Diam-diam, wanita berambut panjang itu bernapas lega. Hanya beberapa menit setelah menelepon, pria itu mendadak berjalan ke arahnya. Apa mungkin Carl mengikutinya sejak keluar dari rumah sakit?
“Kate.”Suara bariton Carl menyadarkan Kate dari lamunannya. Matanya mengerjap sebelum menatap pria di hadapannya itu.“Pria yang memakai topi dan baju serba hitam itu mengikutiku hingga masuk lift. Terlihat jelas, dia ingin mengikutiku sampai depan pintu apartemenku.”Refleks, Kate meremas lengan Carl cukup kuat saat melirik ke arah penguntitnya itu. Pria itu langsung menelepon seseorang.“Ada yang mengikutinya. Bersihkan area lobi. Aku akan mengirimkan ciri-cirinya.” Carl mengetik pesan pendek usai menutup panggilan untuk asistennya, sementara Kate mengerutkan kening.“Apa yang akan kau lakukan?”“Membersihkan sampah.”Tak lama kemudian, beberapa pria berperawakan pengawal masuk dan langsung membawa paksa pria penguntit itu keluar dari gedung. Semua orang menatap dan terkejut. Tak terkecuali Kate.“Kita pulang, lantai berapa apartemenmu?”Carl membawa Kate ke arah lift, seolah tak peduli dengan keributan yang terjadi.“Keributan itu ulahmu, kan?”“Tentu saja, aku perlu segera menyingkirkan orang yang mengganggu.” Kate menatap tegang ke wajah dengan ekspresi datar itu. Ekspresi yang sama dengan yang biasa ia lihat saat Carl menjadi bodyguardnya sejak beberapa bulan lalu. Tapi, kalimat yang baru saja terucap dari Carl membuatnya bergidik. Kate mencoba mengalihkan perhatiannya saat memencet tombol angka di lift.“Kau bisa pulang ke tempatmu. Terima kasih sudah membantuku,” ucap Kate seraya membuka pintu apartemennya. Dengan sigap, Carl menyusup masuk begitu saja.“Apa yang kau lakukan?”“Pernahkah terbersit kalau ada penguntit lain yang mengawasi tanpa sepengetahuanmu?”“Apa? Itu tidak mung ....”“Mungkin saja.” Suara ponsel berdering, menginterupsi percakapan mereka sesaat. Dengan malas, Carl mengangkatnya.“Ini aku.”Perlahan, ekspresi malas Carl berubah. Entah apa yang pria itu dengar sampai menggertakkan giginya dan tersenyum miring. Tak lama kemudian, pria itu menutup panggilan.“Ada masalah?”“Sepertinya aku tahu siapa yang mengirim penguntit itu.”“Siapa? Tak mungkin musuh Elena, Alfred dan ayahnya sudah dipenjara.”“Penguntit tadi tidak mengikutimu secara acak, Kate.”“Apa maksudmu? Aku tak pernah memiliki musuh.”“Kau mungkin tidak. Sepertinya aku harus bermalam di sini sekalian menjagamu.”“Tunggu, kau tidak bisa berbuat seenaknya. Jangan menggunakan alasan ini untuk tinggal di rumahku malam ini.”“Mereka tahu dan mengincarmu, Kate.”“Siapa sebenarnya yang kau maksud?”“Musuhku. Mereka tahu kalau kau adalah kelemahanku, jadi, mereka tak akan berhenti sampai mendapatkanmu.” Kate membelalakkan matanya. Ia sempat mengira salah dengar. Tak mungkin seorang Carl yang banyak diam tapi ramah ini memiliki konflik dengan orang lain atau bahkan musuh.“Kau bukan tipe orang yang memiliki musuh, Carl.”“Atau karena kau memandangku dengan begitu tinggi, Kate?”*** Semalaman, Kate hanya memejamkan mata sesaat. Pikirannya terus berputar seperti rekaman film. Perkataan yang terus terngiang dan tak terselesaikan karena pria itu memberi penjelasan lebih lanjut. Kate bangkit dari ranjang, menatap ke arah Carl yang tidur menghadap ke arahnya di sofa seberang ranjang.