Share

Bab 5 Berbakti

Mobil hitam Avanza menyusuri jalan komplek perumahan yang masih berbatu, belum beraspal hitam. Mobil itu berjalan dengan perlahan melalui barisan rumah-rumah kecil yang dilihat dari luar dapat dipastikan bahwa rumah itu adalah rumah tipe sederhana.

Di sore hari ini, Nadia baru saja pulang dari Rumah Sakit Umum Daerah tempat dia bekerja. Rutinitas yang dilakukannya di hari kerja atau week day. Dengan santai Nadia menyetir menyusuri jalan tak beraspal. Beberapa kali dia melihat kaca spion di kanan untuk mengecek apakah ada kendaraan di belakang yang mengikuti atau akan menyalipnya. Dia waspada karena akan berbelok ke kanan, menuju jalan di depan rumahnya.

Merasa aman, Nadia membanting stir ke kanan secara perlahan, kemudian mengendarai mobil hitam, melewati beberapa rumah dari pangkal jalan untuk menuju rumahnya. Rumahnya tepat berada di kanan jalan. Setelah melewati empat rumah setipe dengan rumahnya, Nadia berhenti di depan rumahnya. Turun dari mobil dan membuka pintu pagar yang terbuat dari besi di cat berwarna coklat.

Membuka pagar dan mendorong pagar selebar mungkin agar mobilnya bisa memasuki rumah. pintu garasi rumah, dilihatnya sudah terbuka. Biasanya Ayah atau adik Nadia akan menutup pintu garasi di malam hari dan akan membukanya kembali di pagi hari selesai Shubuh.

Nadia kembali ke mobilnya yang masih dalam keadaan hidup. Masuk kembali ke dalam mobil dan menjalankan mobil hitam secara perlahan memasuki pagar rumah. dia sangat hati-hati karena pernah kejadian di awal memiliki mobil, karena kesembronoannya, dia menggores pintu mobil dengan pinggir beton di sebelah kiri. Pada saat itu dia hanya melihat ke kanan untuk mengepaskan badan mobil agar tidak mengenai pagar, tapi ternyata bagian kiri luput dari pantauannya.

Setelah masuk  perlahan ke dalam halaman depan, berjarak sekitar lima meter menuju pintu garasi, Nadia masih menjalankan mobil dengan perlahan. Melihat ke kanan dan ke kiri dengan sangat hati-hati, kemudian memajukan mobil juga dengan perlahan menyusuri halaman depan yang ber-icon blok, menuju garasi. Gadis ini berusaha terus mengendarai mobil dengan perlahan sampai menuju garasi rumah. Meluruskan badan mobil di dalam garasi dan mengecek posisi ban depan agar tidak miring sama sekali.

Nadia memarkirkan mobil Avanza cokelat miliknya di garasi rumah. Rumah sederhana yang dimiliki oleh Ayah dan Ibunya. Setelah posisi parkir mobil sesuai menurut gadis yang berprofesi sebagai dokter umum, diapun mematikan mesin. Tak berapa lama keluar dari mobil. Masih berdiri di pintu yang sudah terbuka, memberesi semua barang bawaan yang harus dimasukkan ke dalam rumah. kemudian bergegas dan menutup pintu mobil berwarna hitam.

Gadis berkulit putih itu masuk dari pintu samping. Pintu belakang garasi langsung menuju dapur. Setelah mengucapkan salam, dia melepaskan sepatu dalam posisi berdiri. Sepatunya terlempar di lantai. Duduk di pintu penghubung antara dapur dan garasi. Dia sedikit memijat kaki kanannya. Kaos kaki masih membalut kedua kakinya. Terasa sedikit nyeri karena memakai sepatu berhak tinggi. Karena itulah dia terduduk sebentar memijat kakinya.

"Ma...," serunya pelan. Berjalan dengan buru-buru dapur, setelah merasa kakinya agak mendingan setelah dipijat. Orang yang dicari tidak ditemukan di dapur. Gadis ini langsung menuju kamar tidur yang tak jauh dari dapur tapi sebelum itu dia meletakkan tas di pinggir meja dapur.

Kebiasaannya adalah berjalan dengan sangat cepat. Tergesa - gesa. Dia menuju kamar dan membuka pintu kamar yang berwarna coklat. Sebelum membuka, mengetuk pintu itu dan memanggil orang yang yang dicari.

