Aris sedang menimbang-nimbang tawaran Badar, jika saat ini dia pergi menemui pertapa itu, maka dia akan bisa memergoki Ningsih. "Apa yang kau pikirkan ?" tanya Badar."Kita menemui pertapa itu untuk apa ?" Aries malah balik bertanya.Selama ini dia tak suka berhubungan dengan para dukun dan sejenisnya, walau dia tahu bahwa hal yang berkaitan dengan mistik itu ada tapi dia lebih suka memperdalam ibadahnya ketimbang mempercayai hal-hal mistik."Bukankah kau bertanya dengan sesuatu yang menarik di desaku ? Hal yang menarik adalah pertapa itu. Selama bertahun-tahun dia hidup di pegunungan namun tak sekalipun turun ke desa. Aku penasaran dia makan apa selama ini," ucap Badar.Aris mulai mempertimbangkan ajakan Badar. Jika dia kesana dan memergoki Ningsih, mau ditaruh dimana mukanya ? Namun jika dia tak ikut, bagaimana dia bisa membuktikan kecurigaannya ? Sementara itu Ningsih tengah melakukan pergulatan panas, agar tidak menimbulkan kecurigaan saat dia pulang nanti, Ningsih membuka selur
Badar pura-pura bersikap biasa saja, ditatapnya pertapa yang sedang memejamkan mata ini. Masih terlihat muda dan tampan. Badar ingin menertawai sahabatnya Aris, walau dari segi tampang Aris masih lebih unggul, tetapi dari segi postur tubuh, pertapa ini lebih berotot. Dia sendiri yang sangat menjaga kebugaran merasa memiliki tandingan."Mengapa temanmu tidak ikut ?" tanya Sonu tiba-tiba.Badar terkejut setengah mati, dia mulai waspada, mungkinkah benar kata orang jika pertapa ini sakti ? Badar menatap sekali lagi pada Sonu. "Dia tidak bisa berjalan jauh," jawab Badar. Hanya itu yang bisa dia katakan untuk saat ini."Apakah kau datang untuk mengujiku ?" Hah ? Gila, pertapa ini tak bisa dianggap remeh. Bagaimana mungkin dia bisa tahu niatnya ? Apakah pertapa itu juga tau jika pria yang sedang menunggunya di mobil adalah suami wanita yang baru saja pergi dari pondok ini ?"Mungkin iya mungkin tidak, saya memang sangat penasaran dengan seorang pertapa yang tak pernah sekalipun terlihat k
Aris kembali ke rumah, dilihatnya Ningsih sudah mandi dengan rambut habis di keramas. Aris pura-pura tak tahu apa yang telah di lakukan Ningsih.Setelah makan malam mereka duduk di ruang keluarga."Apa Nela sudah lancar bawa motor ?" tanya Aris di sela-sela menonton tayangan televisi."Tanyain paman Giri yah, aku bahkan lebih mahir dari paman...hehehe," jawab Nela."Besok ayah mau lihat kau bawa motor ke sekolah, sekalian siangnya langsung urus SIM.""Yes...ayah adalah yang terbaik deh."Nela langsung memeluk ayahnya dengan erat. Dia sudah membayangkan untuk bawa motor ke sekolah, toh sekarang dia sudah tujuh belas tahun. Sebenarnya, jika dia tidak melarikan diri ke hutan, mugkin dia sekarang sudah kelas tiga SMA.Ningsih mengumpat di dalam hati, dia akan sulit menemui Sonu. Pinjam motor adiknya tak memungkinkan, karena adiknya sedang sibuk kuliah. Dia lalu masuk ke dalam kamar, dia sangat marah. Aris bahkan tak mau memandang wajahnya.Dia mulai berpikir untuk membunuh suaminya, tapi
Hujan turun dengan derasnya, membuat siapa saja tak berani keluar rumah kecuali dalam keadaan terpaksa. Apalagi hari mulai malam, desa yang luas dengan area persawahan itu terlihat sangat sepi. Tak terdengar lagi suara motor yang lalu lalang di depan rumah Aris.Penghuni rumah itu juga segera meringkuk di dalam kamarnya masing-masing. Tak ada yang tau jika Sonu berada di ruang keluarga sedang melakukan aksinya. Dia duduk bersila, membentangkan tangan lalu menyatukan kedua telapak tangannya di dada. Andai ada yang keluar sekalipun, tak akan ada yang bisa melihatnya. Sonu merapal mantera membuat semua orang tidur lelap malam ini. Setelah memastikan semua orang tertidur, kini dia memusatkan semedinya pada Nela. Setelah yakin semedinya sempurna, dia lalu berdiri dan berusaha masuk ke dalam kamar Nela, tapi apa yang terjadi, Sonu terpental dengan keras. "Apa sih yang dimiliki anak ingusan itu ?" Sonu sangat marah, dia bahkan mengerahkan seluruh tenaga dalamnya untuk menembus kamar Nela.