“Rasanya seperti dejavu, ya, kan?”Mendadak, Carl membuka matanya. Membalas tatapan terkejut Kate dengan senyum lebar.“Dejavu apanya?”“Waktu aku menjadi bodyguardmu dan tinggal di apartemen lamamu.”Kate mendengus kesal, sepagi ini Carl kembali mengingatkannya akan momen yang ia ingin hapus.“Aku ingin kau menjelaskan situasi semalam padaku. Siapa yang mengirim penguntit itu dan bagaimana kau memiliki musuh yang sekarang mengincarku?”“Pelan-pelan, Kate. Aku juga sudah selesai berpikir tentang penyelesaian semua ini.” Tiba-tiba Kate turun dari ranjang dan berlari menuju kamar mandi. Tak sempat menutup pintunya karena ia tak tahan untuk segera memuntahkan isi perutnya. Carl mengejar Kate. Ia mengikat rambut panjang Kate dengan karet rambut sebisanya. Dengan lembut, Carl menepuk punggung Kate yang mulai berhenti. Napas wanita itu memburu, tubuhnya terduduk lemas di lantai kamar mandi.“Aku akan membantumu bangun.”“Aku bisa bangun sendiri sebentar lagi.” Beberapa menit tak ada pergerakan, Kate sepertinya kehilangan tenaganya. Carl sudah hendak menggendongnya saat suara itu mencegahnya.“Biarkan aku mencuci wajahku dulu.”Kate berdiri, bersandar pada Carl yang memeganginya hingga ia selesai menggosok gigi dan mencuci muka. Ekspresi Carl yang muram membuat Kate mengernyitkan kening. Pria itu langsung menggendong Kate dan membawanya menuju ke ranjang.“Aku tidak bisa membiarkanmu seperti ini sendirian tiap pagi.”“Kenapa begitu? Aku akan baik-baik saja setelah beberapa minggu berlalu.”“Ini poin utamanya dari apa yang akan kita bicarakan. Aku akan membuat sarapan dulu.”“Tidak perlu, aku tidak lapar.”“Aku yang lapar, dan bayinya.”Kate tak bisa membalas kalimat bernada tegas dari Carl. Membiarkan pria itu berjalan ke arah dapur sementara ia merelakskan tubuhnya di ranjang.*** Mendapat tatapan intens sejak memulai menyentuh sarapannya sampai selesai, Kate mengembuskan napas panjang. Carl dengan sangat cepat telah menghabiskan sarapannya sejak tadi. Mungkin, karena itu, pria berambut hitam legam itu memiliki waktu lebih banyak untuk menatapnya lama.“Bisakah kau mengurangi tatapan intensmu itu?”Carl hanya membalas dengan senyum singkat. Lalu, melanjutkan tatapan intensnya. Kate hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan jengah.“Kurasa kau banyak berubah, Carl, kecuali ... tatapanmu.”“Tentu saja, satu lagi yang tertinggal, dan perasaanku yang tak berubah.”“Omong kosong yang diucapkan oleh pria yang pergi tanpa kabar. Sangat romantis.”Carl menyeringai usai mendengar nada sarkas wanita cantik di depannya itu. Tanpa kaca mata dan wajah tanpa make upnya membuat kesan lembut Kate semakin jelas. Kontras dengan kalimat sarkasnya.“Bisakah kita memulai pembahasan seriusnya sekarang?” tanya Kate dengan nada menuntut.“Baiklah, aku akan mulai dari awal.”Carl menyingkirkan piring dari hadapannya dengan pelan. Ia tak bisa mengelak, jika ingin Kate mendengar ceritanya.“Sebulan yang lalu, ada situasi darurat. Ayahku membutuhkanku dengan segera, kondisinya cukup buruk. Begitu pulang, semua terjadi dengan cepat. Ia memberikan perusahaan padaku dan menjadikanku presdirnya. Tak peduli seberapa keras aku menjauh, kehidupan itu datang begitu saja. Alasan lain kenapa aku tak bisa menghubungimu adalah karena aku satu atap dengan musuhku. Lebih mudah menyebutnya begitu, karena dia menginginkan apa yang kudapat dari ayah saat ini.”