Share

5. Tanda

Lita sampai di rumahnya menjelang sore hari. Ia merasa lelah karena tiba-tiba terlibat masalah dengan orang yang baru dikenalnya.

Perempuan itu meraih ponsel miliknya lalu memeriksa semua pesan masuk. Beberapa temannya menanyakan tentang kejadian siang tadi.

“Sebaiknya aku tidak cerita tentang penawaran itu ke mereka,” gumam Lita pelan.

Tatapan matanya tampak sayu karena ia merasa lelah. ‘Apa bocah itu akan mencari ku begitu dia bangun?’ Dahi Lita mengernyit, ia tidak tahu kenapa masih saja memikirkan bocah yang baru dikenalnya.

Lamunannya buyar begitu ia mendengar ponselnya bergetar. Ada ajakan untuk berkumpul dari teman-teman terdekatnya.

Setelah membalas pesan, Lita segera mandi lalu bersiap. Ia tiba-tiba lupa dengan rasa lelahnya karena merasa bersemangat untuk bertemu teman-temannya. Ia ingin memaksimalkan waktu liburannya untuk bersenang-senang sebelum kembali ke kota tempat ia bekerja besok.

“Kamu baru aja pulang, mau kemana lagi sekarang?” tanya nenek Kinanti heran saat melihat cucunya sudah rapi dan wangi.

“Mau ketemu temen lagi, nek. Besok kan Lita sudah harus kembali ke Jakarta.”

“Memangnya kamu tidak capek bepergian terus?”

“Biarkan dia, bu. Lita kan jarang bertemu teman-temannya,” sahut kakek Karsam yang kemudian menyeruput kopinya.

Nenek Kinanti hanya menghela nafas panjang karena suaminya selalu membela sang cucu.

“Lita pamit dulu ya.”

Lita melangkah meninggalkan rumah tua itu dengan senyum merekah. Ia memesan ojek online menuju tempat teman-temannya yang sudah berkumpul.

Suasana kafe yang sering ia kunjungi dulu membuatnya merasa nostalgia dengan masa perkuliahan yang dipenuhi cerita dan kenangan.

“Lita!”

Perempuan yang merasa namanya dipanggil itu menoleh ke arah sumber suara. Ia tersenyum begitu melihat teman-temannya sudah berkumpul.

“Hai Lita,” sapa pria berambut coklat sambil tersenyum.

“Hai juga, eh emang kamu boleh disini? Nanti pacar mu ngamuk lagi,” balas Lita sambil tersenyum. Ia duduk di salah satu kursi kosong di samping Mira.

“Lagi marahan mereka,” sahut Rini sambil tertawa.

“Eh Lita, kamu tahu tidak mantan mu yang dulu, akan menikah tahun depan?” tanya Saras membuka suara.

Semua teman dekat Lita yang ada di sekeliling meja itu menatap ke arahnya. Mereka mencoba melihat reaksinya. “Benarkah? Kalau begitu bagus. Mira juga bukannya akan menikah tahun depan?”

Perempuan bernama Mira itu tersenyum. “Ya, tapi itu masih terhitung lama karena aku akan menikah di penghujung tahun.”

Obrolan itu berlanjut, semuanya berbicara tentang topik pernikahan yang biasa dibahas oleh laki-laki dan perempuan seusia mereka.

“Kamu kapan nyusul sama Rey?” tanya Iren penasaran.

“Rencananya tahun depan kami akan bertunangan,” jawab Lita sambil tersenyum. Ada semu merah di pipinya saat ia mengingat kekasihnya.

“Oh iya, ta. Tadi siang bocah yang manggil kamu mama itu siapa?” tanya Iren mengalihkan pembicaraan.

Pandangan Lita beralih ke Iren. Ia tidak mengerti kenapa temannya itu bertanya lagi padahal ia sudah menjelaskannya melalui pesan singkat.

“Aku juga tidak kenal… ,” jawab Lita sambil menghela nafas. Ia teringat lagi tatapan pria yang seolah mampu membuatnya membeku itu.

Teman-teman yang tidak melihat kejadian itu mengernyitkan keningnya. “Bocah?”

Lita mulai menceritakan kejadian tersebut. Ia hanya mengatakan sebagian dari apa yang dialaminya dan sama sekali tidak mengatakan tentang penawaran dari ayah bocah itu.

“Eh tapi kenapa dia manggil kamu mama, ta?” tanya Iren sambil mengernyitkan keningnya.

