Share

Terjebak di Negeri Dongeng
Terjebak di Negeri Dongeng
Author: Ummu Nadin

Part 1. Terjebak dalam Tubuh Asing

"Panji, cepat pergi dari sini, biar gue aja yang coba nahan mereka, elo harus segera sampai di markas," titah Reno temanku sesama mafia, sambil membantu beni menyiapkan senjata yang ada.

Aku mengangguk, meng-iyakan Reno.

Pagi ini tiba-tiba markas bayangan sindikat hitam kami, disatroni oleh Genta, dia adalah musuh bebuyutan sindikat kami.

Entah bagaimana caranya mereka bisa mengetahui markas bayangan ini, padahal semua akses sudah kami tutup rapat.

Entahlah.

Tanpa menunggu perintah dua kali, aku segera membawa semua untuk dibawa ke markas utama, tanpa membuang waktu panjang, aku segera masuk mobil tancap gas, membawa mobil ugal-ugalan membelah jalanan untuk satu tujuan, aku ingin segera sampai markas utama.

Selama di perjalanan aku masih tidak habis pikir, kenapa mereka bisa masuk padahal semua kemungkinan sudah kami pertimbangkan dengan baik dan teliti.

Kenapa Genta bisa mendapatkan akses markas bayangan kami?

Adakah pengkhianat diantara kami?

Semua pertanyaan bermain di dalam benakku, mengganggu konsentrasiku dalam membawa mobil.

Hingga tiba-tiba.

Ddduuuuuaaaaarrrrrrr.

Suara benturan keras terdengar memekakkan telinga, mobil yang kukemudikan kehilangan kendali, hingga menabrak batas jalan. Kemudian mobilku berguling masuk ke jurang.

Setelahnya aku sudah tidak ingat apa-apa lagi. Semua gelap seperti langit yang bergelayut mendung. 

Ahh ...

***

Entah sudah berapa lama aku tidak sadarkan diri setelah peristiwa kecelakaan yang kualami.

Ketika aku mulai sadar, lamat-lamat aku mendengar suara, seperti dengungan suara lebah.  Entah dari berapa jam yang lalu, suara itu memenuhi ruang di indra pendengaranku.

Hingga lambat laun suara itu  mulai terdengar jelas, seperti suara orang yang sedang bercakap-cakap. Sebenarnya sudah sejak tadi juga aku mencoba membuka kedua mataku, namun rasanya berat, seperti diganduli beras beberapa puluh kilo rasanya. 

Jangan ditanya bagaimana rasanya tubuh ini, karena sungguh, bahkan aku juga merasa sulit untuk menjelaskan. Rasa kebas dan matirasa begitu mendominasi tubuh ini, sangat sulit menggerakkan bagian tubuhku.

Ataukah justru antara otak dan syaraf-syaraf disetiap bagian tubuh seolah terputus hubungan, hingga mereka sulit menerima perintah dari otakku?

Entahlah.

Namaku adalah Panji, seorang Bodyguard alias tangan kanan Boz mafia di negeri ini. Seingatku, mobilku menabrak marka pembatas jalan dipegunungan, saat sindikat mafia lain, yang merupakan musuh bebuyutan dari sindikat mafia tempatku bekerja sedang berseteru.

Mereka mencoba untuk mengambil alih atau lebih tepatnya merebut dokumen penting yang berisikan database project bisnis trilyunan rupiah dari sindikat kami. Tentunya bukan bisnis yang halal, karena kami adalah mafia. 

Tapi Dewi Fortuna rupanya sedang tidak berpihak padaku. Saat mencoba melarikan diri dari pengejaran mereka. Aku justru mengalami kecelakaan ini.

Huft ... entahlah sekarang aku sudah mati atau masih hidup. Karena sulit sekali bagiku untuk bergerak. Tapi telingaku sudah menangkap suara-suara. 

Seiring dengan kesadaran yang semakin pulih, perlahan diri ini mulai bisa menggerakkan tubuh. Meskipun perlahan. Sedikit demi sedikit mulai bisa membuka kelopak mataku.

Kuedarkan pandanganku, mencoba mengenali tempat ini. Hey, tempat apa ini? Rasa heran seakan menyergap, kini aku berada di ruangan aneh.

Sebuah bilik terbuat dari bambu sederhana dan terkesan kuno, semakin membuat rasa heran semakin bertumpuk di dalam benak.

Kembali aku mengedarkan pandanganku meneliti ruangan ini, Di ruangan ini terdapat perabot-perabot kuno. Dipan yang terbuat dari kayu jati dilengkapi alas tikar pandan menjadi alas dari tubuhku.

Disamping kiriku ada meja kecil dan sebuah bokor kencana berisikan ramuan herbal, baunya yang khas tajam menusuk hidungku.

Dan heeyyy apa ini?

Aku semakin tersentak ketika menyadari penampilanku sendiri.

Betapa tidak?

Aku mengenakan pakaian adat Jawa, setelan celana berlapiskan kain batik lengkap dengan ikat pinggang seperti pakaian adat jawa pada umumnya yang biasa dipakai oleh kerabat pengantin dipesta pernikahan orang-orang jawa itu.

