"Begitulah Lone Angel, si calon wadah terpilih. Dia tidak akan melakukan itu kalau dia tidak benar-benar mencintaimu."
Entah kenapa yang paling terkejut dari perkataan itu adalah Nonoa. Dia terkaget sampai suaranya terdengar cukup keras.
"Heee?!"
"Kau seperti baru saja kalah lotre, Nonoa," cibir Aamon.
"Diam!" pungkas Nonoa garang, kemudian tertunduk bingung dengan perasaan di dadanya.
"Sebetulnya, dia tidak menghisap darah Rei-sama sampai kehilangan nyawanya. Tapi Rei-sama berakhir seperti itu karena telah mengorbankan nyawanya untuk menyelamatkanku. Kalau saja dia tidak menghalau serangan dari Sang Lone Angel, mungkin aku sudah tidak sedang berdiri di sini. Aku benar-benar punya hutang budi pada Rei-sama."
"Enhem-san ..."
"Sepertinya, yang terjadi lebih mengejutkan dari dugaanku," komentar nyonya Paxley, "kalau mem
Teman-teman yang terhormat. Mohon maaf sama keterlambatan updatenya ya. Rencana mau dibuat crazy update seenggaknya paling lambat satu minggu sekali. Terus ikuti petualangan Rei dan Celia menghadapi hiruk pikuk dunia paralel, karena ceritanya masih jauuuuuh dari kata selesai. Jangan lupa klik tombol Vote dan kasih masukan buat penulis juga ya. Terimakasih. ~Sasaaki
"Politik?" Rei jadi teringat sesuatu setelah mendengar itu. "Sebenarnya, aku sedang mencari seseorang untuk membantu Aamon dan Gossen dalam masalah kerajaan, tugas mereka adalah melangsungkan hubungan diplomatik dengan kerajaaan tetangga. Kepala diplomat mereka barusaja mengundurkan diri, jadi sebelum itu, aku ingin mendengar pendapatmu lebih dulu sebelum aku memintamu untuk bergabung." "Tu-Yunggu Hima-sama. Umm, kenapa anda memilihku?" "Tidak ada alasan khusus, Rei-dono. Aku yakin setelah kau kehilangan ingatanmu, kau pasti ingin tau lebih banyak tentang dunia ini, maka aku sarankan hal itu padamu." Rei masih terdiam bingung, cara bicara nyonya Paxley tadi itu terdengar seperti sedang menyembunyikan sesuatu. "Rei-dono?" "Aku perlu waktu untuk menjawabnya." "Ah, kupikir kau memang akan menjawab seperti itu, silahkan diskusikan ini dengan Celia-dono,
Gossen Paxley "Apa? Sinoru mengundurkan diri?" Aamon tidak bisa menahan keterkejutan saat mendengar atasannya keluar tanpa alasan yang jelas. "Tenanglah, Aamon. Kau terlalu dramatis menanggapinya," Gossen yang termasuk punya peran penting di bagian diplomat berkata tenang. "Tapi ini buruk Gossen! Bisa-bisa pihak Kerajaan Lotus memutus hubungannya dengan kita!" "Mereka tidak sedangkal itu dalam berpikir, meski mereka kaya sumber daya, kerajaan kita lebih kuat dalam militer, reputasi mereka juga buruk di kalangan lain. Kita adalah satu-satunya bagi mereka," Gossen menjelaskannya dengan tenang. Aamon geram, ia kembali duduk, kepalanya tertunduk dan tangan kekarnya mengepal. Ia tampak tak seperti biasanya, tapi Gossen benar tentang semua itu. "Jadi, apa yang terjadi pada Sinoru-san?" Gossen bertanya pada yang lain. Di situ, ada
Hima Paxley baru saja keluar dari kelas akademi, ia cukup terkejut melihat Gossen tengah bersandar di pagar sambil menatap ke halaman. "Gossen? Apa kau menungguku?" panggilnya. Gossen menoleh, "Ah, apa kau sudah selesai, bu?" "Ini pergantian pelajaran, aku akan kembali ke ruanganku, ada perlu apa?" "Ibu, langsung saja ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu." "Ara, kau tak pernah basa-basi, ya." ujarnya menyinggung sikap cool Gossen, "Jadi, apa ada sesuatu yang kau inginkan dariku?" Gossen mengangguk, "Tapi sebelum itu, aku ingin bertanya padamu satu hal. Bagaimana Rei dan Celia menurutmu?" "Rei dan Celia? Mereka anak yang baik," Hima Paxley tersenyum ramah. Ia salah satu guru favorit di akademi. Selain cerdas, ia cantik meski di usia kepala empat, dan itu menurun pada anak-anaknya. "Tidak, yang kumaksud adalah dari
"Apa ada kemajuan?" nyonya Paxley masuk ke ruangan Tanoa. Semua orang termasuk para maid dan Enhem juga berada di situ. Wajah mereka kini tampak lebih cerah dari hari-hari sebelumnya."Bu, syukurlah. Aku bisa merasakan mana[1] yang mengalir di tubuh Tanoa sekarang," Nonoa menjawab senang. Kondisi Tanoa nampaknya membaik."Benarkah?" nyonya Paxley mendekat ke tubuh Tanoa, Aamon dan Gossen yang paling dekat bergeser untuk memberi ruangan. Nyonya Paxley menekan dahi Tanoa dengan telapak tangan, kemudian muncul seberkas sinar bercahaya yang membuat Rei takjub melihatnya."Apa ini sihir penyembuhan?" tanya Rei antusias."Huh? sihir penyembuhan itu termasuk langka, yang banyak ditemui itu ramuan penyembuh. Ini kemampuan khusus ibu untuk membuat aliran mananya jadi lebih teratur," jelas Aamon. Ia kemudian menatap Tanoa sedih, "Tapi, aku jadi merasa kalau kondisinya yang membaik ini adalah karena dekatnya waktu dengan kemunculan bulan purnama biru berikutnya," uj
