Kate Hepburn berusaha mengendalikan situasi sebaik mungkin. Terlebih hatinya yang untuk kesekian kali harus terluka. Menetapkan dengan teguh impiannya sejak lama untuk menjalani kehidupan sebagai wanita single yang mandiri, sederhana, dan bebas. Selama ini, Kate menjalani kehidupan dengan baik hingga saat terlibat dalam konflik perebutan perusahaan sahabat sekaligus bosnya. Seorang bodyguard bernama Carl, dikirim untuk menjaganya 24 jam. Beberapa bulan membiarkan pria itu tinggal membuat hidup monotonnya berubah drastis. Pria itu mampu menjadi sahabat yang baik sekaligus bodyguard terbaik menurutnya. Satu bulan terakhir cukup membuatnya hancur. Tak ada lagi sosok yang ia anggap sebagai pelindung terbaik. Susah payah ia kembali membangun semangat hidupnya, hingga mampu berdiri tegak hari itu. Hingga sebuah suara maskulin yang familier ia dengar kembali, membuat wajahnya memucat. “Bayi itu milikku, Kate.” Kehidupan baru dan penuh tantangan dijalani Kate setelahnya. Terjebak dalam situasi penuh konflik keluarga dalam perebutan warisan dan sisi tersembunyi Carl yang ada kaitannya dengan kelompok mafia terkenal dari Italia.
Lihat lebih banyak“Carl, Alfred mengirim orang-orang ke sini dan sebagian lain ke tempat Kate. Kami baru saja menangkap mereka yang mengikuti Elena dari kantor.”
Suara dari sambungan telepon itu membuat Carl membeku sesaat. Detik berikutnya, dengan sigap memutar kemudi mobilnya, berpindah arus dan menambah kecepatannya. Pria berambut hitam itu menggertakkan gigi. Tangannya mencengkeram kemudi dengan sangat kuat.*** Kate menutup mulutnya dengan tangan saat melihat mobil yang biasa mengintainya beberapa waktu lalu kembali terlihat di area parkir apartemennya. Beruntung, dari sudut apartemennya, ia bisa mengakses keseluruhan area parkir di lahan sebelah bangunan apartemennya yang sederhana. Wanita berambut cokelat madu itu membetulkan letak kacamata yang dipakainya, setengah berharap penglihatannya salah. Tak bisa mengelak, orang yang mengintainya cukup lama itu turun dari mobil. Satu, dua, oh, tidak. Lima orang pria berbadan besar turun dari mobil dan membawa alat pemukul layaknya preman, sebagian lain membawa pisau. Napas Kate tercekat, ia meraih ponsel di meja kecil samping jendela tempat ia mengintip lahan parkir. Tangannya gemetar saat memegangi benda berbentuk persegi panjang itu. Detak jantungnya berpacu semakin cepat saat melirik kembali di sela-sela tirai jendela. Kelima pria itu tengah berkumpul sejenak, tampak seperti berdiskusi lalu berjalan menuju bangunan apartemennya. Kate kembali menatap layar ponselnya dan mengetik nomor panggilan darurat di kontaknya. Hanya satu orang yang terpikir olehnya, Carl Rionard. Bodyguard yang ditugaskan Elena, sahabat sekaligus presdir di kantornya, untuk menjaganya dari musuh Elena. Mendadak terdengar bunyi bel, Kate yang terkejut menatap pintu dengan wajah tegangnya. Sekali lagi bel berbunyi. Perlahan, langkah Kate berjalan menuju pintu untuk mengintip dari lubang kecil. Ponselnya berbunyi, panggilan masuk dari Carl. Dengan tangan gemetar, Kate menerima panggilan itu.“Carl, mereka mendatangiku. Tolong aku.”Suara terisak Kate terdengar jelas. Carl tertegun sejenak.“Aku di luar pintu. Buka pintunya Kate. Kau pasti mengganti password pintumu.”Kate langsung mengintip lubang kecil di pintunya, mendapati Carl berdiri di depan pintu. Wanita berambut panjang itu langsung membuka pintunya.“Kate, kita harus ....”Kalimat Carl terputus saat Kate langsung memeluknya. Bagaimana tidak? Carl, bodyguardnya, adalah satu-satunya orang yang ia harapkan ada di depannya di waktu ini.“Mereka di bawah, sudah berjalan ke sini.”Dengan panik Kate memberi penjelasan saat melepaskan pelukannya.“Kita pergi lewat pintu belakang gedung, tak ada waktu lagi.”