Aneh.

Seingatku aku tidak sedang mengikuti pesta pernikahan.

Kenapa aku berpenampilan seperti ini?

Duh ... aku benar-benar bingung. Kemudian berusaha bangun dari posisi tidur telentang, untuk mendapatkan jawaban dari semua keanehan ini. Akhirnya aku berhasil bangun.

Tapi belum sempurna tubuhku berdiri tiba-tiba oleng, sepertinya kondisiku kali ini sangat lemah.  Secara tak sengaja tubuhku menubruk meja dan limbung.

prrrraaaanggggggg 

brrrukkkkkkkk

Pintu bilik bambu terbuka dari luar. Seorang pria paruh baya tergopoh-gopong mendatangiku, kulihat sekilas dibelakangnya ada dua orang yang lebih muda datang memapahku. Dan membaringkanku kembali didipan kayu.

Aku menangkap ada gurat bahagia yang terlihat dari raut wajah mereka, demi melihat aku sudah terbangun. 

"Nak mas sudah siuman, kenapa tidak memanggil pengawal untuk membantu?" ocehnya setelah selesai membaringkanku kembali di dipan. 

"Nak mas jangan memaksakan diri untuk berdiri. Pasti masih lemah karena sudah tiga hari tidak sadarkan diri," lanjutnya sambil menuangkan minuman kedalam gelas yang terbuat dari kuningan. 

"I-ini dimana?" tanyaku linglung. 

Pak tua yang sedang menuangkan air sedikit berjinggat, wajahnya berubah saat mendengar ucapanku barusan. 

"Apakah Nak mas sungguh tidak ingat? Apa Nak mas juga tidak ingat dengan kami?" tanyanya seraya membantuku duduk dan menyerahkan gelas ditangannya.

Aku hanya menggelengkan kepala lemah sambil memejamkan mata. 

Bingung.

"Minumlah!" titahnya.

Aku menganggukan kepala. Minuman ini rasanya manis seperti madu, meluncur masuk kedalam kerongkonganku.

Krruuuukkkk.

Perutku lapar sekali. Perih.

"Ambilkan makanan untuk Nak Mas Arya," perintahnya kepada seorang pria yang lebih muda yang tadi membantuku berbaring.

Sepintas dia tersenyum padaku.

"Sendiko dawuh, Guru," ucapnya.

Oh, shittt.

Apa aku tidak salah dengar?

Kenapa mereka berbincang menggunakan ejaan bahasa yang telah hilang berabad silam?

Apakah aku kembali hidup dijaman prasejarah megalitikum atau kejaman masa dinasti sanjaya dan syailendra?

Huft, Hatiku mencebik.

Dan tunggu, tadi pria tua itu menyebutku dengan nama Arya.

Hey, namaku Panji, sejak kapan berubah menjadi Arya?

Ataukah aku sekarang adalah Arya kamandanu yang ada di film Tutur Tinular?

Apakah kalian tahu film Tutur Tinular?

Itu loh, serial film laga yang tayang di salah satu stasion tivi nasional. Oh My Lord. 

Aku menggaruk rambutku yang tiba-tiba terasa gatal, eh kok gatal. Sudah berapa lama aku tidak mandi?

Entahlah.

Kupejamkan mataku, dan membuang napas gusar. Aku bahkan tidak tahu harus berbuat apa, benarkah aku kini sedang terjebak di sebuah negeri dongen? 

Apakah saat kecelakaan itu, aku menembus ruang dan waktu? 

Terjebak di dalam lorong waktu atau pintu kemana saja yang dimiliki oleh Doraemon, dan membuatku terjebak di dunia ini.

Oh, Shitttt.

Aku terdiam tepekur. Memang hanya beginilah yang aku bisa lakukan sekarang. Meski sedang dilanda kebingungan tingkat akut, aku harus tetap tenang. Tidak boleh panik.

Selama ini aku sudah terbiasa hidup dalam dunia yang penuh dengan intrik dan keras. Hidup menjadi mafia itu tidak mudah, penuh tantangan dan ketegangan.

Nilai plusnya, aku terbiasa hidup dengan tingkat kewaspadaan yang tinggi, itu sudah menjadi bagian dari hidupku.

Tidak boleh menampakkan kelemahan, terlebih saat ini aku belum tahu mereka itu kawan atau musuh. Khawatirnya mereka hanya akan memanfaatkan kondisiku.

Saat ini situasinya sangat memungkinkan, untuk dimanfaatkan orang lain. Karena aku sekarang rupanya sedang terjebak dalam sebuah raga asing, yang hidup di sebuah negeri antah berantah entah diabad berapa masehi. 

Kkrrrrruuuuukkkkkkk

Sepertinya cacing-cacing didalam perutku sudah tidak sabar lagi. Untunglah pemuda yang tadi sudah kembali, membawa nampan kuningan yang penuh dengan makanan beraneka macam. 

