Matanya sedikit berair, menatap Rosyana dengan perasaan bahagia. "Sejak kecil, kita selalu bersama. Ibu selalu bilang, kita jangan pernah bertengkar. Jika kita bertengkar, di Surga, ibu kita akan sedih." "Yah! Aku minta maaf!" balas Rosyana lagi. Ia tidak punya kata-kata lain selain meminta maaf pada adiknya. Perbuatannya kemarin sudah sangat keterlaluan. "Jika bukan karena ulahku, kakimu tidak mungkin cedera?" lirihnya pada Elyana. "Tidak apa-
David terus mengendarai mobilnya dengan perasaan kesal menuju rumah Alex. Ia tidak sabar ingin segera bertemu dengan Elyana dan ingin mendengar alasan Elyana melupakan janji makan malam mereka. Ini kedua kalinya Elyana melupakan janji mereka untuk makan bersama. Jika terus dibiarkan, akan ada keempat, kelima bahkan keenam kalinya kejadian seperti ini akan terulang kembali. David tidak akan membiarkan itu terjadi. Ia harus memberi ketegasan pada Elyana, agar wanita itu tidak berbuat seenaknya lagi. Tiba di halaman rumah Alex, David segera memarkirkan mobilnya di depan. Ketika ia turun dari dalam mobil, terlihat Alex keluar dari dalam rumah dan berjalan menghampiri David. "Selamat malam, menantu!" sapa Alex dengan sopan. "Aku dengar dari penjaga depan, kau datang kemari. Apa kau datang karena Elyana sudah mengakui semuanya?" "Hah ... me-mengakui? Mengakui apa?" D
Tiba di rumah David, Elyana segera turun dari dalam taksi. Ia berjalan di halaman, lalu masuk ke dalam rumah dengan perasaan bersalah. "Apa yang harus aku katakan? Dia pasti marah! " Elyana begitu cemas memikirkan hal itu. Ia meremas ujung pakaiannya, menunduk sambil terus melangkah masuk. Ketika baru beberapa anak tangga ia naiki, terlihat David berdiri di ujung tangga. Tatapannya tajam menatap Elyana dengan kedua tangan dilipat ke depan. "Eh, kau... be-belum tidur?" tanyanya dengan sedikit gugup. Elyana terus berjalan dan berhenti di depannya. "Dari mana saja kau, jam segini baru pulang?" David tidak tahan jika tidak bertanya. Ia sudah empat jam menunggunya di rumah, dan ingin segera mendengar jawaban dari mulut wanita itu. "Aku dari rumah teman! Temanku baru membeli rumah, jadi, aku membantu berbenah di sana. Maaf!" Elyana menundukkan kepala, jemari tangannya teru
Jam sepuluh pagi, Elyana tiba di apartemen yang kemarin mereka beli. Ia segera membuka kunci dengan sandi yang sudah diatur ulang. Setelah masuk ke dalam rumah, ia melihat semua orang sedang berkumpul dan bersiap untuk makan. "El, kau sudah datang!" sapa Rosyana sambil meletakan piring di atas meja. Ia menatap adiknya kembali. "Kau kenapa? Apa semalam tidak tidur? Di bawah matamu ada lingkaran hitam!" "Eh!" Elyana segera tersadar. Tadi ia sempat melamun beberapa detik ketika berjalan masuk ke dalam rumah. "Ya, semalam aku mengkhawatirkanmu, jadi tidak tidur dengan baik," jawanya sedikit berbohong. Elyana menghampiri mereka, dan duduk di meja makan bermodelkan "Mini bar" yang hanya memiliki empat buah kursi duduk. "Ayo kita makan!" Arani menyimpan hidangan terakhirnya di atas meja. Meminta semuanya untuk segera mencicipi masakannya. "Wuih, kayaknya enak, nih!" Daniel
"Iya, aku tahu, aku salah!" Elyana menunduk, menyesali apa yang telah ia lakukan. "Tadinya, menyamar menjadi seorang pelayan agar orang suruhan Kakek tidak bisa menemukan aku di kota ini! Hanya itu saja!" "Lalu, bagaimana bisa kau menikah dengan David?" tanya Daniel tidak sabar. "Baru satu bulan bekerja di rumah itu, aku terpaksa menggantikan Isabel untuk menikah, karena tepat di hari pernikahan, Isabel kabur bersama dengan kekasihnya ke luar negeri." "Mengapa tidak kau tolak saja, tawaran itu! Tidak perlu kau yang gantikan," ucap Rosyana sedikit kesal. "Itu karena ...." Elyana memejamkan mata. Mengingat kembali permohonan Alex padanya untuk menyelamatkan keluarga Danu dari kemiskinan. Jika sampai pernikahan itu batal, Alex dan anggota keluarga yang lain akan jatuh miskin. Elyana tidak tega dengan ketidakberdayaan Alex pada saat itu. "Karena apa? Cepat katakan!" Arani menggoyangkan tangan Elyana. Tidak sabar ingin segera mendengar alasan Elyan