Tak bisa menemui Sonu membuat Ningsih semakin gelisah, kebenciannya pada Nela semakin dalam. Karena anak itu membuatnya sulit menemui Sonu.Ningsih sedang mengamati tube yang berisi bubuk racun. Mungkin dia saat ini harus mengikuti saran Sonu. Dia berjalan ke dapur, tak ada siapapun di sana. Ningsih melongok ke atas, takutnya karyawannya ada.Setelah memastikan rumah dalam keadaan kosong, Ningsih membuka teko yang berisi air, dicampurkannya bubuk racun yang ada di tangannya, lalu mengaduknya dengan sendok. Ningsih sudah memastikan tak ada yang melihat aksinya. Dia tersenyum, dia ingin menyaksikan reaksi apa yang dirasakan suaminya nanti. Dia tak perduli jika penghuni rumah lain ikut meminumnya.Ningsih sudah membeli air mineral khusus untuk dirinya sendiri, yang ditaruhnya di bawah ranjang. Dia tak khawatir jika bubuk itu berpengaruh pada semua orang.Sore hari barulah terlihat aktivitas di rumah, baik Aris dan dua karyawannya termasuk Nela sudah kembali ke rumah. Sejak mengetahui N
Nathan dan Abilon bekerja siang malam menyelidiki kasus kematian Kalina, Puteri ketiga Raja Goro. Sampai dengan hari ini belum menunjukkan titik terang dari semua penyelidikan yang mereka lakukan. Saat ini Nathan dan Abilon Putera Mahkota masuk ke sebuah perkampungan, mereka menuju tempat pembuatan senjata. Nathan sebenarnya ingin mengemukakan pendapatnya.Setahunya Raja Goro memiliki bola kristal yang bisa melihat kejadian itu, mengapa Raja tak menggunakannya dan malah menyuruh mereka menyelidikinya ?"Kenapa bengong ?" tanya Abilon saat melihat Nathan yang terus diam mengikuti langkahnya."Maafkan aku paman, ada sesuatu yang menggelitik hatiku, tapi aku takut kau akan tersinggung."Abilon menghentikan langkahnya, dia menatap Nathan dengan serius."Ada apa ?""Paman harus berjanji tidak akan marah jika aku mengatakan ini." Nathan ikut berhenti. "Sebaiknya kita berdua mampir di kedai itu untuk sekedar minum teh, " lanjut Nathan ragu dengan tawarannya, dia tidak yakin di dunia ini ap
Giri mulal memanaskan mobil milik majikannya, biasanya pagi ini majikannya sudah bangun dan memeriksa gudang beras. Tetapi sampai Giri selesai mencuci mobil, majikannya tak kunjung terlihat. Nela sedang bersiap-siap hendak ke sekolah."Ayah, ibu..." panggil Nela.Karena tak ada sahutan Nela mengetuk kamar ibunya.Ningsih membuka pintu kamar dan melihat Nela sudah berdiri dengan pakaian seragam."Aku akan ke sekolah bu, mana ayah ?"Ningsih mengamati sesaat anak tirinya, sepertinya anaknya tak tahu jika mereka sekarang sudah pisah ranjang. "Ayahmu semalam merindukan kakakmu makanya tidur di kamarnya."Hanya ini alasan yang bisa dikemukakan Ningsih, saat melihat tatapan ingin tahu putrinya itu.Nela yang masih terlalu polos, percaya begitu saja apa yang di katakan ibunya. Dia bergegas ke kamar Nathan. Dia mengetuknya perlahan namun karena tak ada sahutan, Nela membuka pintu perlahan dan masuk ke dalam kamar."Ayah... !"Sesaat Nela tertegun, dilihatnya ayahnya terbaring dengan mata te
Aris segera di tangani dokter, suhu tubuhnya terasa panas, bahkan tenaga medis yang membantu memindahkannya ke ranjang beroda merasakan hawa panas itu."Pasien demam tinggi," ucap salah satu petugas medis.Giri memarkir mobil di parkiran, Ningsih mendampingi Aris. Walau Aris tak ingin melihat wajahnya, dia bersikap seolah-olah sebagai isteri yang penuh perhatian.Perawat datang mengukur suhu tubuh Aris, namun beberapa detik kemudian mereka kebingungan, karena hasilnya normal. Begitu juga saat mereka mengukur tekanan darahnya, Semuanya normal. Denyut nadi juga normal namun pasien terlihat sangat lemas. Dokter segera datang menghampiri."Apa yang anda rasakan ?" Aris sulit untuk menjawab karena tubuhnya terasa lemas tak bertenaga. Dokter memeriksa Aris secara intensif, dokter wanita ini sedikit heran, tubuh pasien ketika di raba sangat panas tetapi menggunakan alat pengukur suhu tubuh hasilnya malah normal.Pasien disarankan untuk rekam jantung, dan hasilnya normal. Akhirnya diambil sa