Ekspresi Lita langsung berubah seketika saat mendengar penawaran untuk menjadi istri pria yang baru dikenalnya itu.
“Saya tidak mau,” jawab Lita tegas.
“Kenapa? Saya bisa menjamin kehidupan mu dan kamu tidak perlu bekerja keras.”
“Saya tidak mau terlibat masalah dengan orang yang baru saya kenal. Sebaiknya anda tawarkan kerjasama itu ke perempuan lain, pasti banyak yang mau dijamin kehidupannya,” ucap Lita menekankan akhir kalimatnya.
Ardan tersenyum mendengar ucapan perempuan itu, tapi tatapan matanya tetap terlihat dingin. “Apa kamu tidak mau hidup terjamin tanpa perlu bekerja keras?”
Lita menatap tajam ke arah Ardan. “Tuan yang kaya dan terhormat, bekerja keras adalah pilihan hidup saya, jadi berhentilah menawarkan sesuatu yang seperti itu, bukannya anda mampu menyewa siapa pun yang berkenan menjadi istri anda?” jawab Lita kesal.
‘Menawarkan?’
Mendengar ucapan tersebut membuat Ardan tersenyum lagi dengan tatapan dingin. Ia mendekatkan tubuhnya ke Lita lalu berbisik di telinga perempuan itu, “kalau begitu biar saya ubah diksinya, saya tidak menawarkan, ini permintaan yang harus kamu terima.”
Tatapan mata Lita terlihat seperti ingin memukul pria di hadapannya itu meski tubuhnya tiba-tiba gemetar. Ia tidak mengerti dengan maksud pria di hadapannya.
‘Bagaimana bisa dia seenaknya menyuruh orang yang baru dikenalnya untuk menjadi istrinya?’
“Saya tidak ingin terlibat urusan dengan orang seperti anda!” ucap Lita yang kemudian melangkah cepat.
“Tidak usah diantar, saya harap saya tidak pernah melihat anda lagi!” ucap Lita lagi dengan eskpresi marah. Ia langsung keluar dari rumah itu dengan tergesa-gesa.
Meski yakin ia tidak akan bertemu dengan pria itu lagi, entah kenapa ia bisa merasakan ucapan pria itu bukanlah hanya ucapan biasa.
Ada rasa tidak nyaman yang memberatkan hatinya. ‘Kenapa bocah selucu itu punya ayah kurang ajar begitu?’
Ardan hanya diam termangu di tempatnya. ‘Bukannya perempuan senang jika hidupnya bisa terjamin? Kenapa dia menolak tanpa menanyakan penawaran ku terlebih dulu?’
/Drrttt…drrtt…/
/klik…/
“Bos, saya sudah memotret dia dan mengirim fotonya ke bos. Setelah ini saya dapat tugas apa lagi?”
“Selidiki semuanya tentang perempuan itu.”
“Oke.”
/Klik…/
Pria berkemeja hitam tersebut membuka pesan masuk lalu mengamati sebuah foto yang memperlihatkan dengan jelas Lita sedang menggendong Alen sambil tersenyum.
“Tuan, nyonya Isana datang berkunjung ke rumah yang ada di GrandCitra,” ucap seorang asisten rumah tangga yang tiiba-tiba muncul.
Ardan mengangguk, ia memang sengaja menyembunyikan alamat rumah yang ia pakai dan hanya memberikan alamat rumah lain yang jarang ia kunjungi.
Pria tampan itu melangkahkan kakinya kembali ke kamar putranya. Ia lagi-lagi teringat Lita yang menatap Alen dengan tatapan lembut namun menatapnya dengan tatapan tajam.
“Dia sepertinya benar-benar menyayangi mu,” gumam Ardan pelan sambil melihat Alen yang tertidur lelap.
“Kamu akan mendapatkan semua yang kamu inginkan dan papa akan membuatnya begitu,” ucap Ardan lagi dengan ekspresi serius. Ia mencium kening putranya sebelum kemudian bangkit dan pergi dari ruangan itu.
“Karti… .”
Seorang perempuan paruh baya muncul dengan tergesa-gesa. “Ya tuan?”
“Saya pergi dulu, kalau Alen bangun dan menanyakan mamanya, bilang ke dia kalau mamanya kembali bekerja dan akan kembali menemuinya jika ia bersikap baik.”
“Baik,” jawab Karti tanpa bertanya apa pun.