“Barang-barangku.”Carl berlari ke meja tengah, tempat Kate meninggalkan laptopnya. Pria berbadan tegap itu segera menyambar tas laptop beserta isinya lalu menarik tangan Kate untuk keluar dari apartemen. Berlari menuju tangga darurat. Sialnya, saat itu salah seorang dari suruhan Alfred memergoki mereka dan langsung berteriak, mengikuti arah mereka ke tangga.“Jangan lihat ke belakang, terus berlari dan masuk ke mobilku, di depan pintu belakang gedung.”Carl menyerahkan tas laptop dan kunci mobil kepada Kate yang buru-buru menuruni anak tangga. Bodyguard Kate itu menyambar tongkat besi yang tergeletak di lantai, seraya mengikuti Kate dari belakang. Bunyi ribut suara kaki berlarian menuruni tangga sudah semakin dekat.“Carl, mereka mengejar kita!” seru Kate ketakutan.“Jangan lihat ke belakang! Aku akan membereskan mereka, tenanglah.” Carl dengan keras menjawab, mata pria itu siaga ke arah belakangnya. Seraya terus berlari turun, para preman kiriman Alfred itu berhasil menyusul Carl. Beruntung dengan sempitnya tangga, ia bisa memanfaatkan peluang untuk memukul mundur dua pria besar itu. Dengan sigap, serangan dari dua pria pertama dihalau olehnya. Ia masih menyimpan alat kejut listrik di sakunya. Dua pria itu langsung terkapar di lantai sementara 3 orang lainnya terus mengejar Carl dan Kate. Setelah menuruni dua lantai, Kate yang mendengar suara ribut tahu, Carl sedang berjuang menghalau para preman itu. Ia sempat berhenti, sebelum kembali meneruskan langkah turunnya. Tiga orang berusaha mengeroyok Carl. Satu kaki dari salah seorang preman itu berhasil Carl pukul hingga terjatuh, memberi ruang pada Carl untuk memukul 2 pria lainnya dengan tongkat besi. Satu orang berhasil dilumpuhkan dengan kejut listrik. Satu orang lagi terlibat pertarungan tangan kosong dengan Carl di dasar tangga. Sementara Kate sudah berhasil keluar dari gedung dan segera menuju ke pintu mobil bagian kemudian.“Carl!” panggilnya sekeras mungkin. Setelah berhasil memberi bogem mentah pada lawannya, Carl memastikan dengan satu pukulan lagi ke arah kepala pria itu untuk membuatnya pingsan. Carl bermaksud menyusul Kate. Baru saja keluar dari pintu gedung, salah seorang yang tersisa dari para preman, yang kakinya sempat terluka tadi, mengejar Carl. Kate yang sudah menyalakan mesin mobil melihat dengan jelas, pria itu membawa sebilah pisau tajam. Carl bersiap mengambil kuda-kuda. Konfrontasi dengan tangan kosong tak bisa ia hindari. Pria itu terus menyerang Carl meski dengan kaki yang terluka. Dengan sigap, Carl menghindari berbagai serangan dan melancarkan pukulan keras ke arah pria itu. Keduanya bergulat di aspal. Carl yang mulai kelelahan kini berada di bawah. Gerakannya terbatas karena preman itu mendudukinya dan hendak menghunjam pisau ke jantungnya. Carl telah bersiap sekuat tenaga untuk menahan pisau itu saat mendadak terdengar bunyi ‘Bug’ yang keras. Preman itu tersungkur ke samping. Carl melihat Kate dengan napas terengah memandang jijik ke arah preman yang kepalanya baru saja dipukul dengan tongkat bisbol. Wanita itu mengulurkan satu tangannya yang bebas ke arah Carl, membantunya bangkit.“Dari mana kau temukan tongkat bisbol itu?”“Di bagasi mobilmu.” Kate langsung pergi ke kursi penumpang. Sementara Carl dengan sigap duduk di kursi pengemudi. Mereka bergegas pergi dari tempat itu dengan kecepatan penuh. Wanita berambut cokelat itu mengikat rambut panjangnya dengan karet rambut. Pakaian kerjanya yang tadi rapi, kini telah berantakan. Ia menatap ke pria yang duduk di sampingnya. Bodyguardnya itu tampak sama berantakannya dengan penampilannya sendiri. Bahkan, lebih parah. Wajah Carl terluka dan lebam. Darah sedikit terlihat dari tepi bibirnya.“Kita berhenti di apotek terdekat.”“Kenapa?”“Lihat lukamu.”“Tak perlu, aku punya kotak p3k di apartemen.”“Jadi, saat ini kita menuju ke apartemenmu?”“Hanya tempatku, satu-satunya yang aman saat ini, Kate.”Kate menghela napas, tak ada tempat lain untuk singgah saat ini. Ke mana pun itu tak masalah, asal ia bersama Carl.