“Aku juga tidak tahu, sebenarnya aku ingin bertanya, tapi takut menyinggung… ,”

Semua teman Lita mengangguk mengerti meski sebagian di antara mereka merasa ada keanehan pada penjelasan perempuan itu.

Iren bahkan mulai menaruh rasa curiga karena ia mengetahui bahwa dulu Lita sempat menghilang selama satu tahun.

Perempuan berkacamata itu bergumam dalam hati, ‘tidak mungkin kan ada bocah yang tiba-tiba memanggil orang lain dengan sebutan mama? Apa jangan-jangan penyebab Lita yang dulu tidak ada kabarnya selama satu tahun itu karena–‘

“Oh iya, tadi di dekat tempat reuni ada aktris yang sekarang naik daun loh, aku sempat minta foto,” ucap Rini sambil memamerkan potret dirinya bersama seorang aktris cantik.

Melihat Rini menunjukkan potret bersama seorang aktris membuat Iren langsung mengeluarkan ponselnya dan memamerkan hal yang sama.

Lita tampak kaget saat melihat layar ponsel Rini. Ia yakin betul bahwa wanita yang menemui Ardan adalah aktris cantik itu.

Saat teman-temannya sedang membicarakan aktris tersebut, Lita hanya terdiam di tempatnya. Ia mulai merasakan sesuatu yang tidak nyaman di hatinya.

***

Waktu berlalu cepat, Lita telah kembali ke Jakarta setelah menghabiskan waktu cuti di kota kelahirannya. Ia sudah kembali ke rutinitas awal yang membosankan sejak beberapa hari lalu. Pergi pagi, pulang sore lalu mengulangi hal tersebut setiap hari.

“Bagaimana Tara liburannya?” tanya seorang laki-laki berkacamata yang disebut paling tampan di ruangan itu.

Perempuan itu memiliki nama lengkap Litara Diany. Teman kerja di lingkungan Jakarta memang terbiasa memanggil ia dengan nama Tara, karena itu adalah nama yang ia sebutkan mulai awal masuk perusahaan tersebut.

Sejak mengalami hal buruk beberapa tahun lalu, Lita menjadi lebih waspada terhadap banyak hal. Ia bahkan memperkenalkan diri dengan nama panggilan berbeda dari tempat asalnya agar merasa lebih aman.

“Tentu saja senang karena bisa bertemu teman-teman lama,” jawab Lita sambil memeriksa pekerjaan yang harus ia lakukan hari itu. Ia enggan membahas kejadian menyebalkan yang sempat menimpanya.

“Pengen liburan juga,” sahut Lina sambil memainkan bolpoin di tangannya.

“Jatah cuti mu tahun ini habis kan?”

“Ya mau bagimana lagi? kakak ku saat itu menikah dan aku diminta pulang kampung cepat.”

“Tenang, beberapa bulan lagi sudah ganti tahun, kita bisa libur semua.” Kali ini pria berkacamata kotak itu mencoba menghibur.

Lita hanya geleng-geleng kepala karena pergantian tahun yang dimaksud editor pelaksana itu masih sekitar empat bulan lagi.

“Oh iya, kita hari ini bakal kedatangan anggota tim baru.”

“Ada anggota baru? Pantas saja ada meja baru di seberang Lita,” sahut Nia yang langsung bersemangat.

“Dia pindahan dari H Media yang ada di Semarang, karena kinerjanya bagus jadi sekarang dia ditempatkan di pusat,” ucap Angga menjelaskan.

Belum sempat berbicara lagi, seorang perempuan datang bersama dengan laki-laki tampan dengan kacamata bundar.

“Pak Angga, pak Gio sudah sampai.”

“Nah, udah datang. Thanks ya.”

Perempuan itu mengangguk lalu berlalu pergi. Angga langsung memperkenalkan Gio ke semua tim editor yang beranggotakan empat orang itu.

Pria itu memakai kemeja navy lengan panjang. Rambutnya bergelombang dengan model fluffy yang tampak serasi dengan kacamata bulatnya.

Wajahnya bersih tapi kumis tipis yang dibiarkan begitu saja membuat ia terlihat seperti pria yang sudah berumur. Badannya tegap, hal itu menunjukkan jelas bahwa pria tersebut berolahraga secara teratur.

“Ini anggota baru kita, Gio, silakan berkenalan.”

Pria bernama Gio itu memandang ke arah Lita, dia tersenyum lalu kemudian baru melihat ke seluruh anggota lainnya.

*****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status