POV Nimas Ayu Larasati
Begitu berhasil keluar dari keroyokan Penjahat didalam hutan, kami melanjutkan perjalanan kembali. Berharap menemukan perkampungan untuk mencari kedai makan dan tempat beristirahat. Rasanya tubuh ini sudah sangat penat. Tapi siapa nyana, justru di kampung itu kami kembali berjumpa dengan para begundal menjijikkan, sok main perintah, sok berkuasa, dan sok kuat.
Huh ... menjijikkan tidak tau malu, padahal hanya dengan beberapa jurus saja aku bisa melumpuhkan mereka semua yang berjumlah belasan orang. Tidak sesuai dengan mulut besarnya yang seolah-olah sanggup menggenggam dunia.
Ini pertama kali aku turun gunung dari padhepokan, ibarat menguji kemampuan dan mendedikasikan ilmu yang kumiliki untuk membela yang lemah seperti nasihat Romo. Karena ini adalah pengalaman pertama, maka tentunya Romo tidak mungkin melepasku keluar sendirian untuk mengantar Raden Arya Wisesa. Romo memerintahkan Kangmasku yang paling gagah sedunia itu bersamaku m
POV Nimas Ayu Larasati"Benarkah itu, Kanda?" tanya Dyah Ayu Nareswari yang tiba-tiba sudah dibelakang kami berdua.Tatap matanya menyelidik pada kami berdua, aku hanya bisa menundukkan kepala. Rasanya tidak sanggup melihat tatapan mata yang terlihat begitu terluka milik gadis itu, sungguh aku sangat tidak tega melihatnya. Bagaimanapun aku juga seorang wanita, sangat tahu bagaimana rasanya merasa diabaikan. Aku bahkan tadi malam begitu terluka ketika menyaksikan dan mendengar kabar tentang rencana pernikahan mereka.Sungguh, Aku sangat tahu apa yang dia rasakan. Kecewa, merasa tidak dianggap atau bahkan merasa dikhianati, oleh calon suaminya. Atau justru menuduhku menggoda calon suaminya?"Dyah Ayu, ini tidak seperti yang kau bayangkan," terangku mencoba memperbaiki situasi."Aku tidak bertanya padamu, Nimas," jawabnya dingin.Baiklah, sebaiknya aku akan menyingkir dari mereka sekarang, supaya tidak memperumit keadaan. Aku
POV Arya Wisesa"Benarkah itu, Kanda?" terdengar suara Dyah Ayu Nareswari sudah berada dibelakang kami.Aku tersentak mendengarnya, bagaimanapun ini adalah situasi yang sulit bagiku. Apapun yang kulakukan pasti akan ada hati yang terluka diantara dua gadis ini.Semenjak terjebak di tubuh Arya Wisesa, entah kenapa hatiku jadi selembut ini. Bahkan melukai perasaan seorang gadis aku tidak bisa, padahal biasanya aku mana pernah seperti ini. Aku mendesah panjang.Bahkan ketika gadis yang kucintai melangkah menjauh dariku, aku tak tahu harus berbuat apa. Entah terbuat dari apa hati gadis ini, meski aku melihatnya begitu terluka, Nimas mencoba menjelaskan pada Dyah Ayu, tapi sepertinya dia sudah terlanjur begitu marah pada gadisku.Aku tahu keduanya merasa terluka olehku, di satu sisi Nimas tersakiti dengan perjodohanku dengan putri pamanku, di sisi lain Dyah Ayu terluka mendengar kenyataan bahwa aku mencintai gadis lain.Aku hanya mamp
Malam beranjak menggelap, aku masih tercenung di dekat jendela sambil memandangi rembulan bongkok yang bersinar teduh di langit raya. Saat memandang sinar bulan itu, tiba-tiba wajah Nimas Ayu muncul dengan senyumnya yang memabukkan.Ah, jika aku punya kemampuan menghilang dan muncul dalam sekejab di tempat yang berbeda, ada satu tempat yang selalu menjadi tujuanku."Itu adalah kamu, Nimas," gumamku lirih.Kejadian kemarin lusa saat kami berada di pinggir hutan, berputar kembali didepan mata. Menampilkan wajah ayu gadis yang saat ini telah merajai hatiku. Entah sejak kapan dia mulai menduduki tahta hati tertinggi, merebut seluruh atensiku."Raden, kelincinya mengikuti kita. Hey kelinci, apa kamu lapar. Hmmm?" celotehmu ceria, sambil meraih kelinci putih itu kedalam pangkuanmu.Suara tawamu kembali terdengar ditelinga, mengingatmu membuat senyum terbit dari bibirku. Beginikah rasanya dilanda badai asmara? Badai yang bukan hanya sekedar memporak
