Share

3. Mendapat Penawaran

“Ardan!”

Saat pria itu membalikan badannya, Lita bisa melihat seorang wanita tua sedang menuju ke arah mereka.

Wanita tua yang masih terlihat cantik itu mengenakan kebaya berwarna putih, rambutnya disanggul rapi, tangan kanannya memegang kipas sedangkan tangan kirinya menenteng tas tangan berukuran kecil.

“Kamu mau menyembunyikan anak mu dimana lagi sekarang?!”

Seorang pria paruh baya menyusul di belakang wanita tua tersebut dengan ekspresi tidak nyaman lalu berucap lirih sambil menatap Ardan, “maafkan saya, tuan.”

“Saya tidak menyembunyikannya, saya hanya menemani Alen jalan-jalan karena dia bosan,” jawab Ardan dengan ekspresi yang kembali menjadi datar.

“Jalan-jalan hingga sejauh ini? Kamu ini tidak becus mendidik anak, mama kan sudah bilang biar mama yang mengurus Arlen.”

“Tidak perlu ma… .”

Lita mematung di tempatnya sambil menatap ke arah Alen. Ia khawatir bocah kecil itu tiba-tiba terbangun.

Menyadari ada sosok lain di belakang Ardan, wanita tua yang dipanggil mama oleh pria itu menoleh ke arah Lita dengan ekspresi menyelidik.

“Jadi benar rumor yang beredar itu? Kamu menikah diam-diam?”

“Hngg… .” bocah kecil yang tertidur pulas itu tampak terganggu dengan suara-suara yang didengarnya.

Perempuan berambut panjang tersebut ingin segera meluruskan kesalahpahaman itu. Namun melihat Alen yang hampir terbangun, Lita justru menegur wanita tua itu.

“Maafkan saya menyela, jika pembicaraan kalian masih panjang tolong selesaikan di tempat lain, Alen saat ini sedang tidur karena kelelahan, tolong jangan membuatnya bangun,” ucap Lita dengan ekspresi dingin.

“Kamu berani menyela saya?”

Lita menatap wanita tua itu dengan ekspresi kesal kemudian langsung berjalan pergi meninggalkan dua orang yang tampak kaget itu. Ia tidak ingin terlibat dalam pertengkaran keluarga yang tidak dikenalnya.

‘Ardan pasti akan meluruskan kesalahpahaman itu dan akan menjelaskannya kepada ibunya kan?’ gumam Lita dalam hati.

Lita masuk ke mobil mewah berwarna hitam itu dengan perasaan campur aduk setelah diarahkan oleh pria tua yang merupakan supir pribadi Ardan. Ia sebenarnya merasa tidak tenang setelah berhadapan dengan wanita tua yang dipanggil mama oleh Ardan

‘Kamu benar-benar bodoh Lita, padahal nenek sudah mengingatkan ku untuk tidak ikut campur urusan orang lain’ keluhnya dalam hati.

Perempuan bermata coklat itu berharap tindakan impulsifnya tidak berakibat buruk. Ia yakin bahwa Ardan akan meluruskan kesalahpahaman yang ada karena ia sudah menolong putranya.

Lita tidak tahu keputusannya yang mau mengantar bocah itu lebih dulu akan membuat kehidupannya berantakan di masa yang akan datang.

Setelah berada di dalam mobil hitam itu, Lita mulai merasa tidak tenang dan ingin segera pergi saja. Namun saat melihat ke arah bocah kecil yang masih digendongnya, ada perasaan aneh yang membuatnya merasa tidak bisa mengabaikan anak kecil itu.

Lita menghela nafas panjang. Ia tidak menyangka bisa terlibat masalah ketika ia sedang berlibur di kota kelahirannya tersebut. Pandangan matanya beralih ke jam tangan miliknya. Ia menghela nafas panjang lagi karena seharusnya ia masih bersama teman-temannya.

‘Padahal besok aku harus kembali ke Jakarta… ,’ keluhnya dalam hati.

Ia kembali menatap Alen yang tertidur lelap sambil memegang erat bajunya. ‘Yah nggak apa-apa kan? Lagi pula aku masih bisa bertemu dengan teman-teman ku di lain waktu, sedangkan aku nggak bisa bertemu bocah ini lagi lagi.’

Perempuan bermata coklat itu menghela nafas lagi karena merasa aneh dengan dirinya yang senang memandangi bocah kecil yang baru dikenalnya.  

/Klek…/

Ardan duduk di samping Lita yang masih menggendong putranya. Ekspresi pria itu tampak kembali seperti semula, tanpa senyum dengan tatapan matanya yang dingin.