***“Bangun, Kate, kita sudah sampai.”Kate terbangun dari tidur singkatnya. Ia berada di area parkir bawah tanah. Carl mengetuk jendela mobil sekali lagi, mengajak Kate untuk turun. Wanita itu mengikuti langkah Carl. Sepanjang perjalanan, pandangannya beredar ke sekitar. Kate teringat saat ia menolak mentah-mentah tawaran Carl untuk tinggal di apartemen pria itu, alasannya karena keamanan di apartemen sederhananya tak memadai. Kate menolak tawaran itu dan memilih bodyguardnya itu tinggal di rumahnya untuk mempermudah penjagaan. Mata wanita berkuncir kuda itu melebar dan langkahnya terhenti begitu masuk ke dalam apartemen mewah bodyguardnya.“Silakan duduk, Kate.”Dengan tatapan tajam penuh curiga, Kate duduk di ruang tamu. Sementara Carl melepas jasnya lalu melempar ke sembarang tempat. Terlihat kemeja putihnya yang tercetak sangat pas di tubuh atletisnya, hingga membuat Kate segera memalingkan wajahnya.“Bisa bantu aku dengan ini?”Carl menyodorkan kotak p3k dan segelas air untuk Kate.“Tentu saja.”“Minumlah dulu.” Setelah meneguk sedikit air putih, Kate mulai mengobati luka di wajah Carl. Dengan sangat hati-hati dan perlahan, Kate mengoleskan obat. Meski yakin itu cukup menyakitkan, Carl tak bergeming sedikit pun. Pria itu justru ... menatapnya dengan intens dan hanya terdiam. Sementara Kate menahan napasnya tanpa sadar saat pandangan mereka bertemu dari jarak sedekat itu. Tangan Kate sulit untuk tetap tenang. Ia kembali menarik napas panjang. Tangan besar Carl menangkap tangannya yang gemetaran.“Rileks, santai saja.”Kate mengoleskan obat ke luka gores terakhir di wajah pria itu. Akhirnya, tugasnya selesai.“Maaf, aku belum bisa tenang.”“Aku tahu, kau pasti masih syok dengan kejadian tadi. Habiskan minumanmu, Kate.”“Sudah cukup. Kau saja.”Dengan santai, Carl menyambar gelas yang tadi diminum Kate, lalu menenggak habis air tersebut.“Carl, itu air sisa milikku.”“Tak masalah. Kuambilkan yang baru untukmu.”“Tidak, maksudku apa kau tak jijik.”Pria itu menyeka bibirnya dengan jari. Membuat tatapan Kate tak bisa berpaling.“Aku tak pernah merasa demikian denganmu.”Setelah tersenyum hangat, Carl beranjak dari duduknya.“Ayo, ikut aku.”Membuntuti Carl yang melangkah santai ke ruangan yang lebih ke dalam. Pria itu menunjuk pintu ruangan yang terletak di sebelah kiri, dekat ruang tengah.“Itu kamarku.”Masih terus berjalan lurus, di seberang kamar yang tadi ditunjuknya, Carl berhenti. Pria berambut hitam itu membuka pintu.“Ini kamarmu. Kamar mandi dan pakaian ada di dalam.”Kate dengan ragu melangkah masuk. Bibirnya setengah menganga. Kamar sebesar itu untuknya? Tunggu, semua kemewahan apartemen sejak ia masuk tadi tampak di luar nalar. Buka berarti ia yang berprofesi sebagai sekretaris presdir tak mampu menyewa atau membeli apartemen semewah ini, tapi, untuk ukuran seorang bodyguard, tempat tinggal ini tak terlintas di pikiran Kate.“Kau suka?” tanya Carl usai Kate mengedarkan pandangan.“Aku bersyukur tak perlu tidur di pinggir jalan, Carl. Terima kasih telah menampungku sementara waktu.”“Senang bisa membantu. Ada pertanyaan? Kau pasti lelah dan perlu segera istirahat.” Kate menatap Carl cukup lama. Sejak tadi, ia menahan rasa untuk mengatakannya.“Aku ... ingin bertanya. Melihat apartemenmu semewah dan seaman ini, kupikir Drake membayarmu dengan sangat mahal.”“Cukup mahal. Aku memiliki sedikit tabungan untuk membelinya.”“Kau membeli apartemen ini sendiri?”“Ya. Kau tak percaya?”“Tampaknya profesi bodyguard sangat menguntungkan.”Carl hanya tersenyum singkat. Kate menunggu respons dari pria di depannya itu, saat dering ponsel Carl berbunyi nyaring. Pria itu bergegas mengangkat panggilan usai menatap waspada ke arahnya lalu keluar dari kamar Kate.