POV Nimas Ayu LarasatiAkhirnya perjalanan ini usai sudah, pintu gerbang Padhepokan sudah tampak dari kejauhan. Tiba-tiba dadaku berdenyut karena aura kebahagiaan yang menyeruak memenuhi seisi ruang di dalam dada, seolah mencium aroma candu yang memabukkan. Tiba kembali di rumah setelah berhari-hari melakukan perjalanan itu, membawa rasa bahagia yang tak tertandingi."Kangmas, kita sudah sampai," pekikku lantang dari atas kuda yang masih melesat bak anak panah."Iya, Nimas, aku rindu dengan Biyung," jawab Kangmas Rangga Suta tak kalah keras.Kami berdua saling melempar tawa, aura kebahagiaan terpancar, bahkan hanya ketika melihat gerbang rumah kami saja. Duh, aku merasa seperti anak kecil yang dibelikan gula-gula oleh ibunya, bahagia.Memang benar bahwa setiap perjalanan membawa cerita sendiri, karena tenggelam dalam rutinitas harian yang itu-itu saja kadang membawa rasa bosan dan jenuh yang berkepanjangan. Dengan keluar dari padhepokan aku mendapa
POV Nimas Ayu Larasati"Raden???" Ujarku tercekat.Sejenak netra kami saling mengunci satu sama lain, menghadirkan gelenyar rasa yang menabuh gendang kerinduan yang semakin bertalu-talu menghentak sukma. Beberapa detik membuat dunia seolah berhenti berputar.Kerinduan yang tersimpan jauh di dalam dasar hati telah mengkristal menjadi sebongkah es, mungkin saja ketika terpanaskan dengan hawa panas akan meleleh dan hilang tak berbekas. Atau bisa juga sebaliknya semakin mengeras bak gunung es di samudera."Nimas, aku datang melunaskan janji," ucapnya lirih.Aku melengos dan membalikkan tubuhku. Memandang pucuk batang bambu yang gerakannya meliuk-liuk seperti penari. Irama bambu yang saling bergesekan satu sama lain mengusik ketenangan.'Datang melunaskan janji, artinya setelah janji itu dilunaskan. Semua telah usai, bukankah begitu?' gumamku dalam hati.Mungkin kedatangannya hanya ingin mengundang Romo untuk hadir di upa
POV Arya Wisesa"Apa?""Kanda mau menikah dengan Nimas Ayu?" pekik Dyah Ayu terkejut."Benarkah itu, Kanda?" gadis itu tidak bisa menyembunyikan kekagetannya, saat aku meminta Romo Sura Wijaya untuk meminangkan Nimas Ayu.Aku tahu keinginanku ini pasti melukai hatinya. Tapi bagaimana lagi, aku menginginkan Nimas, selama 3 purnama aku berjauhan dengannya, membuat hidupku tidak bergairah."Tapi, Kanda, bagaimana denganku? Tidak bisakah kita menikah terlebih dahulu, maksudku aku ...." Dia terisak.Mungkin gadis di depanku ini saat ini sangat kecewa dengan keputusanku untuk menikahi Nimas Ayu Larasati. Aku pasti telah menghancurkan harapannya.Sebelumnya mungkin dia berharap aku bisa belajar mencintainya, tapi bagaimana lagi, hati ini sudah penuh dengan Nimas. Tak mungkin aku isi lagi dengan orang lain."Dinda, maafkan kanda, jika membuatmu terluka."Dia tidak menjawab perkataanku, setegar apapun dia
"Hhiiiiyyyyaaaaa ... "Kami bermaksud untuk memacu kuda kami, tapi terlambat, karena rombongan berkuda itu sudah tiba didepanku."Kalian baik-baik saja?" setelah mendekat, ternyata rombongan berkuda itu adalah Paman Tumenggung dan para pengawal.Aku bernapas lega."Kami baik-baik saja, Paman, iya, kan, Dinda?" jawabku. Mungkin kami pergi terlalu lama, sehingga membuat Paman khawatir. Dinda Dyah Ayu memacu kudanya perlahan, kami mengikutinya dari belakang."Romo, kenapa menyusul?" tanyanya heran."Romo khawatir, kalian sudah terlalu lama diluar istana," jawab paman tumenggung. Bibir gadis itu mengerucut, rupanya dia tengah merajuk pada romonya."Aku sudah besar, Romo," ujarnya."Iya, tapi masih manja," jawab paman sambil terkekeh.Di sepanjang jalan, Dyah ayu mengomel pada romonya, karena menganggap dia seperti anak kecil.Ketika kami sudah tiba kembali di istana, rombongan kami terpisah, mereka l
POV Arya WisesaPagi mulai menyapa, saat aku terbangun di bilik bambuku. Gemerincik air sudah terdengar, suara yang telah kurindukan lebih dari tiga purnama ini. Itulah suara Nimas ketika menyiram bunga-bunga di halaman bilikku. Tanpa sadar bibir ini menyunggingkan senyuman, bisa melihatnya pagi ini. Aku bergegas mengintipnya dari balik jendela yang terbuka sedikit.Nimas Ayu tampak khusyuk menuangkan air sedikit demi sedikit. Sesekali kulihat dia berbicara sendiri, eh, mungkin saja dia sedang menyapa bunga-bunga yang sedang dirawatnya itu. Duh ... betapa bahagianya jika aku menjadi bunga-bunga itu, yang setiap hari disayang olehnya dan diajak bicara.Bahkan kadang dia melantunkan kidung untuk mereka, bunga-bunga itu. Suaranya merdu, menentramkan hatiku, Hmmm ... betapa bahagia ... Nimas, dirimu telah mengalihkan duniaku.Aku mendesah panjang, menyadari kebucinanku yang sudah berada di level akut.Beginilah rasanya jatuh cinta?Ternyat