"Nak Mas pasti lapar. Silahkan makan dulu. Setelah itu kita akan lanjutkan kembali pembicaraan tadi," tukas Pak Tua itu seraya meninggalkan bilik bambu dimana aku kini terjebak. 

Setelahnya aku makan dengan sangat lahap. Aku yakin mereka tidak meracuniku, karena tidak mungkin mereka menungguiku siuman jika berniat buruk meracuniku. Iyya kan?

Sudahlah sekarang ga usah mikir macem-macem. Yang penting makan dulu untuk memulihkan tenagaku. 

***

"Nak Mas Arya tidak begitu mahir mengendalikan kuda, sehingga ketika Rangkuti tidak terkendali, Nak Mas terpental dan tidak sadarkan diri,"  ujar Pak Tua yang akhirnya aku tahu bernama Mpu Gandiswara itu.

Dialah pemilik Padhepokan ini.

Mungkinkah dia masih keturunannya Mpu Gandring?

Memangnya Mpu Gandring punya keturunan, ya?

Huft, entahlah. Aku tidak tahu pasti soalnya dalam buku sejarah yang kubaca tidak diceritakan secara detil nama istri dan anak dari Mpu Gandring, dia menikah apa tidakpun aku juga tidak tahu. Haha

"Apakah kita sekarang hidup dimasa Ken Arok?" tanyaku linglung.

Sungguh. Saat aku melihat kondisi diluar bilikku, semakin menambah syok saja. Suasana kuno seperti dalam serial film laga terbentang dan terpampang nyata di hadapanku.

Mereka berjinggat mendengar pertanyaanku. 

"Nak Mas bahkan tidak ingat kita hidup dimasa Raja Bhre Kertabumi?" tanyanya sambil mengernyitkan dahi.

Rupanya pria tua ini sedang dilanda kebingungan yang sangat. Mungkin dia bertanya-tanya pria dihadapannya kini, yang dia sebut sebagai Arya, menderita lupa ingatan yang akut.

Sebutan Amnesia mungkin akan membuat mereka semakin bingung. Tentu saja, karena jaman ini belum musim menyebut istilah dengan bahasa asing. Ini masih di jaman siapa tadi, Bhre Kertabumi katanya.

Siapa Bhre Kertabumi itu, ya?

Aduh kenapa aku selama ini acuh dengan pelajaran sejarah, sih.

Apalah aku ini. Hanya bodyguard dari seorang mafia yang licin seperti belut di negara ini. Profesi mafia tidak mengharuskan pandai dalam pelajaran sejarah, karena tidak penting. Yang penting bagi mafia adalah mahir bermain senjata, mahir beladiri, mahir mengidentifikasi berbagai macam obat terlarang, mahir menge-hack database. itu cukup bagiku.

Akhirnya mengalirlah cerita dari Mpu Gandiswara, bahwa namaku adalah Arya Wisesa. Putra Sulung seorang Akuwu di wilayah Puncu. Saat ini adalah masa akhir dari kerajaan Majapahit yaitu BraWijaya V. Nah, Bhre Kertabumi itu ternyata Brawijaya V raja majapahit.

Oh No, aku terjebak di jaman Majapahit, ya ampun.

Jangan bertanya Akuwu itu setara pejabat apa kalo dimasa sekarang, ya. Karena aku juga belum tahu detil. Hehehe. Yang pasti itu adalah jabatan masih dibawah adipati.

"Apakah aku harus lapor kepada Ayahandamu tentang keadaan Nak Mas yang lupa ingatan ini?" 

tanya Mpu Gandiswara perlahan. 

"Saya rasa tidak perlu, Guru. Mungkin saya hanya butuh waktu untuk mengingat kembali," sahutku meyakinkan.

Supaya orang didepanku ini percaya aku tidak apa-apa. 

"Baiklah, satu pekan ini jika belum ada perubahan. Aku harus melaporkan pada Akuwu. Aku tidak mau disalahkan jika terjadi apa-apa denganmu, Nak Mas," Aku menganggukkan kepala sebagai tanda persetujuan.

Kemudian aku pamit untuk melihat sekeliling Padhepokan. Sendiri. 

"Sebaiknya aku harus cepat belajar banyak hal. Jangan sampai aku celaka karena terjebak dalam raga yang aneh ini," desahku gundah.

Tapi bagaimana caranya aku belajar memahami, karena jaman ini tidak ada Smartphone.

Kenapa ya gawai canggihku tidak ikut terbawa?

Huhh, lagipula kalo misalkan terbawa emang dijaman ini sudah ada sinyal? Kan tidak ada tower. Duh ... iya juga, ya. Hahaha....

Baiklah mari kita belajar dengan cara tradisional saja. Bukankah malu bertanya sesat dijalan. Maka kita belajar dengan cara bertanya. 

Ahaaa ... sepertinya aku menemukan ide briliant untuk mendapatkan informasi jati diri seorang Arya Wisesa.

Senyumku merekah, karena mendapatkan ide cerdas di tengah kegalauanku.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ovie Maria
Panji dan Arya, satu jiwa dalam raga yang berbeda. kakak othor keren. semangat nulisnya, kak...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status