“Siapa yang kau sebut dengan musuh itu?”“Kakak pertamaku, Letisha, akan menggunakan segala cara untuk menjatuhkanku.”“Apa kau mencurigainya sebagai orang yang mengirim penguntit kemarin?”“Tentu saja, telepon semalam adalah telepon darinya. Secara tak langsung mengakui dirinya yang mengirim orang itu, hanya sebagai peringatan jika dia mengawasiku. Tapi, semua tahu seperti apa sifatnya. Tak ada jaminan dia akan diam setelah ini. Dia tahu tentangmu dan bayi kita.”“Aku melihat ini sebagai satu alasan untuk semakin menjauhimu, Tuan Carlos Rionard Spentwood yang terhormat. Itu akan lebih aman.”“Daripada berpikir seperti itu, lebih baik kau dalam perlindunganku daripada bersembunyi seorang diri dan membahayakan bayi kita.”“Kalau aku tetap di sekitarmu justru akan lebih berbahaya.”“Akan lebih mudah baginya untuk membuat bayi kita menghilang jika kau sendirian dan di luar perlindunganku. Kau pasti bisa memahami situasi ini, Kate.” Wanita berhidung mancung itu membuang pandangan ke arah lain, menyugar rambutnya ke belakang dengan gusar.“Aku tidak bisa membiarkan kandunganku dalam bahaya.”“Kau benar, Kate. Aku setuju denganmu. Seperti sebelumnya, saat menjadi bodyguardmu, aku bisa menjagamu dengan baik.“Apa yang harus kulakukan?”“Menikahlah denganku. Kita akan tinggal bersama ayahku di tempat yang aman, Kate. Aku akan menghadapi Leti secara langsung dan memastikan kau dan bayi kita aman.”*** Wanita berambut pirang itu menggendong bayinya usai memberikan ASI. Bayi laki-laki itu tampak mulai mengatupkan kelopak matanya beberapa kali. Tanda jika ia mulai mengantuk setelah kenyang. Elena memperhatikan putranya yang perlahan terbawa alam mimpi dengan senyum hangat. Ia mencium pipi gemuk bayinya yang wangi. Mendadak lengan besar memeluk pinggangnya.“Bagaimana kabar Rayzel kita pagi ini?”“Baik dan sedang tidur kembali.” Elena meletakan putranya ke box bayi agar lebih nyaman. Wanita mengulas senyum saat bayi kecilnya tersenyum dalam tidur pulasnya.“Kalau saja aku juga mendapat senyum hangat itu dari Mamamu, Ray.”Elena langsung menoleh ke belakang, mendapati Drake tersenyum dengan canggung.“Kenapa?”“Sejak semalam kau bersikap dingin padaku, Elena. Apa aku membuat kesalahan?” Tangan Elena menarik pergelangan tangan Drake lalu membawanya kembali ke kamar utama. Wanita itu menatap kesal suaminya cukup lama.“Ada masalah apa?”“Tentang Carl. Kemarin tiba-tiba saja dia datang ke kantorku sebagai perwakilan dari perusahaan Spentwood, sebagai CEO baru. Apa yang kau ketahui tentang ini?”“Oh itu, berarti dia memutuskan kembali.”“Apa? Kau tahu ini sejak awal dan tak memberitahuku?”“Kau tahu aku orang yang sangat berhati-hati. Memeriksa setiap bodyguard dan staf yang bekerja di sekitarku. Kualifikasi Carl terlalu baik saat mendaftar menjadi bodyguardku. Dan ya, aku mengetahui yang sebenarnya kalau dia satu-satunya anak laki-laki di keluarga Spentwood yang diharapkan menjadi pewaris. Kerjanya bagus, aku mempercayainya untuk menjagamu. Setelah keadaan memburuk karena Alfred terus berulah mengancam semua orang terdekatmu, termasuk Kate, aku setuju untuk menjadikannya bodyguard Kate. “Elena menekan jidatnya dengan telapak tangan, rasa pusing mulai terasa. Ia mengingat hari-hari yang dijalani Kate usai Carl mendadak menghilang sebulan lebih.“Elena, kau sakit?”