Extra Part 18“Ayo nanti temui dia sama-sama!” bunyi pesan Rasyid pada ponsel milik Jayyid.“Baiklah!” Makan malam telah selesai. Rasyid meminta izin untuk tetap berada di ruang perjamuan dan menyuruh istrinya, untuk beristirahat dan menunggunya di kamar pengantin mereka. Beberapa saudara dan kerabat yang rumahnya jauh, sudah lebih dulu pergi meninggalkan gedung itu. Namun, masih ada yang bertahan karena mereka ingin menghabiskan malam dengan makan dan minum. Ada juga yang ingin bernyanyi dengan grup idola mereka. Suasana gedung sudah sedikit lengang, hanya ada beberapa kerabat yang duduk di meja-meja bundar dengan pasangan dan teman mereka masing-masing.Latisha kembali ke kamar hotel, tempat di mana ia dirias dan bergantian pakaian. Di kamar itu pula ia akan bermalam dengan sang suami sebagai pengantin baru.Rasyid masih ingin memastikan sesuatu dan ia tidak ingin Latisha tahu masalah itu. Ia ingin istrinya tetap konsentrasi pada malam pertamanya nanti.Saat itu, Nawa Jayid
Extra Part 19“Ya, tentu, ceritakan pada kami!” sahut Rasyid, tanpa mengalihkan tatapannya pada Edo.Edo jadi salah tingkah, ia melihat pada tiga orang itu yang juga melihatnya seperti dirinya adalah hantu yang baru keluar dari dalam kubur.“Sebenarnya, apa kalian punya masalah denganku, atau kita pernah bertemu sebelumnya?” tiba-tiba Edo bertanya, sambil melepas topi dan menyimpannya di atas meja. Ia punya perasaan tidak enak terhadap ketiga orang itu. “Bukan! Kita belum pernah bertemu, tapi ada orang yang mirip sekali denganmu dan dia sudah mati!” kata Nawa terus terang dengan Edo. Ia merasa tidak perlu lama-lama berbicara dengan pria seperti itu karena cukup menyebalkan, dan khawatir bayinya akan mirip.Edo tiba-tiba tertawa, dan ia berkata, “Wah! Benarkah? Aku akan tersanjung karena itu berarti ada orang yang sama tampannya denganku, begitu?”Nawa memalingkan pandangan mendengar ucapan Edo itu, sedangkan Jay justru melotot padanya.“Siapa orang yang kau maksud itu?” Tina be
Extra Part 20Di negara Singare, Jayid dan Nawa duduk di tepi pantai yang indah, mereka sudah cukup jauh berjalan. Dua orang itu duduk tanpa alas di atas pasir dan memanjangkan kaki, menghadap ke arah laut dengan ombak yang kecil. Sementara Rasyid dan Latisha masih meneruskan langkah mereka sambil bergandengan tangan. Tidak ada beban bagi keduanya karena seolah-olah dunia adalah milik mereka berdua. Saat berencana untuk pergi berbulan madu, sebenarnya Tina ingin ikut juga tetapi dengan keras Latisa menolaknya. Ia tahu adik kembarnya itu akan sangat mengganggu. Lalu, yang ia lakukan hanya meminta Tina untuk menghabiskan waktu bersama dengan Edo. Latisa tidak menampik jika kehadiran laki-laki itu, sangat membantu dalam mengatasi sikap Tina yang kadang-kadang sulit ditebak. Walaupun, baru saja bertemu, Tina sudah merasa cocok dengan Edo, begitu pula sebaliknya. Baik Latisa maupun Rasyid, hanya berharap kelak mereka bisa menjadi pasangan, yang saling mengasihi satu sama lain.Angin
Cinta Terlarang“Nah, kamu sudah datang, sini cepat!” kata seorang gadis manis berkulit putih, saat Jayid berjalan ke arahnya.Jayid melongo, karena heran kenapa gadis berkebaya pengantin itu, memanggil dan melambaikan tangan padanya. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri mencari orang lain di sekitarnya.Nawa Lawira, nama gadis itu yang biasa dipanggil Nawa melihat Jayid dengan takjub. Pria itu sangat luar biasa di matanya, begitu berkilau dalam balutan busana yang rapi dan sangat elegan.Jayid pun tidak mengalihkan tatapan matanya pada gadis yang, tiba-tiba saja membuat jiwanya seperti tersengat lebah, karena wajahnya tampak memukau walau dengan riasan sederhana.“Ini bayaranmu!” kata Nawa, sambil menyerahkan uang pada Jayid, dan berkata lagi, “Dan, lakukan dengan baik, seperti yang dikatakan Neti padamu, apa kau mengerti?” Neti? Siapa dia? Melakukan apa maksudnya? Pikir Jayid, heran.Saat itu dia tengah berada di dekat tempat parkir sebuah hotel mewah yang, sedang menyelenggarak
