Share

4. Intuisi

Ekspresi Lita langsung berubah seketika saat mendengar penawaran untuk menjadi istri pria yang baru dikenalnya itu.

“Saya tidak mau,” jawab Lita tegas.

“Kenapa? Saya bisa menjamin kehidupan mu dan kamu tidak perlu bekerja keras.”

“Saya tidak mau terlibat masalah dengan orang yang baru saya kenal. Sebaiknya anda tawarkan kerjasama itu ke perempuan lain, pasti banyak yang mau dijamin kehidupannya,” ucap Lita menekankan akhir kalimatnya.

Ardan tersenyum mendengar ucapan perempuan itu, tapi tatapan matanya tetap terlihat dingin. “Apa kamu tidak mau hidup terjamin tanpa perlu bekerja keras?”

Lita menatap tajam ke arah Ardan. “Tuan yang kaya dan terhormat, bekerja keras adalah pilihan hidup saya, jadi berhentilah menawarkan sesuatu yang seperti itu, bukannya anda mampu menyewa siapa pun yang berkenan menjadi istri anda?” jawab Lita kesal.

‘Menawarkan?’

Mendengar ucapan tersebut membuat Ardan tersenyum lagi dengan tatapan dingin. Ia mendekatkan tubuhnya ke Lita lalu berbisik di telinga perempuan itu, “kalau begitu biar saya ubah diksinya, saya tidak menawarkan, ini permintaan yang harus kamu terima.”

Tatapan mata Lita terlihat seperti ingin memukul pria di hadapannya itu meski tubuhnya tiba-tiba gemetar. Ia tidak mengerti dengan maksud pria di hadapannya.

‘Bagaimana bisa dia seenaknya menyuruh orang yang baru dikenalnya untuk menjadi istrinya?’

“Saya tidak ingin terlibat urusan dengan orang seperti anda!” ucap Lita yang kemudian melangkah cepat.

“Tidak usah diantar, saya harap saya tidak pernah melihat anda lagi!” ucap Lita lagi dengan eskpresi marah. Ia langsung keluar dari rumah itu dengan tergesa-gesa.

Meski yakin ia tidak akan bertemu dengan pria itu lagi, entah kenapa ia bisa merasakan ucapan pria itu bukanlah hanya ucapan biasa.

Ada rasa tidak nyaman yang memberatkan hatinya. ‘Kenapa bocah selucu itu punya ayah kurang ajar begitu?’

Ardan hanya diam termangu di tempatnya. ‘Bukannya perempuan senang jika hidupnya bisa terjamin? Kenapa dia menolak tanpa menanyakan penawaran ku terlebih dulu?’

/Drrttt…drrtt…/

/klik…/

“Bos, saya sudah memotret dia dan mengirim fotonya ke bos. Setelah ini saya dapat tugas apa lagi?”

“Selidiki semuanya tentang perempuan itu.”

“Oke.”

/Klik…/

Pria berkemeja hitam tersebut membuka pesan masuk lalu mengamati sebuah foto yang memperlihatkan dengan jelas Lita sedang menggendong Alen sambil tersenyum.

“Tuan, nyonya Isana datang berkunjung ke rumah yang ada di GrandCitra,” ucap seorang asisten rumah tangga yang tiiba-tiba muncul.

Ardan mengangguk, ia memang sengaja menyembunyikan alamat rumah yang ia pakai dan hanya memberikan alamat rumah lain yang jarang ia kunjungi.

Pria tampan itu melangkahkan kakinya kembali ke kamar putranya. Ia lagi-lagi teringat Lita yang menatap Alen dengan tatapan lembut namun menatapnya dengan tatapan tajam.

“Dia sepertinya benar-benar menyayangi mu,” gumam Ardan pelan sambil melihat Alen yang tertidur lelap.

“Kamu akan mendapatkan semua yang kamu inginkan dan papa akan membuatnya begitu,” ucap Ardan lagi dengan ekspresi serius. Ia mencium kening putranya sebelum kemudian bangkit dan pergi dari ruangan itu.

“Karti… .”

Seorang perempuan paruh baya muncul dengan tergesa-gesa. “Ya tuan?”

