Pengakuan BerbahayaJayid mengendurkan pelukan sambil menipiskan bibir lalu memalingkan pandangan, dengan berat hati dia mengakui tentang kakeknya yang bernama Solomone Razee. Pikiran cerdasnya menduga bahwa, ada sesuatu yang buruk dengan kakeknya, hingga menyebabkan Nawa bertanya demikian.Sementara Nawa menatap Jayid dengan penuh tanda tanya, jika benar pria ini adalah cucu dari Solomon, berarti majikannya yang selama ini selalu baik dan ramah, pun bagian darinya. Tiba-tiba dia menyesal, mengapa tidak memperhatikan silsilah foto keluarga Misela yang jelas terpampang di salah satu dinding perusahaan. Masalahnya waktu itu dia tidak tahu bagaimana wajah pria yang, menurut Rasyid terlibat dalam kematian kedua orang tuanya.“Maaf, sepertinya aku tidak bisa bekerja pada kalian lagi!” kata Nawa sambil melangkah keluar dari kamar Jayid. Dia mengusap air matanya yang kembali mengalir.Seketika dia ingat bagaimana keadaan kedua orang tuanya yang sudah meninggal dua tahun yang lalu. Nawa
Pergi Tanpa Pamit“Ya, aku bersumpah bahwa kau tidak akan bernafsu dengan wanita lain kecuali dari keluarga Lawira!”“Kau kejam Kakek! Kalau memang menyayangiku maka, kau tidak akan mengikatku dengan peraturan seperti itu, Misela saja boleh menikah dengan laki-laki lain kenapa aku tidak?”“Aku tidak menyalahkan Misela karena anak dari Lawira pun tidak mau menikah dengannya!”“Lalu, kenapa kau memaksaku? Bagaimana kalau anak perempuan dari keluarga Lawira pun tidak mau menikah denganku, apakah kau tetap mengutukku hingga aku tidak bernafsu dengan wanita lain, begitu? Nah, cabut kembali kata-katamu, Kakek!”“Aku tidak akan menandatangani surat warisan mu kalau kau tidak mau menurutiku, bahkan, Ibumu pun akan jatuh miskin kalau aku memberikan semua kekayaan pada keluarga Lawira, apa kau mengerti?”“Ya! Ya! Baiklah. Tapi, apa kau yakin mereka punya cucu perempuan dan berjodoh denganku?” tanya Jayid, dia sebenarnya sangat merasa terpaksa.“Aku berharap tidak salah kali ini, biarkan
Tidak Ada Penyesalan“Aku tidak punya urusan denganmu!” kata Nawa pada Aida yang baru saja menyapa dan kembali mendorong troli belanjaannya untuk menjauh, tidak ada gunanya meladeni perempuan yang sudah merebut kekasihnya itu.Pada saat yang bersamaan, Aida menarik bahu Nawa dan berkata, “Apa kau benar-benar sahabatku? Kau banyak berubah sekarang Nawa!”“Siapa yang membuat aku berubah? Bukankah itu kau sendiri, Aida! Mana ada sahabat yang merebut tunangan sahabatnya dan sekarang kau merasa tidak bersalah?”“Bukankah kau sudah menyerahkan Marhan kepadaku?”“Dan kau menerima lelaki bekas yang jelas-jelas tidak setia! Kalian memang cocok, sama-sama penghianat!”“Bagiku, dia sempurna! Kau yang keterlaluan! Gara-gara ulahmu, pestaku hancur dan semua orang pergii! Padahal kau sudah merelakan pesta itu, bukan? Dasar munafik!”Nawa tertawa mendengar semua hal itu dari mulut Aida sendiri dan baru berhenti tertawa setelah seorang pria mendekat, dengan tatapan dingin dan acuh pada Nawa.Dia me
Aku SuamimuJayid membiarkan Nawa lepas dari pelukannya, tapi dia menutup pintu ruangan rapat-rapat lalu, duduk di sofa panjang sambil menyilangkan kakinya. “Duduklah di sini,” katanya sambil menepuk tempat kosong di sebelahnya. “Aku tidak mau!” jawab Nawa tetap berdiri di posisinya. “Aku suamimu, bukan?” “Bukan, kita belum menikah, jadi tidak ada istilah suami atau istri!” “Kalau begitu ayo! Sekarang, kita menikah!” “Aku tidak mau, karena kau bagian dari keluarga Solomon!” “Sebenarnya ada apa dengan nama Solomon itu?” “Dia siapa-mu?” “Kalau memang yang kau maksud adalah Solomona Razee, maka ... dia Kakekku, apa ada yang terjadi dengan kakekku dan keluargamu?” kata Jayid sambil memijit pelipisnya. “Kekuarganya sudah membunuh kedua orang tuaku!” “Itu tuduhan yang jahat, Kakekku tidak pernah dipenjara ... jadi, bagaimana dia bisa terlibat dalam pembunuhan kedua orang tuamu?” “Polisi menyatakan tidak ada pembunuhan dan murni kecelakaan tapi, ada cincin yang ditemukan polisi d