“Ya, Halo.”Kate yang haus akan rasa ingin tahu, melangkah perlahan mendekati Carl. Bukan kali pertama bodyguard tampannya itu menerima telepon dengan ekspresi serius dan waspada seperti ini. Seolah mendapat misi misterius yang ia saja tak boleh dengar.“Kenapa Anda terus meminta saya kembali ke rumah itu? Aku sudah memutuskan hubungan dan menjalani kehidupan baru dengan baik sekarang. Jangan ganggu aku lagi jika hanya untuk menyampaikan keinginan ayahku.” Ketegangan terdengar jelas dari getar suara Carl. Pria yang selalu ramah dan hangat, bahkan telah menjadi sahabat Kate delapan bulan terakhir itu berada dalam versi yang berbeda. Kate rasa, tiap kali menerima telepon secara rahasia seperti ini, perubahan suasana Carl terlihat memburuk. Tak terkecuali malam ini. Setelah menghentikan percakapan telepon, Carl berbalik menghadap ke kamar Kate. Pria itu terkejut saat Kate berdiri di belakangnya.“Kate, kau tidak beristirahat.”“Kembali? Kau akan kembali ke mana?”Senyum hangat dari wajah cantik itu terlihat. Seraya mengangkat telapak tangan dan mengamati jari lentiknya dari balik sinar matahari yang menembus kaca mobil, Kate tak berhenti takjub. Sementara pria yang mengemudi di sampingnya menggelengkan kepala beberapa kali.“Begitu senangnya ya memakai cincin itu?” tanya Carl dengan mata yang masih fokus ke jalanan.“Ya, apa lagi jika terkena terpaan sinar, bulannya tampak bersinar.” Wanita berambut cokelat itu menurunkan tangannya, menoleh ke arah suaminya yang terkekeh melihat sikapnya.“Cincin itu memang cocok untukmu, begitu kau pakai langsung terasa pas di jarimu.”“Ya, kupikir ukuran jari ibuku bisa dibilang sama denganku.”“Kau memang ditakdirkan menjadi pemilik cincin itu, sayang.”“Ngomong-ngomong, kita mau ke mana?”“Hampir sampai. Kejutan besar untukmu sudah menanti.” Tak sampai lima menit kemudian, mobil yang dikendarai pasangan suami istri itu masuk ke sebuah pelataran yang asri. Rumput hijau yang menyegark
Makan malam berlangsung dengan tenang, bahkan terlewat tenang hingga untuk menelan makanan pun, Kate merasa terdengar jelas. Ia lebih banyak menyimak pembicaraan ketiga pria di ruangan itu.“Jadi, kau sudah berjanji pada kami untuk membantu tiga bar yang akan dibangun di Inggris, Carl, tepati janjimu.”Suara dalam dari kakek Carl terdengar. Wibawa yang kentara jelas dari nada suara pria tua itu mengalihkan pandangan Kate ke suaminya.“Ya,” jawabnya singkat.“Ini tidak berat kan, Carl, ekspresimu kenapa harus seperti itu? Kau lupa bagaimana ekspresimu dulu saat menebas habis musuh-musuhmu? Bahkan, seorang Carl tak akan bergeming dengan darah yang terciprat ke wajahnya.”Matteo menimpali dengan sikap menyebalkannya, sementara Kate menatap tanpa berkedip ke arah Matteo. Sedangkan kakek Carl hanya menghela napas panjang. Pria tua dengan jubah tidur yang mewah itu menatap Matteo.“Jaga sopan santunmu di depan seorang lady.”“Aku tidak berpikir dia lupa seperti apa suaminya, Tu
Pria dengan iris mata warna cokelat terang itu terkekeh melihat sikap Carl yang tak bersahabat. Lalu, kembali menatap ke arahnya. Kate Spentwood kini jelas melihat warna iris mata cokelat cerah itu kebalikan dari pemiliknya. Rahang tegas, tubuh tinggi besar dan sorot mata licik yang menambah kesan kasar mampu dirasakannya. Tapi, bukan Kate namanya jika ia merasa terintimidasi.“Selamat siang, Tuan Matteo,” sapa Kate dengan ramah. Pria itu masih berdiri di sampingnya.“Jadi, apa Anda yang menyebabkan sahabatku ini enggan pulang ke rumah Ketua?”“Abaikan saja dia, Matteo memang selalu sekasar ini.”“Tak apa, Carl aku bisa mengerti. Tuan, kenapa Anda pikir saya yang membuat suami saya enggan menemui kakeknya?”“Saya hanya menebak. Wanita cantik dan lembut seperti Anda pasti dengan mudah melumpuhkan hati pria membosankan sepertinya,” ujar Matteo yang menatap Carl dengan remeh.“Tidak juga. Tak ada alasan bagi saya untuk mempengaruhi suami saya agar tak bertemu kakeknya, bukan?”