“Hari itu, sejak Carl menghilang dan mengundurkan diri. Apa kau tahu jika dia kembali ke keluarganya? Kembali ke identitas aslinya?”“Ya, tentu saja aku sudah menduga hal ini.”“Kenapa kau tidak memberitahuku?”“Kenapa ini penting bagimu, Elena?”“Astaga, Drake. Sangat penting! Kau tahu apa yang terjadi pada Kate saat Carl pergi tanpa kabar? Kate mengandung anak Carl!”Senyum hangat dari wajah cantik itu terlihat. Seraya mengangkat telapak tangan dan mengamati jari lentiknya dari balik sinar matahari yang menembus kaca mobil, Kate tak berhenti takjub. Sementara pria yang mengemudi di sampingnya menggelengkan kepala beberapa kali.“Begitu senangnya ya memakai cincin itu?” tanya Carl dengan mata yang masih fokus ke jalanan.“Ya, apa lagi jika terkena terpaan sinar, bulannya tampak bersinar.” Wanita berambut cokelat itu menurunkan tangannya, menoleh ke arah suaminya yang terkekeh melihat sikapnya.“Cincin itu memang cocok untukmu, begitu kau pakai langsung terasa pas di jarimu.”“Ya, kupikir ukuran jari ibuku bisa dibilang sama denganku.”“Kau memang ditakdirkan menjadi pemilik cincin itu, sayang.”“Ngomong-ngomong, kita mau ke mana?”“Hampir sampai. Kejutan besar untukmu sudah menanti.” Tak sampai lima menit kemudian, mobil yang dikendarai pasangan suami istri itu masuk ke sebuah pelataran yang asri. Rumput hijau yang menyegark
Makan malam berlangsung dengan tenang, bahkan terlewat tenang hingga untuk menelan makanan pun, Kate merasa terdengar jelas. Ia lebih banyak menyimak pembicaraan ketiga pria di ruangan itu.“Jadi, kau sudah berjanji pada kami untuk membantu tiga bar yang akan dibangun di Inggris, Carl, tepati janjimu.”Suara dalam dari kakek Carl terdengar. Wibawa yang kentara jelas dari nada suara pria tua itu mengalihkan pandangan Kate ke suaminya.“Ya,” jawabnya singkat.“Ini tidak berat kan, Carl, ekspresimu kenapa harus seperti itu? Kau lupa bagaimana ekspresimu dulu saat menebas habis musuh-musuhmu? Bahkan, seorang Carl tak akan bergeming dengan darah yang terciprat ke wajahnya.”Matteo menimpali dengan sikap menyebalkannya, sementara Kate menatap tanpa berkedip ke arah Matteo. Sedangkan kakek Carl hanya menghela napas panjang. Pria tua dengan jubah tidur yang mewah itu menatap Matteo.“Jaga sopan santunmu di depan seorang lady.”“Aku tidak berpikir dia lupa seperti apa suaminya, Tu
Pria dengan iris mata warna cokelat terang itu terkekeh melihat sikap Carl yang tak bersahabat. Lalu, kembali menatap ke arahnya. Kate Spentwood kini jelas melihat warna iris mata cokelat cerah itu kebalikan dari pemiliknya. Rahang tegas, tubuh tinggi besar dan sorot mata licik yang menambah kesan kasar mampu dirasakannya. Tapi, bukan Kate namanya jika ia merasa terintimidasi.“Selamat siang, Tuan Matteo,” sapa Kate dengan ramah. Pria itu masih berdiri di sampingnya.“Jadi, apa Anda yang menyebabkan sahabatku ini enggan pulang ke rumah Ketua?”“Abaikan saja dia, Matteo memang selalu sekasar ini.”“Tak apa, Carl aku bisa mengerti. Tuan, kenapa Anda pikir saya yang membuat suami saya enggan menemui kakeknya?”“Saya hanya menebak. Wanita cantik dan lembut seperti Anda pasti dengan mudah melumpuhkan hati pria membosankan sepertinya,” ujar Matteo yang menatap Carl dengan remeh.“Tidak juga. Tak ada alasan bagi saya untuk mempengaruhi suami saya agar tak bertemu kakeknya, bukan?”