"Kalau kau ingin dia datang, berjalanlah ke arah hutan. Ada batu besar di sana, duduklah di atasnya sambil menatap ke arah bulan dan katakanlah 'Wahai Sang Penyendiri, aku menunggumu untuk menjemputku' berulang-ulang sampai hatimu terasa bergetar, saat itulah dia sudah berada di belakangmu, baru lakukan apa yang harus kau lakukan," jelas nyonya Paxley.Rei mengangguk, "Baiklah, akan kulakukan."Nyonya Paxley tersenyum, "Besok aku akan kembali ke kerajaan dan tidak akan pulang dalam satu bulan, aku berharap Tanoa bisa bersama kita lagi," setelah mengatakan itu, nyonya Paxley pergi. Enhem dan para maid juga harus menyelesaikan tugas terakhir harian mereka. Gossen dan Aamon beranjak pergi. Tinggal Nonoa yang tak bisa mengalihkan pandangannya dari Tanoa."Aku akan berusaha, Nonoa. Bersabarlah," Rei coba menenangkan.Nonoa kembali terisak, hidungnya tampak merah tersumbat, ia kemudian menatap Rei dengan senyum tulus "Tolong jangan paksakan dirimu ya, Rei
Kaki Rei berlari cepat, sementara bayang-bayang ingatan tentang Violet kembali betebaran. Enhem mengatakan sesuatu seperti adanya hubungan antara Lone Angel dengan Sang Penyendiri, dan itu menimbulkan persepsi kalau Violet pasti ada hubungannya dengan semua ini. Nafas Rei terengah, ia tau kalau ada banyak pasang mata yang terus mengiringi langkahnya saat ia semakin masuk ke dalam hutan. Gossen, Aamon, Enhem, Nonoa, dan juga para maid. Tak ada yang bisa mereka lakukan selain mempercayakan ini padanya. Sementara Celia diam penuh pertimbangan, bukan tak mungkin kalau mereka akan bertukar tempat lagi. "Aduh!!" semak belukar dan ranting berduri terus menjadi penghambat langkah sampai akhirnya siluet rembulan terasa membiru. Cahaya ini redup, perlahan tapi begitu terasa perubahannya. Degup jantung semakin memompa cepat saat dihadapkan pada rasa takut dan berani yang silih tumpang tindih. Rumor mengatakan pepohonan di saat malam itu mengeluarkan racun lemah yang mem
"Ah, kau rupanya. Lama tak berjumpa." "Aku tidak ingat kita pernah bertemu." "Hehe, kau lucu sekali ya." Rei menatap mereka bingung. Fisik mereka seperti pinang dibelah dua, pakaiannya saja yang membedakan. Wanita yang tangannya sedang ia tahan ini memakai gaun hitam dan sebuah selendang transparan melingkar di leher. Sedangkan Violet mengenakan gaun putih sama seperti terakhir kali mereka bertemu. "Lepaskan pemuda itu!" perintah Violet. Mengira Sang Penyendiri akan melawan, ternyata ia memilih untuk menurutinya. "Baiklah," Ia melepas tangan Rei yang sudah patah. Rei meringis kesakitan, teriakannya masih juga tertahan. Violet tiba-tiba melompat dan menyerang ke arah Sang Penyendiri dengan belati yang siap di genggaman. Rei hendak mencegah karena Violet akan menggagalkan rencana negoisasinya, tapi rasa ngilu yang luar biasa memaksanya untuk tetap diam. Sang Penyendiri menghindar begitu belati itu menghujam ke arah tubuhn
Sang Penyendiri tak bergeming, ia malah tersenyum mendengar pertanyaan itu. "Jawab aku! Kenapa kau merenggut jiwa Tanoa, dan juga Celia secara tiba-tiba seperti itu?!" "Aku sudah mengatakannya padamu, mereka kubawa dalam kedamaian, apa yang kurang jelas dari penjelasan itu?" "Kalau Tanoa, aku mungkin bisa sedikit memahaminya, tapi kenapa kau melakukannya pada Celia begitu cepat tanpa sepengetahuanku?! Aku yakin di sini ada pengecualian," tangan Rei mengepal, ingin sekali ia meninju apapun yang ada di sekitar. "Aku tidak mengambil jiwanya," Sang Penyendiri menjawab datar. "Hah?" "Aku hanya menekan kesadarannya. Kau akan berakhir mati jika jiwa Celia direnggut dari tubuh itu." Rei mengerutkan dahi semakin tak paham, "Ta-Tapi kau tadi bilang kau ingin aku kembali padamu," ujarnya bingung. Pemandangan tampak semakin aneh saat Rei melihat Momoka memasang wajah tersipu, "Itu karena," ia memalingkan tubuhnya dari tatapan Rei "