Tidak Diundang“Saya terima pengkhianatan kalian berdua, dengan ikhlas! Dibayar tunai!” teriak Nawa, dengan alat itu. “Nawa!” pekik pengantin pria yang bernama Marhan, sambil berdiri, karena terkejut. Semua pengunjung ribut, terjadi kekacauan dan kegaduhan baik di mimbar akad nikah atau di tempat para tamu undangan. “Ya, aku Nawa, orang yang seharusnya duduk menjadi pengantinmu, apa kau lupa?” saat bicara, Nawa berdiri tepat di depan area pelaminan. “Kenapa kamu datang ke sini, kamu tidak di undang!” kata Rima, ibunda Marhan. Wanita itu pun berdiri dari duduknya, dengan emosi. “Aku datang ke sini mau menikah juga!” sahut Nawa seraya menahan emosi, lalu menoleh pada Jayid sambil berkata, “Dan, dia suamiku!” “Apa kau bilang? Kau tidak bercanda, kan? Apa kau tahu siapa dia?” tanya Marhan lagi, dia tahu betul siapa pria yang berdiri di samping Nawa dengan tenang itu. “Ya! Dia suamiku!” ‘’Sial! Kenapa aku tidak tanya siapa namanya?” Batin Nawa. “Tidak mungkin secepat ini kau menda
Punya HutangNawa diam sejenak, dia bukannya tidak ingat kalau sudah merelakan semuanya, tapi ini hanya pembalasan saja, untuk merusak pesta mereka. “Ya! Sebaiknya kau pergi sana! Aida jauh lebih baik darimu!” kata Rima sambil melangkah lebih dekat dan menarik tangan Nawa yang memegang ponsel, tapi Nawa menepisnya. “Aku tidak membuat kegaduhan, aku hanya mau menunjukkan padamu, kalau aku juga sudah menikah!” kata Nawa kembali bergelayut di lengan Jayid yang masih saja diam, dia melirik jam di tangannya. “Aku tidak peduli kau menikahi pria seperti apa? Cepat pergi dari sini! Aku sudah tahu sejak lama kalau kau tidak pantas untuk anakku!” kata Rima lagi, sambil mendorong Nawa, tanpa melihat sedikit pun ke arah pria yang mengerutkan kening disebelahnya. Pakaian kebaya yang dipakai Nawa saat itu memiliki bawahan span Maxi dan, sepatu hak tinggi, membuat keseimbangannya goyah, hingga dia terhuyung ke belakang. Jayid dengan sigap memapah tubuh Nawa dan membawanya dalam pelukan, hingga
Punya Rekening“Aku sudah mau mengaku di depan semua orang sebagai suamimu, dan kau masih bilang tidak menikmati tubuhku?”“Cuma akting! Ingat itu Cuma akting!”“Aku tidak mau tahu, kau harus membayar lima ratus ribu atau aku bongkar semua kebohongan ini sekarang juga!” Ancaman Jayid sukses membuat Nawa takut dan panik, dan dia langsung melambaikan tangannya sebagai isyarat dia tidak mau.“Baiklah, baiklah, kirim nomor rekeningmu, dan aku akan mentransfer uangnya, kalau aku sudah punya!” kata Nawa pada akhirnya.“Bayar sekarang juga!”“Sekarang aku tidak punya uang, sialan!”“Aku tidak punya rekening, jadi bayar saja kalau kau punya uang, berikan nomor ponselmu!” kata Jayid sambil mengeluarkan ponsel dan memberikannya pada Nawa.Nawa mengambil ponsel dari tangan Jayid dan mengetikkan nomornya sendiri. Setelah itu, Jayid memanggil nomor yang sudah diketik Nawa, hingga tersambung ke ponsel dalam tas Nawa.“Ingat, jangan mencoba mengganti nomormu atau kabur dariku, aku bisa me
Pengasuh BayiKeesokan harinya, Nawa berangkat untuk bekerja menjadi seorang pengasuh, pada keluarga Misela. Seperti biasa dia diantar oleh Rasyid sampai di pintu gerbang rumah mewah itu, sekaligus melanjutkan perjalanan ke tempatnya bekerja di sebuah perusahaan swasta. Sebenarnya, Rasyid mampu menanggung kehidupan mereka berdua, hingga Nawa tidak perlu bekerja, tapi, adik perempuannya tidak mau. Dengan alasan, tidak akan selamanya bergantung pada sang kakak, karena dia pun harus kuat seorang diri bila Rasyid menikah suatu hari nanti.Nawa tidak memiliki ijazah sarjana karena dia berhenti kuliah saat kedua orang tuanya tiada. Jadi, dia memilih menjadi pengasuh anak di keluarga kaya itu, untuk menyambung hidup. Apalagi dia memang menyukai anak-anak. Gadis itu beraktivitas seperti biasa begitu sampai di sana, membersihkan dan memberi makan si kembar, Anna dan Anne, yang sekarang sudah berumur tiga bulan. Soyu, teman seprofesinya sudah tiba lebih dulu. Mereka bekerja sejak bayi kembar