Bagai permen kapas yang lembut nan manis, awan-awan putih yang melayang di sebelah pesawat itu tampak menawan. Hampir terlihat tak bergerak, meski begitu, dengan background langit biru cerah, benda langit satu ini bagai penyempurna. Apa lagi wanita berambut panjang warna cokelat itu sangat menyukai langit secerah ini. Pandangan Kate pada awan dari kaca di sebelahnya tak pernah lepas. Senyumnya terkembang sejak tadi. Bahkan, moodnya begitu bagus usai melihat pemandangan di depannya ini.“Kau begitu menyukainya?” tanya Carl yang duduk di sampingnya.“Ya. Menenangkan melihat langit biru, apa lagi dari dekat.”“Sayang, ada yang ingin kukatakan.”Pria yang menggunakan jaket bomber warna krem yang dipadukan kaus putih itu berlutut di dekat kursi VIP Kate.“Ada apa?”“Sebenarnya aku menggunakan kesempatan ini untuk mengecek kantor distributor cabang Italia juga. Jadi, aku perlu sekali atau dua kali mampir. Apa kau keberatan?”“Tentu saja tidak. Ini waktu yang tepat, mumpun
Aroma kopi yang khas menyeruak ke sekitar, ketika wanita dengan dress warna ungu lembut itu menyeduh kopi ke sebuah cangkir putih. Setelah membuat finishing tampilannya, ia memencet sebuah tombol. Panggilan antrian otomatis terdengar. Seorang pria muda maju ke arah antrian dan menerima pesanan kopinya.“Selamat menikmati,” ucap Kate dengan senyum manisnya.“Terima kasih, nona. Aku selalu menyukai kopi di sini.”Pria muda itu masih berdiri di posisi yang sama. Ya, Kate sangat familier dengan wajah pria muda itu. Bukan karena mengenalnya, tapi, ia tahu pria ini sering kali ada di kafenya. Entah untuk sendiri atau bersama teman-temannya.“Terima kasih, syukurlah jika rasanya sesuai dengan selera Anda.”Tak hanya mengulas senyum, Kate juga sedikit menundukkan kepalanya saat mengatakan kalimat tersebut.“Kalau boleh, saya ingin mengenal nona lebih baik lagi. Apa boleh saya meminta nomor, nona?”Pria muda bermata biru dengan garis rahang tegas itu terang-terangan mengutarakan k
Sebuah benda seringan angin mulai terasa di area lehernya. Kate mengerutkan kening seraya mencoba menebak benda apa itu. Gambaran bulu seketika muncul di benaknya. Gerakan yang begitu perlahan yang semakin ke bawah, hingga ke area dadanya, membuat Kate menahan napas. Suaminya itu sengaja memainkan bulu seringan kapas itu lama di tempat yang sama hingga membuat Kate menggigit bibirnya. Saat menarik napas lagi, bukannya mereda, rasa geli semakin dirasakannya. Kedua tangannya yang terikat mulai mengepal, perlahan, rasa geli berubah menjadi sesuatu yang semakin membesar dan menuntut.“Hhnngh, ahh.”Sebuah erangan terdengar dari bibir tipis berwarna orange tersebut. Hal yang selanjutnya ia rasakan, Carl melumat bibirnya dengan rakus. Tangan besar pria itu masih setia menjelajahi tubuhnya dengan bulu yang lembut tersebut. Setelah memberi ruang padanya untuk bernapas, Carl menurunkan bulu itu sampai ke area perut. Mengujinya dengan cara yang sama cukup lama, hingga suara yang d