Nadia menemukan orang yang dicari yaitu Ibunya yang sedang menunaikan sholat Ashar. Dia masuk ke dalam dan duduk di pinggir tempat tidur. Menunggu.

Tak berapa lama ketika Ibunya selesai sholat, Nadia langsung mendekati Ibunya. Menunduk. Menyalami dan mencium Ibunya. Dia pun ikut duduk di atas sajadah di bagian depan.

"Ayah belum pulang, Ma?"

"Belum." Wanita yang usianya sudah setengah abad itu menjawab dengan pelan setelah menyelesaikan do’anya.

"Adik-adik ke mana?"

"Nazri sedang main dengan temannya, Nanta kayaknya belum pulang sekolah, mungkin ada kegiatan pramuka di sekolah." Wanita yang memiliki kulit yang sama dengan Nadia, membuka mukena yang dikenakan.

"Kamu sudah sholat?"

"Sudah, Ma. Di Musholla Rumah Sakit, sebelum pulang."

Ibu Nadia berdiri. Dia melipat beberapa kain yang dikenakannya tadi. "Yo wes, kamu bersih-bersih sana. Sebentar lagi maghrib."

"Ya, Ma." Nadia berdiri dari sejadah yang didudukinya. Berjalan menuju pintu keluar kamar dan masuk ke dalam kamar yang bersebelahan dengan kamar yang dimasuki tadi.

Wanita separuh baya itupun keluar dari kamar. Mengikuti langkah anaknya. Tapi Wanita itu menuju dapur. Ada hal yang ingin dikerjakan. Berjalan menuju dapur dengan perlahan. Dari kejauhan dia melihat sesuatu yang tak enak untuk dipandang bagi dirinya. Dia hanya menggelengkan kepala. Dalam beberapa langkah, wanita itu masuk ke dapur dan mengerjakan sesuatu di dalam ruangan kecil dan sederhana.

Terdengar suara pintu kamar terbuka. Nadia keluar dengan cepat. Dia  tergesa - gesa. "Tasku mana?" tanyanya pelan kepada dirinya sendiri. Mencari-cari benda yang dimaksud dengan gerakan yang terburu-buru.

"Ah... itu dia." Nadia melihat benda yang berwarna hitam tertempel di meja dapur. Gadis itu bergerak menuju dapur. Dari kamar ke dapur, jarak ruangan itu tak terlalu jauh. Rumah yang didiami oleh mereka tak terlalu besar. Dia melihat ibunya yang sudah ada di dapur.

"Mama lagi apa?"

"Masak air, Nduk. Bapakmu kan sebentar lagi pulang, jadi Mama nggak repot lagi nanti kalau Bapakmu minta kopi," jawab Ibunya, membelakangi Nadia seakan berbicara kepada dinding dapur.

Nadia membuka tas dan mengambil sesuatu di dalam tas kerja berwarna hitam. Ditariknya sesuatu dari dalam, kemudian menyodorkan benda itu ke wanita yang membelakanginya. "Ma, ini uang belanja untuk bulan ini."

Nadia memberikan satu amplop berwarna putih kepada wanita itu.

Ibunya menoleh, berbalik dan mengambil amplop itu. "Kamu itu harus belajar untuk rapi. Lihat sepatu dan tasmu, masih saja berantakan ketika pulang kerja."

Wanita yang memiliki tubuh tinggi untuk ukuran perempuan, tidak sama sekali membahas soal amplop yang diambilnya.

"Oh... Iya, Ma. Nadia lupa."

"Nad... Nad... semoga kamu dapat suami yang mengerti kebiasaan burukmu ini," nyata wanita itu pelan. Dia melanjutkan pekerjaan dan kembali membelakangi anak gadisnya.

"Ah... Mama, kok sampe ke situ sih ngebahasnya. Nadia mandi dulu, Ma." Nadia bergegas menuju kamar dengan membawa tas kerja. Tapi, setelah beberapa langkah berbalik dengan cepat, kembali lagi menuju pintu belakang garasi yang tersambung ke dapur. Berlari dan mengambil sepatunya yang berserakan di lantai.

Ibunya hanya melirik, melihat tingkah anak perempuannya. Dia menggelengkan kepala beberapa kali.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status