Karti sudah bekerja di kediaman itu sejak lama dan melakukan semua permintaan tuannya tanpa bertanya meski terkadang merasa penasaran.
“Ingatkan Pak Karmin untuk tidak membukakan pintu kepada siapa pun selain saya.”
“Baik.”
Ardan melangkahkan kakinya menuju garasi lalu mengendarai mobilnya yang lain. Ia menolak diantar karena pak Karmin dan semua asisten rumah tangga itu memang ditugaskan untuk menjaga Alen saat berada di kota tersebut. Ia tidak ingin ada hal-hal buruk yang menimpa putranya saat ia tidak ada di sekitar bocah itu.
Pria tersebut mencoba memikirkan jawaban yang harus ia siapkan jika ibunya bertanya tentang perempuan yang diduga ibunya sebagai istri yang dinikahi diam-diam.
***
“Mama sudah menunggu sejak tadi?” tanya Ardan yang kemudian duduk di seberang ibunya.
“Darimana saja kamu?!”
“Saya berjalan-jalan sebentar.”
Pandangan wanita tua itu melihat ke sekeliling untuk mencari sosok cucunya dan perempuan yang dikiranya sebagai istri Ardan.
“Dimana Arlen dan perempuan itu?”
“Alen ada di tempat yang aman, begitupun istri saya… .”
“Aman? Kamu sengaja kan membawanya ke sini untuk menyembunyikannya bersama perempuan itu?”
“Memangnya kenapa? Selama ini mama selalu khawatir Alen kesepian, bukankah bagus jika ia bersama mamanya?”
“Ceraikan dia! Lebih baik kamu menikahi perempuan baik-baik bukan perempuan liar sepertinya!”
“Dia perempuan baik-baik, ma!”
“Apa ada perempuan baik-baik yang mempunyai anak lebih dulu sebelum menikah?!”
“Itu salah Ardan, karena itu Ardan yang bertanggungjawab.”
“Salah mu? Kalau dia memang perempuan baik-baik seharusnya dia menjaga dirinya dengan benar bagaimanapun caranya!”
“Mama tidak perlu ikut campur dengan kehidupan saya, saya tidak akan menceraikannya.”
“Dasar anak kurang ajar!”
Isana langsung bangkit dan pergi dengan wajah merah padam menahan amarah. Ia jauh-jauh datang ke Semarang setelah mendesak sopir pribadi Ardan untuk mengatakan dimana anaknya berada, tapi putranya ternyata malah menemui perempuan yang dinikahinya diam-diam.
Seusai perginya sang ibu, Ardan langsung menghubungi asisten pribadinya. “Kamu sudah dapat informasi tentang perempuan itu?”
“Ya, tidak sulit cari informasi tentang nona itu di era teknologi seperti ini, tapi... .”
Mendengar ucapan yang tampak ragu membuat Ardan mengernyitkan keningnya. “Ada apa?”
“Perempuan yang bos cari itu karyawan di salah satu perusahaan milik ayah bos.”
Ardan tampak kaget dengan informasi itu. “Dimana?”
“Dia salah satu editor di media H&U, saya sudah mengirim informasi lengkapnya, lalu selain itu… ,” ucap pria itu ragu.
“Selain itu??”
“Dia sudah punya pacar… .”
“Hmm, aku sudah menduganya,” jawab Ardan santai.
“Terus bagaimana bos?”
“Awasi dia dan cari tahu lebih banyak tentangnya, pindah lah di dekatnya, mama mungkin akan mencoba mencari tahu, jadi kalau bisa halangi informasi yang mungkin bisa mama dapat.”
“Oke.”
“Ingat pesan ku, pastikan Lita aman. Informasi kepindahan mu akan ku sampaikan ke Pak Andi nanti.”
“Siap.”
/Klik…/
Ardan menutup panggilan itu kemudian membuka galeri foto lalu memandangi foto Lita yang sedang bersama Alen sambil tersenyum simpul.
‘Aku harus mendapatkan perempuan itu secepatnya,’ gumam Ardan dalam hati.
*****
Lita sampai di rumahnya menjelang sore hari. Ia merasa lelah karena tiba-tiba terlibat masalah dengan orang yang baru dikenalnya.Perempuan itu meraih ponsel miliknya lalu memeriksa semua pesan masuk. Beberapa temannya menanyakan tentang kejadian siang tadi.“Sebaiknya aku tidak cerita tentang penawaran itu ke mereka,” gumam Lita pelan.Tatapan matanya tampak sayu karena ia merasa lelah. ‘Apa bocah itu akan mencari ku begitu dia bangun?’ Dahi Lita mengernyit, ia tidak tahu kenapa masih saja memikirkan bocah yang baru dikenalnya.Lamunannya buyar begitu ia mendengar ponselnya bergetar. Ada ajakan untuk berkumpul dari teman-teman terdekatnya.Setelah membalas pesan, Lita segera mandi lalu bersiap. Ia tiba-tiba lupa dengan rasa lelahnya karena merasa bersemangat untuk bertemu teman-temannya. Ia ingin memaksimalkan waktu liburannya untuk bersenang-senang sebelum kembali ke kota tempat ia bekerja besok.“Kamu baru aja pulang, mau kemana lagi sekarang?” tanya nenek Kinanti heran saat meliha
“Perkenalkan, saya Gio, mohon bantuannya dan semoga saya bisa berteman baik dengan kalian semua.” Perkenalan tersebut berlangsung cepat karena Angga tiba-tiba mendapat telepon. Semua menyambut ramah Gio, tapi Lita merasa sedikit terganggu ketika mendengar tempat asal Gio yang disebut dari Semarang. ‘Apa aku jadi mudah mencurigai orang karena lagi-lagi aku teringat kejadian itu?’ gumam Lita dalam hati. “Tara, kamu jelaskan ke Gio ya tugasnya apa aja, sekalian bawa dia keliling kantor supaya tahu semua lokasi kantin dan lainnya,” ucap Angga terburu-buru. “Memangnya bos mau kemana?” tanya Lita yang penasaran dengan sikap Angga yang tampak panik. “Ada rapat mendadak, udah ya semuanya aku nitip kantor.” Setelah mengucapkan itu, Angga langsung pergi begitu saja. “Ehmm, jadi darimana saya harus memulai, Lita?” tanya Gio dengan senyum ramah. Lita memandang Gio dengan ekspresi heran. Sejauh yang ia ingat, teman-temannya memanggilnya Tar
“Siapa?”Gio mengangkat bahunya lalu kembali fokus membereskan barangnya. Ekspresi Lita berubah begitu menyadari sesuatu. Ia langsung memeriksa ponselnya lalu segera berkemas.“Aku pulang duluan ya.”Semuanya hanya melambaikan tangannya. Lita langsung melangkah cepat dan keluar dari tempat ia bekerja.“Rey!”Seorang laki-laki yang sedang duduk di bangku taman depan kantor H&U Media itu menoleh ke arah sumber suara.Pria itu memiliki wajah yang tampan. Tubuhnya tinggi, kulitnya bersih, rambutnya hitam lurus. Potongan rambut mullet yang merupakan padu padan shaggy dengan surai sejajar alis tampak serasi dengan wajah oval yang dimilikinya.Orang yang baru pertama kali melihatnya pasti mengira ia seorang model atau aktor karena penampilannya yang menawan. Hidung mancungnya dengan tatapan mata yang teduh membuat Lita tidak pernah bosan memandangi pria itu.“Lita,” panggil Rey sambi
“Litara?” Perempuan itu menoleh ke arah sumber suara. “Oh? Gio? Aku hampir tidak mengenali karena kamu tidak pakai kacamata.” Penampilan pria itu memang berbanding terbalik saat di kantor yang terkesan lebih elegan. Kaos yang basah oleh keringat yang dipakainya saat ini membuatnya terlihat segar dan maskulin. Tatapan mata Gio beralih ke kotak bekal. Satu kotak berwarna biru berisi sushi tampak sudah dimakan sebagian. “Kamu kesini sambil bawa bekal?” “Sebenarnya tadi aku mau jalan-jalan tapi tidak jadi, karena udah terlanjur ku siapkan, jadi yaudah ku bawa kesini.” “Oh begitu? Aku boleh minta bekalnya?” “Kalau mau bawa aja semua.” “Wah boleh? Makasih loh.” Gio segera menggeser kotak bekal tersebut mendekat ke tempat ia duduk. Pandangan Lita kembali fokus menatap anak kecil yang sedang bermain di kejauhan. Gio menoleh ke arah perempuan itu melihat. “Kangen anak mu?” Tatapan Lita langsung beralih ke pria di
“Ada apa Gio?” “Tidak, bukan apa-apa… .” “Kenapa tidak diangkat?” “Ehmm, bukan sesuatu yang penting.” Lita memandang Gio dengan ekspresi heran. Ia sempat melihat sekilas nama kontak dari seseorang yang menelepon Gio. ‘Yang menelepon itu bosnya yang lain ya? Apa dia jadi gugup karena sedang di kantor?’ gumam Lita dalam hati. “Aku akan pura-pura tidak dengar, kamu angkat saja sepertinya penting, dari bos mu yang lain kan?” Gio tiba-tiba terlihat semakin gugup setelah mendengar ucapan Lita.“Kalau begitu saya permisi dulu.” Dahi Lita mengernyit, ia tidak mengerti kenapa Gio tampak begitu gugup. ‘Apa pekerjaan lainnya dia itu berkaitan dengan hal rahasia jadi dia takut begitu?’ /Tok..tok../ “Ya silakan masuk.” Seorang perempuan berkacamata bundar muncul dari balik pintu. Ia adalah editor eksekutif baru yang akan sering bekerja dengan Lita secara langsung. Perempuan tersebut menyampaikan
Suara dingin dari pria di seberang telepon itu membuat Gio langsung meletakkan sendoknya. Ekspresi Gio berubah tapi ia masih belum mengatakan apa pun.“Aku meminta mu pindah untuk mengawasinya bukan untuk mendekati perempuan itu,” ucap pria di seberang telepon itu lagi.Pandangan Gio beralih ke arah lain setelah mendengar ucapan itu, mencoba mencari seseorang yang mungkin sedang mengamatinya. Namun ia tidak menemukan sosok yang dicarinya.“Apa kamu perlu diingatkan tugas mu?”“Saya ingat…,” jawab Gio pelan.“Jangan melewati batas, perempuan itu milik ku!”“Saya mengerti… .”/klik…/“Ada apa?” tanya Lita yang bingung saat melihat wajah Gio menjadi pucat.“Tidak, saya lupa mengerjakan pekerjaan dari bos saya yang lain, jadi saya sedikit diingatkan.”Lita hanya mengangguk dan tidak bertanya lagi meski merasa aneh
Gerimis masih turun, tapi Lita tetap menunggu ojek online di depan gedung tempat kekasihnya bekerja. Ekspresi perempuan itu tampak buruk. Tatapan matanya menyiratkan kesedihan mendalam di hatinya. “Waduh neng, saya tidak bawa jas hujan tambahan,” ucap bapak ojek online. “Tidak apa-apa pak, dekat kok hanya lima menit dari sini.,” jawab Lita dengan suara parau. Bapak ojek online itu mengangguk dan mengantarkan penumpangnya ke tempat tujuan. Lita bisa merasakan dinginnya air hujan yang turun rintik-rintik. Ia bisa merasakan hatinya ikut merasa kedinginan. Namun ia tetap mengatakan berulang kali dalam kepalanya bahwa semua akan segera membaik. Setelah sampai di tempat ia bekerja, Lita segera bergegas masuk untuk berganti pakaian. Ia memang menyediakan pakaian ganti di lokernya untuk persiapan jika tiba-tiba perlu berganti saat ada acara mendadak dan hal itu sangat berguna sekarang. Gio tampak bingung saat melihat Lita melangkah cep
Lita tetap bekerja seperti biasa meski suasana hatinya tidak seceria sebelumnya. Ia tetap bisa bersikap profesional dan tersenyum ramah kepada orang lain. Kedatangannya ke tempat kerja Rey pada hari itu tidak dikatakan kepada kekasihnya karena Lita tahu, hal itu tidak akan memperbaiki keadaan dan justru bisa memperburuk. Ia tetap bersikap biasa dan berusaha menanyakan kabar Rey lebih dulu. Walaupun terkadang pikiran buruknya muncul, Lita tetap bertahan dan meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja. Setelah kembalinya Rey dari luar kota, pria itu menemui Lita sekali dan mengatakan hal yang sama. Ia masih belum bisa sering menemui Lita dengan alasan pekerjaan yang masih menumpuk. Hari berlalu tapi hubungan yang sudah terlanjur renggang itu tidak menunjukkan tanda-tanda membaik. Janji yang diucapkan Rey hampir semuanya dibatalkan begitu saja dengan alasan yang sama. Namun Lita tetap menunggu dan mencoba mengerti kesibukan kekasihnya yang