Menyembunyikan Sesuatu Jayid membiarkan Nawa keluar dari ruangan itu setelah mendapatkan semua barang belanjaannya yang diberikan oleh Rizal. Wanita itu pergi meninggalkannya begitu saja tanpa berpamitan.Pria itu diam menatap punggung Nawa yang menjauh, setelah itu bersandar sambil memejamkan mata dan memijat pelipisnya.“Apa yang harus aku lakukan, Kakek?” batinnya.“Kenapa Tuan melepaskannya lagi kali ini? Bukankah Anda bisa menjeratnya dengan sesuatu?” Rizal bertanya sambil membereskan beberapa berkas di sana.“Akan kupikirkan nanti, kau sudah membayarkan semua barang belanjaannya?”“Ya Tuan!”“Dan dia tidak mengucapkan terima kasih padamu?”“Aku rasa tidak!” Rizal menjawab sambil memikirkan sesuatu setelah yakin kalau perempuan itu pergi tanpa bicara sepatah kata pun.Jayid mengeluarkan ponselnya, tidak bisa menyimpan semua ini sendirian, hingga dia menghubungi Misela untuk bertemu.“Apa kau sibuk? Aku ingin bicara!”“Bicara saja sekarang, apa susahnya? Kalau kau mau
Apa Bedanya “Siapa maksud Tuan gadis yang bernama Nawa? Apa Tuhan bisa menaklukkan gadis barbar itu?”“Dia tidak barbar Cuma sedikit kasar!”“Apa bedanya? Gunakan saja seperti biasanya Anda menjebak Kline!”“Kau ini, tapi dia bulan klineku!”“Apa bedanya?”Jayid tidak menanggapi Rizal dan memejamkan matanya.Sementara itu di lokasi pemotretan, Misela menyeringai sambil wa mengirim pesan pada seseorang. Dalam pesannya dia meminta orang suruhannya untuk memata-matai Jayid sementara waktu. Setelah beberapa menit pesan terbaca, seseorang menghubunginya.“Apa lagi?” tanya Misela, melalui telepon.“Dia adikmu sendiri, bukannya kau seharusnya mengawasi gadis itu!” jawab seseorang yang bicara dengan Misela.“Tidak perlu kuatir dengan gadis itu, dia sudah membenci Jay, aku hanya perlua mengkhawatirkan adikku!”“Apa mereka sudah pernah bertemu?”“Ya, sepertinya begitu.”“Kapan, di mana?”“Aku tidak tahu,” kata Misela kemudian menutup telepon. Di tempat berbeda, Nawa menceritak
Dia Sedang Melukis “Aku tidak bisa mengatakan alasannya padamu ini alasan yang sangat pribadi bagi keluarga kami.”“Apa keluarga kalian pernah bermasalah sebelumnya?”“Ya! Dan aku baru tahu itu!”“Oh jadi seperti itu ... lalu, bagaimana kalau kau bekerja dengan kakakku, Lebih, dia membutuhkan orang yang bisa membantunya!”“Di mana dia bekerja?”“Leni jadi buruh kontrak mengecat di perusahaan furniture. Kalau kau mau, aku akan meneleponnya sekarang, pekerjaan itu tidak sulit ... dia hanya membutuhkan teman yang bisa mempercepat targetnya, untuk menyelesaikan bagiannya hari ini.”“Baiklah akan aku coba mungkin saja cocok!”“Pasti cocok soalnya itu mudah, kau hanya perlu melukirs di atas kayu, itu saja!” kata Soyu sambil tersenyum dan mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya.Setelah Soyu selesai menghubungi Leni—kakaknya, gadis itu memutuskan untuk mengantar Nawa lebih dulu ke perusahaani tempat saudaranya bekerja dengan menggunakan bis. Tidak membutuhkan syarat-syarat pendaftaran
“Panggil Pak Kana kemari!” perintah Jayid pada Rizal dan asisten itu segera memanggil pria yang dimaksud oleh atasannya. Dialah orang yang bertanggung jawab dalam produksi itu.Setelah berhadap-hadapan dengan Kana—salah satu bawahannya—itu, pun menjelaskan jika pekerja lepas seperti Nawa, bukanlah pegawai tetap, yang hanya dipekerjakan bila target penyelesaian menumpuk dan kepala divisi membutuhkan pekerja tambahan harian.Setelah menjelaskan tentang keadaan para pekerja, pria itu pergi dari hadapan Jayid, untuk menemui salah satu kliennya yang akan mengambil pesanan, di ruang pribadi nya sendiri. Sayangnya, pesanannya belum selesai.“Maaf, Pak Han! Anda datang terlalu cepat, jadi, kami belum mengemasnya, bukankah perjanjian kita barang akan diambil sore ini?” kata Kana, pria gemuk itu memelas pada Marhan, laki-laki yang menjadi mitranya.Marhan sengaja datang lebih cepat hari itu untuk mengambil barang rancangnya sendiri, karena dia akan pergi bersama Aida sore harinya. Jabatan p