“Pembicaraan anda sudah selesai? Anda sudah menjelaskan tentang saya juga kan?”

“Ya,” jawab Ardan singkat. Ia tidak mengatakan hal yang sebenarnya kepada Lita.

“Terimakasih, berkat kamu Alen akan tetap bersama saya,” ucap Ardan lagi, kali ini ia tampak senang meski tidak tersenyum.

“Saya kan tidak bilang kalau saya setuju membantu anda.”

“Kita antar Alen dulu,” ucap Ardan mengabaikan perkataan lawan bicaranya.

“Tadi itu ibu anda?”

“Ya.”

“Kenapa anda dan ibu anda memanggil bocah ini dengan nama berbeda?”

“Namanya Arlen tapi karena ia belum bisa menyebut namanya sendiri dengan benar, saya mengikutinya memanggil Alen.”

Lita mengernyitkan keningnya. “Lalu perempuan yang tadi di mall itu siapa?”

“Saya akan menjelaskannya kalau kamu menerima kerjasama dengan saya.”

“Kerjasama?”

“Jadilah ibu untuk Alen.”

Suasana dalam kendaraan itu menjadi hening. Lita menatap Ardan dengan ekspresi terkejut. ‘Dia gila ya?’

Ardan bisa membaca jelas ekspresi bingung Lita yang menurutnya justru tampak menggemaskan.

“Saya akan turun disini,” ucap Lita tiba-tiba setelah terdiam selama beberapa waktu.

“Tidak bisa, kita harus mengantar Alen dulu, atau kamu mau membangunkannya sekarang?”

Lita diam, sekarang ia semakin merasa tidak nyaman dengan pria yang baru dikenalnya itu. Ia merasakan firasat buruk namun saat melihat wajah bocah kecil yang tertidur itu, ia merasa tidak bisa meninggalkan bocah tersebut tiba-tiba.

Setelah saling diam selama beberapa waktu, mobil hitam mewah itu memasuki komplek perumahan yang asri kemudian berhenti di sebuah rumah minimalis benuansa coklat.

Halaman rumah tersebut cukup luas dengan taman kecil di depannya. Ada berbagai macam tanaman hias dan pohon yang rindang di sisi sebelah kiri.

Ardan turun lebih dulu lalu membukakan pintu untuk Lita. Perempuan itu tidak tersenyum atau mengucapkan satu kata pun. Ia hanya mengikuti langkah kaki pria itu.

“Mama…,” gumam Alen yang masih terlelap dalam tidurnya.

Lita tersenyum sambil mengelus lembut kepala bocah kecil itu. Ia merasa gemas dengan tingkah bocah yang menurutnya lucu itu.

Tatapan mata Lita beralih ke arah lain saat ia merasa mendengar suara kamera. Namun ia tidak menemukan apa pun.

“Ada apa?” tanya Ardan yang melihat Lita berhenti tiba-tiba.

“Tidak ada apa-apa… .”

‘Apa itu perasaan ku saja?’ gumam Lita dalam hati.

Dua asisten rumah tangga menyambut kepulangan pemilik rumah tersebut. Namun Ardan segera menyuruh mereka pergi lalu mengarahkan Lita menuju kamar tidur yang cukup luas.

“Tidurkan Alen perlahan, jangan sampai dia terbangun,” ucap Ardan pelan.

Lita menurut meski merasa kesal, ia meletakkan Alen dengan hati-hati di ranjang yang luas itu.

“Mama… ,” ucap Alen lirih dengan mata yang masih terpejam. Tangan bocah itu masih menggenggam erat baju Lita.

Dengan berbagai usaha akhirnya Lita bisa melepaskan pakaiannya dari genggaman bocah kecil itu. Ardan yang melihat itu hanya tersenyum di balik tangan yang sejak tadi diletakkan di depan bibirnya.

Lita menggerakan tangannya pelan, rasa pegal baru terasa setelah Alen tidak lagi digendongnya.

“Kamu mau pulang sekarang atau istirahat dulu?” tanya Ardan mencoba bersikap ramah.

“Saya akan pulang sekarang,” jawab Lita singkat.

Ardan mengangguk lalu melangkah keluar ruangan tersebut diikuti oleh Lita yang masih kesal dengan hal yang dialaminya hari ini.

“Kamu tidak mau mempertimbangkan penawaran saya? Jadilah istri saya selama beberapa tahun untuk merawat Alen.”

Ekspresi Lita langsung berubah seketika saat mendengar apa yang diucapkan pria yang baru dikenalnya itu.

*****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status