Bagai permen kapas yang lembut nan manis, awan-awan putih yang melayang di sebelah pesawat itu tampak menawan. Hampir terlihat tak bergerak, meski begitu, dengan background langit biru cerah, benda langit satu ini bagai penyempurna. Apa lagi wanita berambut panjang warna cokelat itu sangat menyukai langit secerah ini. Pandangan Kate pada awan dari kaca di sebelahnya tak pernah lepas. Senyumnya terkembang sejak tadi. Bahkan, moodnya begitu bagus usai melihat pemandangan di depannya ini.“Kau begitu menyukainya?” tanya Carl yang duduk di sampingnya.“Ya. Menenangkan melihat langit biru, apa lagi dari dekat.”“Sayang, ada yang ingin kukatakan.”Pria yang menggunakan jaket bomber warna krem yang dipadukan kaus putih itu berlutut di dekat kursi VIP Kate.“Ada apa?”“Sebenarnya aku menggunakan kesempatan ini untuk mengecek kantor distributor cabang Italia juga. Jadi, aku perlu sekali atau dua kali mampir. Apa kau keberatan?”“Tentu saja tidak. Ini waktu yang tepat, mumpun
Aroma kopi yang khas menyeruak ke sekitar, ketika wanita dengan dress warna ungu lembut itu menyeduh kopi ke sebuah cangkir putih. Setelah membuat finishing tampilannya, ia memencet sebuah tombol. Panggilan antrian otomatis terdengar. Seorang pria muda maju ke arah antrian dan menerima pesanan kopinya.“Selamat menikmati,” ucap Kate dengan senyum manisnya.“Terima kasih, nona. Aku selalu menyukai kopi di sini.”Pria muda itu masih berdiri di posisi yang sama. Ya, Kate sangat familier dengan wajah pria muda itu. Bukan karena mengenalnya, tapi, ia tahu pria ini sering kali ada di kafenya. Entah untuk sendiri atau bersama teman-temannya.“Terima kasih, syukurlah jika rasanya sesuai dengan selera Anda.”Tak hanya mengulas senyum, Kate juga sedikit menundukkan kepalanya saat mengatakan kalimat tersebut.“Kalau boleh, saya ingin mengenal nona lebih baik lagi. Apa boleh saya meminta nomor, nona?”Pria muda bermata biru dengan garis rahang tegas itu terang-terangan mengutarakan k
Sebuah benda seringan angin mulai terasa di area lehernya. Kate mengerutkan kening seraya mencoba menebak benda apa itu. Gambaran bulu seketika muncul di benaknya. Gerakan yang begitu perlahan yang semakin ke bawah, hingga ke area dadanya, membuat Kate menahan napas. Suaminya itu sengaja memainkan bulu seringan kapas itu lama di tempat yang sama hingga membuat Kate menggigit bibirnya. Saat menarik napas lagi, bukannya mereda, rasa geli semakin dirasakannya. Kedua tangannya yang terikat mulai mengepal, perlahan, rasa geli berubah menjadi sesuatu yang semakin membesar dan menuntut.“Hhnngh, ahh.”Sebuah erangan terdengar dari bibir tipis berwarna orange tersebut. Hal yang selanjutnya ia rasakan, Carl melumat bibirnya dengan rakus. Tangan besar pria itu masih setia menjelajahi tubuhnya dengan bulu yang lembut tersebut. Setelah memberi ruang padanya untuk bernapas, Carl menurunkan bulu itu sampai ke area perut. Mengujinya dengan cara yang sama cukup lama, hingga suara yang d
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen