Home / Romansa / Terjebak Takdir Suami / Bab 6 Tidak Jantan

Share

Bab 6 Tidak Jantan

last update Last Updated: 2021-02-21 08:37:40

"Iya, Mas. Saya baru saja pulang."

Nadia berbicara di balik telepon. Dia sedang duduk bersandar di punggung tempat tidur. Dia berada di dalam kamar tidurnya. Menselonjorkan kakinya, rata dengan tempat tidur. Memanjakan dirinya dengan sikap santai di kamar yang tak terlalu lebar.

"Mas, sudah pulang kerja?" tanya gadis itu, tentu saja masih di jalur komunikasi elektronik. Ada sedikit nada manja terdengar dari suara Nadia.

"Oh. Iya... iya, Mas. Enak dong, siang sudah pulang, kan jadinya tidak diatur-atur orang lain karena punya usaha sendiri,” jelasnya lagi. Nadia berusaha mengungkapkan pendapatnya.

Gadis berambut panjang itu mengambil bantal dan meletakkan di atas pahanya. Tangan kirinya tanpa sadar memutar-mutar ujung sarung bantal yang berada di paha, berwarna merah muda. Sesekali dia menekukkan batang lehernya bertingkah sedikit aneh, terlihat dari gerakannya. Wajahnya terlihat sumringah.

"Enggak boleh gitu, Mas. Pamalih, Mas Am sudah dikasih rezeki sama Allah punya usaha toko buah. Harus disyukuri.” Lagi-lagi Nadia menjelaskan dengan suara yang sedikit manja. Nadia masih memutar-mutar ujung sarung bantal. Terkadang dia menariknya sesekali.

"Loh, kok gitu. Kok membandingkan dengan pekerjaan aku. Kalau aku mas ya, tidak masalah nanti jika suamiku punya pekerjaan yang beda dariku. Asal pekerjaannya itu halal." Keningnya berkerut ketika mengucapkan kalimat itu. Tangannya berhenti memelintir ujung sarung bantal. Dia memasang wajah serius saat ini. Dia ingin mendengarkan lawan bicaranya lebih baik karena itulah dia memberhentikan gerakan tangannya.

"Ya sudah. Kalau datang ya datang saja, Mas. Kabari aku kalau mau datang. Tapi dari dulu ngomongnya mau datang ke rumah, mau kenalan dengan Bapak dan Ibuku, eh... enggak pernah nongol tuh." Nadia cemberut. Kali ini nada bicara sedikit jengkel, namun terselip nada manja di sela-sela nada jengkel itu.

Lawan bicara Nadia adalah seorang wiraswata bernama Amrun. Dia mengenal lelaki itu dari temannya. Kebetulan teman dekatnya adalah adik dari lelaki itu.

Belum sampai setahun dia kenal dekat dengan lelaki yang menelponnya saat ini. Mereka sering berteleponan tapi tidak pernah bertemu. Urusan tak pernah bertemu, tidak dipermasalahkan oleh Nadia. Tapi dia mempermasalahkan janji laki-laki itu yang mau datang ke rumahnya tapi tidak pernah terealisasi. Nadia bukan mau dipinang tapi dia ingin lelaki itu datang ke rumah dan berkenalan dengan kedua orang tuanya.

Sejak kecil sampai remaja, bahkan sampai sekarang ini Nadia tidak pernah pacaran. Karena dia sibuk menafkahi diri sendiri dan terkadang memberikan penghasilannya kepada Ibu dan adik-adiknya ketika dia sudah bekerja. Kalau dahulu dia sibuk mencari uang untuk biaya sekolah dan kuliahnya. Karena itulah, dia tidak pernah memikirkan akan dirinya yang tidak pernah pacaran.

Ayah dan Ibunya tahu karakter anak gadis mereka, yang sibuk mencari uang untuk biaya sekolah dan biaya kuliah. Itu dulu. Tapi setelah dia bekerja, ayahnya menyarankan untuk mencari lelaki pilihan saat ini dan cepat menikah. Karena pikiran untuk membiayai kuliah sudah tidak ada lagi.

Umurnya sudah hampir dua puluh lima tahun sekarang ini, beberapa bulan lagi genaplah seperempat abad dan perkataan ayahnya terngiang di telinganya.

Lelaki yang bernama Amrun adalah lelaki pertama yang disukainya. Dia biasa berteman dengan lelaki dan perempuan, tapi sepertinya beda dengan Amrun. Dia sangat suka dengan Amrun walaupun bertemu hanya ketika dia mengunjungi rumah sahabatnya dan Amrun tentu saja ada di rumah itu. Mereka tidak pernah pergi berdua, berjalan atau makan atau nonton bioskop atau layaknya seperti orang pacaran, bahkan status Nadia dan Amrunpun bukan pacaran saat ini.

Beberapa kali lelaki itu meneleponnya dan ditanggapinya dengan sopan. Tapi sepertinya Amrun tak seperti yang diharapkan. Bukan tipe pria pemberani yang memperjuangkan orang yang dicintai.

Nadia sangat mengimpikan seorang laki-laki yang datang ke rumahnya. Berani berkata kepada Ayah dan Ibunya bahwa dia mencintai Nadia dan lelaki itu berjanji akan menjaga Nadia setelah menikah nanti. Hal itu yang sangat diimpikannya.

Kehidupan tidak seperti sinetron atau drama korea tapi dia yakin lelaki yang selalu diucapkan dalam setiap do’anya akan datang dan mengisi hari-hari berikut bersama dirinya.

Cukup lama dia berbicara melalui telepon dengan Amrun, seperti biasa. Akhirnya mereka menyudahi pembicaraan itu, tentu saja dengan kalimat yang dipegang Nadia yaitu 'Mas akan datang ke rumah, nanti'. Tapi entah kapan. Saat ini Nadia tidak ingin terlalu berharap banyak dari lelaki itu.

Nadia bergegas untuk membersikan wajahnya agar bisa tidur dengan tenang. Dia duduk di meja rias yang tak jauh dari tempat tidurnya. Mengambil beberapa kapas dan meletakkan cairan tonic pembersih wajah di kapas yang sudah diambilnya. Kemudian membersihkan wajahnya yang putih cerah, menghadap ke cermin di kaca rias.

Terpikir olehnya, apakah Mas Amrun memang akan menjadi suaminya. Atau Tuhan mempersiapkan lelaki lain untuk dirinya. Dia harus segera menikah. Itu yang terpikir olehnya saat ini karena ayahnya sudah menyarankan hal itu. Tapi... bagaimana mau menikah, pacar saja tidak punya. Hubungannya dengan Amrun juga tidak jelas. Apakah mereka hanya berteman atau memang benar pacaran. Amrun tak pernah menyatakan cinta kepadanya. Amrun juga tidak pernah memenuhi janjinya untuk datang ke rumah, walaupun sudah hampir lima kali lelaki itu berjanji kepadanya. Dia menjadi pesimis dengan Amrun karena beberapa janji yang tak ditepati.

Nadia melakukan rangkaian membersihkan wajahnya, tapi pikirannya melayang ke hal lain. Lebih tepatnya bukan ke hal yang dikerjakannya saat ini, tapi memikirkan masa depan. Masa depan dengan siapa yang akan dijalaninya nanti. Bagi dirinya tidak masalah jika dia berkarir dan beberapa tahun lagi akan menikah, tapi keluarga terutama Ayahnya mendesak agar dia segera berumah tangga.

Gadis bertubuh semampai dengan tinggi di atas rata-rata gadis Indonesia, bangkit dari tempat duduknya menuju ke tempat tidur. Merebahkan dirinya dengan perlahan ke tempat tidur yang beralaskan kain berwarna coklat dipenuhi bunga-bunga berwarna krem sebagai pembungkus tempat tidur. Menepuk bantal yang berada di atas tempat tidur dan menarik guling yang sudah berada di sampingnya. Sarung bantal dan guling berwarna senada dengan bed cover tempat tidur itu.

Tiba-tiba dia berbalik, melihat ke arah meja kaca rias tempat dia duduk tadi. Dilihatnya meja itu masih berantakan dengan kapas dan beberapa botol pembersih yang belum disusun rapi. Belum dikembalikan ke posisi semula. Nadia lupa untuk membereskan meja rias itu. Dia mendesah. Menyesali sikapnya yang sembrono, tapi dia membalikkan kembali badannya dan melanjutkan niatnya untuk  ke alam mimpi. “Besok saja aku bereskan, gampanglah itu,” gumamnya. Kemudian dia berusaha memejamkan mata dan berharap bermimpi indah malam ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjebak Takdir Suami   Bab 23 Jantan

    "Aku akan menikahimu, Nad... tapi aku ingin kita tunangan terlebih dahulu, setelah beberapa bulan dan saling mengenal, baru kita menikah...."Arkan mengucapkan kalimat itu dengan jelas dan lugas. Lelaki yang sedang memakai baju kemeja berwarna salem, duduk dengan menegakkan punggung dan menatap lurus ke arah gadis yang di hadapannya. Dia sangat berwibawa dan sopan."Ya... Tuhaaaan...! Apakah ini mimpi...!" jerit Nadia di dalam hati. Hatinya seakan berhenti berdetak sesaat. Kedua matanya menatap ke arah lelaki yang duduk di hadapannya tanpa berkedip.Akhirnya, cerita dongeng yang diharapkan menjadi kenyataan. Seseorang pangeran yang muncul tiba-tiba --dikenal tanpa sengaja-- datang ke rumahnya tanpa janji palsu dan akhirnya akan melamar dia di depan kedua orang tua secara jantan. Nyata. Drama yang sangat diinginkan berlaku di dalam kehidupannya, bukan sebuah skenario yang dibuat oleh manusia.

  • Terjebak Takdir Suami   Bab 22 Janji

    "Bagaimana dengan, Fandi?" "Apa tuh yang bagaimana?" "Fandi sangat dekat dengan Mas Arkan. Apa dia tidak kangen dengan ayahnya?" Nadia mengambil potongan Sushi dengan garpu. Dia menyucuk ujung garpu ke satu sushi yang terlihat menggugah selera. "Dari kecil, Fandi sudah tinggal bersama kami. Abang iparku, Ayah Fandi... kerja melaut. Tempat dia bekerja di salah satu BUMN terbesar di Indonesia. Jadi kakakku dan Fandi sering ditinggal. Setahun sekali ayah Fandi baru pulang. Jadi... dia tidak terlalu dekat dengan ayahnya." Arkan menyeruput minuman Strawberry Shake yang ada dihadapannya. "Kasian dia ya, Mas. Masih kecil sudah ditinggal ibunya." Nadia berseru pelan. Memang terlihat kesedihan di wajah Nadia ketika mengatakan itu. "Ya. Aku berusaha untuk memberikan kasih sayang lebih kepada Fandi. Agar nanti... ketika besar... dia tidak minde

  • Terjebak Takdir Suami   Bab 21 Penting

    Arkan menjemput Nadia dari rumah sakit dr. Moewardi sore ini. Lelaki yang dikenal Nadia, genap 2 bulan ini, menelponnya tadi pagi. Arkan memberitahu ke Nadia bahwa sore akan dijemput dari tempat kerja dan pergi ke suatu tempat. Ada yang ingin dibicarakan oleh lelaki tampan itu. Karena itulah, tadi pagi Nadia menggunakan taksi online untuk pergi bekerja. Tidak membawa mobil.Saat ini, mereka berdua duduk di restoran yang menyediakan beberapa menu masakan Jepang. Sushi yang beraneka ragam sudah ada di meja mereka saat ini.Arkan yang mengenakan baju kemeja, mempermainkan sumpit di tangan kanan seolah-olah bingung akan memilih makanan yang mana. Sedangkan Nadia melihat menu di meja dengan kening sedikit berkerut."Kamu sudah ketemu dengan orang-orang yang dekat denganku... aku sengaja melakukan itu agar kamu mengerti keadaanku, Nad."Arkan mengambil sepotong sushi yang ber

  • Terjebak Takdir Suami   Bab 20 Rumor

    "Arkan...? Arkan Wiguna...?""Iya, Mba. Kenapa, Mba?"Nadia bertanya penuh rasa penasaran kepada perempuan yang bertubuh gemuk di depannya.Perempuan yang memakai jilbab berpakaian baju PNS berwarna coklat, terdiam. Dia menyibukkan diri dengan makanan yang ada di hadapannya."Kenapa, Mba?" tanya Nadia. Dia semakin penasaran ketika melihat gelagat perempuan itu."Dia teman aku di SMA dulu. Kalian sudah pacaran?" tanya perempuan yang sekarang sedang menyeruput Jus Alpukat di hadapannya. Dia makan dan minum dengan lahap. Wajar saja badannya sangat berisi."Gimana ya? Dibilang pacaran sih, dia belum ada mengungkapkan perasaannya, tapi sikapnya sudah menganggap aku pacarnya. Dia sudah datang ke rumah beberapa kali dan mengajak aku keluar," jelas Nadia. Wajahnya masih sangat penasaran.Nadia tidak tahu kemana arah pembicaraan pere

  • Terjebak Takdir Suami   Bab 19 Bola

    Tugu... dengan desain patung di atasnya yang berwarna coklat keemasan terlihat di depan stadion bola. Di tugu terlihat 2 patung berdiri di atas cawan. Di depan terlihat patung perempuan berpakaian adat Jawa yang sedang merentangkan busur panah ke arah kiri dengan kepala yang berpaling ke kiri juga. Patung kedua, berada pas di belakang patung perempuan tadi, juga menggunakan pakaian adat Jawa, terlihat seorang pria yang sedang memalingkan kepala ke kiri, melihat sasaran panah yang akan dipanah oleh perempuan di depannya. Tugu ini adalah ciri khas dari Stadion Manahan di kota Solo. Tugu ini terletak di pintu halaman depan sebagai pelambang selamat datang bagi para pengunjung.Arkan memarkirkan mobil mercy hitam di depan Stadion Manahan. Dia memarkirkan mobil tepat di posisi sesuai garis putih. Mematikan mesin dan berusaha untuk membuka pintu mobil, digerakkan selanjutnya."Ayo."Arkan menarik handle pintu, membuk

  • Terjebak Takdir Suami   Bab 18 Tabah

    Dengan canggung, Nadia masuk ke dalam rumah yang lumayan besar. Setelah melalui taman depan rumah yang lumayan luas, Nadia masuk ke ruang tamu dari pintu utama.Ruang tamu yang bercat dominan putih sangat rapi dan teratur. Ada dua set sofa di ruang tamu. Satu set sofa berwarna abu-abu dan yang satunya lagi berwarna putih bersih. Di sofa berwarna putih --di sebelah kanan ruang tamu-- telah duduk seorang wanita yang sudah berumur, sedang mengaji. Wanita yang berusia mendekati 70 tahun ini masih terlihat segar dan sehat. Wanita tua yang masih menggunakan mukena, tertunduk, membaca buku yang ada hadapannya.Jantung Nadia berdetak sangat hebat ketika melihat satu sosok yang entah mengapa sangat ditakutinya saat ini. Bukan takut karena seram, tapi takut jika dia berbuat salah dengan sikap dan perilakunya ketika berhadapan dengan wanita ini."Assalamu'alaikum, Umi."Arkan membuka kata setelah masuk ke dalam ruangan.

  • Terjebak Takdir Suami   Bab 17 Penculik?

    "Nad.""Ya, Mas....""Malam minggu ini aku jemput kamu di rumah ya?""Mau kemana, Mas?""Ke rumahku.""Ke rumah, Mas Arkan? Ngapain?""Mau memperkenalkan kamu dengan Mamaku.""Astaghfirullah....""Haloooo... Nadia....""Ouh... iya mas. Ya sudah....""Oke ya. Aku masih ada kerjaan."Arkan menutup telepon.Nadia pucat. Dia terbengong.***Baru beberapa kali Nadia bertemu dengan Arkan. Belum bisa dihitung dengan jari yang ada di kedua tangannya. Tapi kali ini, dokter spesialis yang masih muda mengajaknya untuk bertemu dengan ibunya.Ibu Arkan adalah seorang janda yang Sudah 26 tahun ditinggal suaminya. Ayah Arkan meninggal ketika dia berumur 3 tahun. Ibunya yang ditin

  • Terjebak Takdir Suami   Bab 16 Perkenalan

    "Kenapa aku harus dibawa-bawa sih?" ujar Tisna sambil berjalan mengimbangi langkah Nadia."Sudah... ikut saja.""Tapi... aku tidak mau menjadi orang yang ketiga, Nad."Tisna berbicara dengan nada yang serius seolah-olah dia emang pantas untuk menjadi idola. Gadis yang berprofesi sebagai perawat mengikuti Nadia dari belakang."Itu mereka!"Nadia tidak menanggapi apa yang dikatakan oleh temannya barusan. Tapi, dia malah menunjuk ke restoran ternama yang ada di salah satu mall terbesar di Kota Solo dengan bibirnya."Mereka...?"Tisna memandang ke arah yang dimaksud oleh Nadia.Duduk 2 orang lelaki yang memiliki tinggi hampir sama. Dua orang yang terlihat menawan. Sepertinya kedua lelaki ini sangat ekstra menjaga penampilan tubuh mereka.Satu sosok dengan rambut hitam yang sedikit ikal, tertawa ke arah lelaki satunya lagi. Di sa

  • Terjebak Takdir Suami   Bab 15 Malam Minggu

    Arkan duduk di depan teras rumah yang sederhana dengan tenang. Dia menyilangkan kakinya. Kaki kiri menjadi tumpuan. Pria yang memakai baju kaos dan celana jeans, sedang memegang handphone-nya saat ini. Mengetik sesuatu di chat room."Sudah lama datang, Nak Arkan."Arkan terkejut. Handphone yang dipegang hampir lepas dari tangan. Kepalanya langsung ditolehkan ke samping.Tiba-tiba wanita setengah baya keluar dari ruangan membawakan minuman dan sedikit makanan ringan. Tersenyum melihat tingkah tamu putrinya sembari meletakkan baki yang tertata beberapa benda di atasnya."Oh, Tante. Baru saja, Tan."Pria yang memiliki dada bidang, langsung berdiri dan menyalami wanita setengah baya. Dia berusaha untuk menetralisir rasa kaget yang mendera."Ayo, silakan duduk. Nadia di mana ya?"Wanita yang merupakan Ibu Nadia bertanya ke arah Arkan, sembari duduk di kursi plast

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status