Share

Terjebak Sandiwara Bos Besar
Terjebak Sandiwara Bos Besar
Author: Amegatari

1. Terjebak Situasi Aneh

Litara Diany melihat sebuah lampu gantung besar hampir jatuh saat baru saja selesai menghadiri acara reuni di pusat perbelenjaan. Di bawah lampu gantung tersebut terdapat anak kecil yang sedang berdiri dengan wajah murung.

‘Eh?’

Wanita berbaju hitam itu berlari cepat tanpa memikirkan hal lain.

/Hupp…/

/Pranggg…/

Dengan sigap perempuan itu menyelamatkan seorang anak laki-laki dari peristiwa yang hampir membahayakan nyawa. Semua heboh karena kejadian beberapa detik tersebut. Bocah kecil yang terkejut itu pun menangis.

“Huwaa… .”

Ia mencoba menenangkan bocah yang tampak kaget itu dengan membelai kepalanya. “Sshh shhh, tidak apa-apa, semua baik-baik aja.”

Teman-teman perempuan itu bermaksud mendekat, tapi terhalang oleh beberapa pengunjung mall yang sedang berkerumun. Pada saat yang sama seorang pria mendekat. “Alen kamu tidak apa-apa?”

Perempuan itu menoleh ke arah pria dewasa berkemeja hitam yang baru saja berbicara dengan ekspresi khawatir. Raut wajahnya tampak pucat karena terkejut dengan kejadian yang hampir membahayakan bocah itu.

Pandangan keduanya bertemu. "Terimakasih sudah menolong anak saya."

Ucapan pria itu pelan sekali sampai Lita sendiri merasa hampir tidak mendengar kalimat yang diucapkan olehnya.

Orang-orang mulai semakin berkerumun begitu juga pegawai toko dan para petugas keamanan yang tampak ingin mengetahui apa yang baru saja terjadi. Suasana menjadi sangat ramai dalam beberapa menit.

Seorang pria dengan jas abu-abu mendekat setelah memastikan cerita dari orang yang berkerumun. “Permisi, saya yang bertanggung jawab atas keamanan pusat perbelanjaan ini, saya ingin meminta keterangan terkait kejadian yang baru saja terjadi.”

“Baik.”

Saat akan bangkit, tangan bocah kecil itu memeluk Lita erat. “Mama, jangan pergi.”

Lita memandang bingung ke bocah yang sedang mengenggam erat bajunya. ‘Mama?’

“Putranya bisa dibawa, kami akan memeriksa apakah kalian perlu pengobatan atau tidak,” ucap pria yang mengaku sebagai penanggungjawab keamanan.

“Anu, saya– ”

“Mama… hikss,“ ucap bocah laki-laki itu dengan suara parau.

Perempuan berambut panjang itu mengalihkan pandangannya ke arah pria yang tadi mengaku sebagai ayahnya, tapi pria itu justru tampak sibuk membenarkan masker yang baru saja ia pakai.

“Sepertinya saya tidak bisa meninggalkan bocah ini disini,”

“Maafkan saya, terimakasih sudah membantu.”

Pria berjas abu yang menyebut dirinya sebagai penanggungjawab keamanan itu menatap Lita dan bocah tersebut dengan ekspresi bingung. “Ehmm, mari ikut saya… .”

Lita mengikuti pertugas itu dengan tenang, ia mengeluarkan ponselnya sebentar untuk memberitahu teman-temannya agar kembali lebih dulu.

“Kamu tidak apa-apa? Ada yang sakit?” tanya Lita kepada bocah yang masih menangis itu.

Bocah kecil itu menggeleng tapi matanya masih basah dengan air mata.

“Silakan duduk… ,” ucap pria berjas abu-abu.

Lita duduk dengan ekspresi tenang. Tanya jawab panjang lebar itu dilakukannya dengan lancar dalam waktu yang tidak begitu lama.

“Apa putra anda tidak apa-apa?”

“Saya bukan–“

“Ya, dia baik-baik saja, kalau begitu kami permisi dulu,” ucap pria yang belum diketahui namanya itu menyela ucapan Lita.

Perempuan bermata coklat itu terlihat kesal karena pembicaraannya dipotong, tapi ia tidak memiliki kesempatan untuk melakukan protes.

Dua orang dan satu bocah itu keluar dari ruang management mall sambil menenteng bingkisan yang disebut sebagai kompensasi atas kecelakaan yang hampir terjadi.

Lita bermaksud menurunkan bocah kecil itu, tapi tangan bocah itu masih menggenggam erat bajunya.

“Hikss… .”

“Maaf, apa anda bisa menjaganya sebentar? Sepertinya dia terlalu kaget,” ucap pria dengan masker hitam itu.

“Kenapa bukan anda yang menjaga dan menenangkannya? Anda kan ayahnya?” ucap Lita dengan ekspresi kesal.

“Mama jangan marah… , “ ucap bocah itu lirih.

Lita dan pria itu berpandangan dengan ekspresi bingung. “Saya akan menjaganya sampai ia tenang.”

“Terimakasih sudah mau mengerti, saya Ardan, maaf baru memperkenalkan diri.”

Lita diam, ia merasa kesal dengan situasi tersebut tapi tidak tega dengan bocah yang masih ada dalam dekapannya itu.

“Nama mu?” tanya Ardan setelah lama tidak mendapat jawaban. Ia memandangi antara putranya dan Lita dalam waktu yang cukup lama. 

“Saya Lita.”

“Saya akan membalas dengan layak untuk kebaikan mu, Lita” ucap pria itu pelan.

“Tidak perlu,” jawab Lita dengan eskpresi datar.

Lita duduk di salah satu kursi setelah memastikan sekelilingnya aman dari lampu gantung maupun benda lainnya yang mungkin berbahaya.

“Kita duduk dulu ya? kaki saya sakit…,” ucap Lita kepada bocah itu dengan lembut. Ia sendiri tidak tahu kenapa bisa selembut itu kepada bocah yang baru dikenalnya beberapa saat.

Tatapan mata Ardan melirik sekilas ke pergelangan kaki Lita. “Kamu tunggu disini sebentar.”

“Anda tidak beralasan lalu kabur meninggalkan bocah ini kan?”

“Tidak kok, saya hanya akan membeli pembersih luka dan akan segera kembali, kaki mu terluka.”

Pria itu langsung melangkah pergi tanpa menoleh lagi. Lita melihat sekilas ke arah pergelangan kakinya. ‘Pantas aja rasanya sakit.’

Perempuan berambut panjang itu memejamkan matanya sebentar, ia merasa malu karena tiba-tiba mengatakan kalimat yang menurutnya konyol.

Beberapa saat kemudian ia membuka matanya lalu mendapati bocah itu sedang melihat ke arahnya dengan mata basah.

“Maafkan saya, mama,” ucap bocah itu lirih.

“Hmm? kenapa minta maaf?” ucap Lita sambil tersenyum dan mengelus lembut kepala bocah itu, meski ia merasa aneh dipanggil dengan sebutan mama.

“Saya merepotkan mama… .”

Lita mencubit gemas pipi bocah itu. “Nama mu Alen kan?”

Bocah itu mengangguk sambil mengusap air matanya. Lita juga membantu bocah itu mengusap air matanya.

Ia merasa penasaran, tapi lidahnya terasa kaku untuk menanyakan alasan bocah itu memanggilnya mama. Ia tidak ingin anak kecil itu teringat hal yang menyedihkan.

‘Apa bocah ini sangat rindu mamanya hingga memanggil perempuan yang tidak dikenal seperti ku sebagai mama?’

Tidak lama kemudian pria bernama Ardan itu kembali dengan kantong plastik hitam berisi kapas, cairan pembersih luka dan antiseptik. Saat itu ia sudah tidak memakai maskernya.

Orang yang melihat wajah pria itu pasti langsung jatuh hati kepadanya. Pria bergaya rambut comma hair itu memiliki tatapan mata tegas tapi terlihat dingin. Ada tahi lalat di atas mata sebelah kiri. Kumis tipis membuatnya terlihat lebih tua dari usia yang sebenarnya. Meski begitu, ia tetap terlihat mempesona.

“Saya akan mengobati pergelangan kaki mu,” ucap Ardan pelan dengan sorot matanya yang dingin.

Ardan melepas flatshoes yang dipakai Lita perlahan. Ia dengan hati-hati mulai membersihkan luka tersebut, lalu dengan cepat membalutnya dengan plester luka.

“Terimakasih,” ucap Lita pelan. Untuk sejenak ia merasa terkesima dengan tindakan pria itu tapi ia segera menyadarkan dirinya.

‘Aku tidak boleh terlibat masalah dengan orang yang tidak ku kenal,’ gumam Lita dalam hati.

“Mama sakit?” tanya bocah itu dengan eskpresi sedih.

“Tidak kok, hanya sedikit pegal... ,” ucap Lita sekenanya, 

Bocah itu kembali memeluk Lita dengan erat seolah takut sang ayah memisahkannya dari perempuan yang menolongnya itu.

“Jadi ini istri baru mu?” ucap seorang perempuan yang tiba-tiba sudah ada di belakang Ardan.

*****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status