“Saya pergi dulu, kalau Alen bangun dan menanyakan mamanya, bilang ke dia kalau mamanya kembali bekerja dan akan kembali menemuinya jika ia bersikap baik.”

“Baik,” jawab Karti tanpa bertanya apa pun.

Karti sudah bekerja di kediaman itu sejak lama dan melakukan semua permintaan tuannya tanpa bertanya meski terkadang merasa penasaran.

“Ingatkan Pak Karmin untuk tidak membukakan pintu kepada siapa pun selain saya.”

“Baik.”

Ardan melangkahkan kakinya menuju garasi lalu mengendarai mobilnya yang lain. Ia menolak diantar karena pak Karmin dan semua asisten rumah tangga itu memang ditugaskan untuk menjaga Alen saat berada di kota tersebut. Ia tidak ingin ada hal-hal buruk yang menimpa putranya saat ia tidak ada di sekitar bocah itu.

Pria tersebut mencoba memikirkan jawaban yang harus ia siapkan jika ibunya bertanya tentang perempuan yang diduga ibunya sebagai istri yang dinikahi diam-diam.

***

“Mama sudah menunggu sejak tadi?” tanya Ardan yang kemudian duduk di seberang ibunya.

“Darimana saja kamu?!”

“Saya berjalan-jalan sebentar.”

Pandangan wanita tua itu melihat ke sekeliling untuk mencari sosok cucunya dan perempuan yang dikiranya sebagai istri Ardan.

“Dimana Arlen dan perempuan itu?”

“Alen ada di tempat yang aman, begitupun istri saya… .”

“Aman? Kamu sengaja kan membawanya ke sini untuk menyembunyikannya bersama perempuan itu?”

“Memangnya kenapa? Selama ini mama selalu khawatir Alen kesepian, bukankah bagus jika ia bersama mamanya?”

“Ceraikan dia! Lebih baik kamu menikahi perempuan baik-baik bukan perempuan liar sepertinya!”

“Dia perempuan baik-baik, ma!”

“Apa ada perempuan baik-baik yang mempunyai anak lebih dulu sebelum menikah?!”

“Itu salah Ardan, karena itu Ardan yang bertanggungjawab.”

“Salah mu? Kalau dia memang perempuan baik-baik seharusnya dia menjaga dirinya dengan benar bagaimanapun caranya!”

“Mama tidak perlu ikut campur dengan kehidupan saya, saya tidak akan menceraikannya.”

“Dasar anak kurang ajar!”

Isana langsung bangkit dan pergi dengan wajah merah padam menahan amarah. Ia jauh-jauh datang ke Semarang setelah mendesak sopir pribadi Ardan untuk mengatakan dimana anaknya berada, tapi putranya ternyata malah menemui perempuan yang dinikahinya diam-diam.

Seusai perginya sang ibu, Ardan langsung menghubungi asisten pribadinya. “Kamu sudah dapat informasi tentang perempuan itu?”

“Ya, tidak sulit cari informasi tentang nona itu di era teknologi seperti ini, tapi... .”

Mendengar ucapan yang tampak ragu membuat Ardan mengernyitkan keningnya. “Ada apa?”

“Perempuan yang bos cari itu karyawan di salah satu perusahaan milik ayah bos.”

Ardan tampak kaget dengan informasi itu. “Dimana?”

“Dia salah satu editor di media H&U, saya sudah mengirim informasi lengkapnya, lalu selain itu… ,” ucap pria itu ragu.

“Selain itu??”

“Dia sudah punya pacar… .”

“Hmm, aku sudah menduganya,” jawab Ardan santai.

“Terus bagaimana bos?”

“Awasi dia dan cari tahu lebih banyak tentangnya, pindah lah di dekatnya, mama mungkin akan mencoba mencari tahu, jadi kalau bisa halangi informasi yang mungkin bisa mama dapat.”

“Oke.”

“Ingat pesan ku, pastikan Lita aman. Informasi kepindahan mu akan ku sampaikan ke Pak Andi nanti.”

“Siap.”

/Klik…/

Ardan menutup panggilan itu kemudian membuka galeri foto lalu memandangi foto Lita yang sedang bersama Alen sambil tersenyum simpul. 

‘Aku harus mendapatkan perempuan itu secepatnya,’ gumam Ardan dalam hati.

*****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status