Hari ini, cuaca sangat cerah dan segar ketika mereka bertiga keluar dari gedung apartemen dan berjalan menuju tempat parkir. Sinar mentari terasa hangat di negara Italia—tempat tinggal Elyana dan juga putranya, sekarang. Tapi, beberapa jam lagi Elyana bersama putranya—Alvano Louis—akan segera terbang ke negara Prancis untuk pulang ke kampung halamannya untuk menemui keluarga Elyana.
Setelah tiba di tempat parkir apartemen, Elyana dan putranya segera naik ke dalam mobil Arvan untuk diantar ke bandara internasional yang ada di pusat kota.
"Besok, aku akan menyusul kalian ke Prancis. Hari ini aku masih banyak pekerjaan, jadi belum bisa pergi ke manapun," ucap Arvan yang saat ini sedang mengemudikan mobil dengan santai. Sesekali ia menoleh ke arah wanita di sampingnya sambil memegang roda kemudi.
Elyana pun mendengarnya. Ia segera menoleh ke samping dan balas melihat pria yang begitu baik terhadapnya. Lalu mengangguk. "Enh!"
"Terima kasih, K
Di jalan raya yang cukup padat, David mengemudikan mobilnya dengan lincah. Ia mengejar taksi yang tadi ditumpangi oleh wanita dan anak laki-laki itu yang sekarang sudah semakin jauh. Namun, seberapa cepat David mengejar, taksi itu sudah tidak terlihat lagi. Ia kehilangan jejak dan tidak tahu taksi itu membawa wanita dan anak itu pergi ke mana."Aish, sial!" maki David sambil memukul roda kemudinya dengan satu gerakan. Ia menggigit kuku jarinya sambil terus berpikir.Tadi, ketika melihat seorang wanita dan anak kecil berdiri di seberang jalan, David merasa tidak asing dengan wajah wanita itu. Tiba-tiba jantungnya berdebar kencang dan rasanya akan segera keluar melalui mulutnya. David terkejut juga merasa tidak percaya dengan apa yang tadi dia lihat. Wanita itu sangat mirip dengan istrinya yang sudah meninggal lima tahun yang lalu.Namun dipikir lagi, itu rasanya tidak mungkin."Jika wanita itu benar adalah Elyana, seharusnya dia membawa anak kembar, bukan
"Daddy!" panggil Alvano lagi sambil mendongak, menatap Daniel dengan penuh kegembiraan. Akhirnya, setelah hidup hampir lima tahun lamanya, Alvano bisa melihat wajah ayah kandungnya sendiri. Di saat anak lain memanggil Daddy dan bermain bersama Daddy, Alvano hanya terdiam sambil membayangkan wajah ayah kandungnya. Walau Arvan memperbolehkan Alvano memanggilnya dengan sebutan Daddy, namun Alvano menolak, karena ibunya selalu bilang bahwa ayahnya ada di luar negeri, bukan pria yang setiap hari datang ke rumah dan dipanggil Paman oleh Alvano. Dan sekarang, setelah penantian panjang, akhirnya Alvano bisa melihat Daddy yang selama ini ia rindukan. "Daddy! Aku anakmu! Apa kau tidak menyukaiku?" tanya Alvano dengan polos. Menurutnya, itu adalah kata-kata yang tepat melihat ayahnya tidak merespon apapun ketika bertemu dengan dirinya. "Alvano!" Elyana segera melepaskan diri dari pelukan Daniel, lalu berjongkok dan menggendong anak itu. "In
Di malam hari, ada empat orang dewasa dan satu anak kecil sedang duduk di meja makan sambil menyantap makan yang sudah dipesan oleh Elyana melalui aplikasi di ponselnya. Mereka berlima duduk dengan tenang sambil fokus pada piring masing-masing.Ketika semua orang mulai menyantap makanannya, tiba-tiba Arani terdiam sambil menoleh ke samping untuk memperhatikan Elyana dan putranya.Dari pulang kerja hingga sekarang, Arani terkejut dan masih belum percaya bahwa yang ada di rumahnya benar-benar sahabatnya—Elyana—yang meninggal lima tahun yang lalu karena sebuah kecelakaan mobil.Dan sekarang Elyana benar-benar masih hidup dan membawa seorang anak yang begitu lucu."Ada apa?" tanya Elyana yang menyadari bahwa Arani terus memperhatikan dirinya."Apa kau pikir aku ini adalah hantu yang bisa memesan makanan buat kalian semua?" tanya Elyana dengan sedikit bercanda. Di mulutnya masih ada banyak makanan hingga bicaranya sedikit tidak jelas.
Malam semakin larut. Elyana dan putranya sudah kembali ke apartemen dan sudah tertidur pulas di kamar Rosyana. Mereka kelelahan karena sudah berjalan-jalan sambil melihat indahnya kota Paris di malam hari.Hingga akhirnya, pagi pun tiba. Elyana yang masih mengantuk segera bangun dan bersiap untuk pergi ke bandara. Putranya pun dengan patuh bangun, dan berpakaian.Di meja makan, semua orang sudah duduk dan bersiap menyantap sarapan pagi mereka, termasuk Daniel yang baru datang.Ketika sedang makan, tiba-tiba ponsel Elyana yang ada di saku pakaian berdering. Panggilan masuk itu terus saja terdengar walah Elyana tidak menghiraukannya.Dari samping, Alvano segera berbicara sambil menatap ibunya dengan heran, "Mami, panggilan itu sungguh mengganggu kami. Kenapa tidak dilihat saja, siapa yang menghubungi Mami sepagi ini?"Karena semua orang terganggu dengan suara berisik itu, akhirnya Elyana mengambil ponselnya dari saku pakaian."Eh, Kak Arvan!"
"Yang jelas, prioritas utama kita sekarang adalah Kakek!" balas Rosyana dengan pelan. "Aku ingin, kau tidak lagi memikirkan David.""Di rumah, Kakek begitu kesepian. Dia tidak ada semangat untuk beraktifitas. Pergi ke kantor pun sudah jarang. Makanya, kemarin-kemarin, aku datang ke sini dan ingin meminta bantuan Daniel untuk mengurus masalah di kantor," tambah Rosyana sambil menoleh ke arah Daniel. Tatapannya begitu lembut menatap pria itu."Da-Daniel?" Elyana mengikuti arah pandangan Rosyana. Merasa heran, juga tidak mengerti. "Mengapa Daniel?""Bukankah masih ada Asisten Judis? tanya Elyana masih dengan heran. " Asisten Judis lebih tahu semua hal tentang perusahaan daripada Daniel. Mengapa kau malah meminta bantuan Daniel?""Aku hanya kasihan pada Daniel, nanti dia akan pusing sendiri melihat permasalahan yang ada di kantor. Hehe!" canda Elyana di akhir ucapannya. Ia tidak ingin membuat Daniel salah paham dan merasa diremehkan."Ya, a
David yang terlihat lelah karena semalam tidak tidur dengan baik, berjalan dengan langkah pelan mendekati Elyana. Tatapan matanya sayu, namun masih bisa menatap wanita di depannya dengan antusias.Semua orang pun terdiam. Tidak ada yang berani bergerak ataupun bersuara.Di suasana tegang itu, terdengar suara anak kecil yang memecah keheningan di antara mereka, "Mami! Ayo kita pergi. Sebentar lagi pesawat kita akan berangkat!""Mami?" gumam David sambil menoleh—melihat anak kecil yang terlihat sangat lucu itu dengan jaket hijau di tubuhnya.Alvano pun menatap David sekilas, lalu memalingkan muka dengan cepat setelah melihatnya. Sama sekali tidak tidak tertarik dengan kehadiran David di sana."Ayo, Mi!" Alvano menarik tangan ibunya dan melangkah maju untuk masuk ke dalam taksi.Alvano bergidik ngeri ketika melihat pria yang menurutnya seperti penculikan itu berjalan ke arah mereka. Apalagi saat ini, pria itu menghampiri ibunya. Alvano ha
"Iya, Tuan Louis! Mantan mertuamu!" jawab Daniel dengan sinis.David terdiam sesaat sebelum akhirnya dia membenarkan emosinya.Dengan sikap tenang, David berkata pada Elyana dan yang lainnya, "Aku akan meminta orangku untuk segera menyiapkan pesawat untuk kalian berangkat ke kota Lyon."Ucapan David itu membuat Arani dan Rosyana terkejut."Apa itu benar?" tanya Arani dengan sedikit ragu.Arani tidak yakin dengan ucapan David yang akan memfasilitasi kepulangan mereka ke Kota Lyon. Karena, Arani dan yang lainnya sudah tahu tentang hubungan David dengan Yuan Louis yang sedikit tidak baik. Mungkin saja David sudah tidak sudi lagi menginjakkan kakinya di rumah keluarga Louis, juga tidak sudi meminjami mereka pesawat pribadinya untuk terbang ke kota Lyon.Namun, jawaban David selanjutnya membuyarkan semua pikiran buruk Arani tentang pria itu."Tentu saja! Aku akan ikut dengan kalian ke Kota Lyon!""Hah???" Daniel pun sama terkejutnya
Satu jam telah berlalu. Di atap gedung perusahaan Demino, Elyana dan yang lainnya sudah berkumpul—bersiap untuk menaiki pesawat pribadi yang sudah disiapkan oleh David—untuk mereka kembali ke kota Lyon. Suara bising, juga angin dari baling-baling pesawat yang begitu kencang, menerpa tubuh, rambut dan pakaian mereka. Elyana berdiri di samping David sambil menatap ke depan. Ia melihat pesawat besar berwarna putih itu ada di hadapannya dan beberapa orang berpakaian hitam lengkap dengan kacamata hitam yang tersemat di hidung mereka. "Ayo naik!" ajak David pada semua orang sambil menoleh ke belakang. Lalu meraih tangan Elyana dan menariknya berjalan ke depan menuju tangga pesawat. Alvano yang masih digendong oleh Arvan, meminta pria dewasa itu untuk segera mengikuti langkah ibunya dan pria asing—pemilik pesawat tersebut—sebelum mereka benar-benar menjauh. Daniel dan yang lainnya pun mengikuti dari belakang. Di dalam pesawat yang cukup luas