Mariana menatap pria yang kini memeluknya. Detak jantungnya menggila saat berdekatan dengan pria itu. Rasanya sangat berbeda dengan saat ia berdekatan dengan pria-pria lainnya selama ini.
Saat bersama Zian, Mariana merasa sangat nyaman. Pria itu sangat mengerti dirinya. Zian juga sangat sabar menghadapi sifat manjanya yang terkadang menjengkelkan.
Lelaki dewasa itu tidak pernah marah meskipun Mariana seringkali membuatnya kesal. Saat gadis itu sedang kesal, Zian akan menghadiahi senyuman manis di wajah tampannya.
Zian membelai rambut Mariana yang berantakan diterpa angin. Mereka berdua saat ini berada di tepi pantai. Mariana dan Zian, menghabiskan waktu libur mereka dengan pergi ke pantai.
Setelah lelah berkejaran di pantai, kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu kini duduk berdampingan. Mariana menyandarkan tubuhnya di bahu Zian. Sementara Zian melingkarkan tangannya pada punggung perempuan itu.
Mariana Zoya, gadis cantik bermata cokelat, bulu mata lentik dengan alis tebal yang berbaris rapi. Bibir merahnya terlihat menggoda bagi siapa pun yang melihatnya. Mariana yang terlihat seperti gadis polos dan menggemaskan, membuat Zian semakin jatuh cinta padanya.
"Diam-diam menghanyutkan," gumam Zian saat ia menatap wajah sang kekasih yang terlihat sangat cantik. Wajah Mariana memancarkan kecantikan alami. Pesona gadis desa itu begitu memikat, membuat siapa pun yang melihatnya merasa ingin memilikinya.
Termasuk beberapa pasang mata lelaki yang menatap Mariana saat mereka berjalan beriringan di tepi pantai. Rasanya, Zian ingin sekali menghajar mereka karena telah berani menatap kekasih pujaannya itu tanpa berkedip.
"Memangnya siapa yang diam-diam menghanyutkan?" Mariana yang sedari terdiam menikmati angin pantai yang meniup rambutnya, menatap pria yang sudah beberapa hari ini tidak bisa membuatnya tidur.
Pria tampan itu juga menatapnya dengan lembut, tatapan matanya seolah menghipnotis Mariana. Dadanya berdebar, seiring detak jantungnya yang menggila. Mariana sering bertemu dengan Zian, tetapi, baru beberapa hari ini Mariana merasakan dadanya berdebar-debar saat bersama pria ini.
'Biasanya, aku tidak pernah segugup ini di depanmu. Kenapa sekarang aku merasa gugup juga deg-degan?'
Mariana menatap Zian sambil memegangi dadanya yang berdetak cepat.
"Kenapa? Apa kau sakit?" Zian memegang tangan Mariana yang memegangi dadanya.
"Tidak. Aku tidak apa-apa."
"Tapi sedari tadi kau menatapku. Apa aku terlihat tampan?" Zian mengedipkan matanya sambil tersenyum menggoda. Sejenak Mariana terpaku sebelum akhirnya kesadarannya kembali.
Perempuan itu tertawa menanggapi sikap Zian yang baru saja membuatnya terpesona.
"Kau benar. Kau sangat tampan. Kenapa aku baru menyadarinya sekarang?" Mariana membelai wajah tampan Bian sambil tertawa.
"Kamu bilang aku tampan, tapi kamu tidak mau menikah denganku." Wajah Zian cemberut saat mengingat penolakan Mariana yang tidak ingin ia melamarnya.
Terpaut usia lima tahun lebih tua dari Mariana membuat Zian takut kehilangan perempuan itu. Apalagi, banyak sekali pria yang mengincar kekasihnya itu. Mariana sangat cantik. Siapa pun yang melihatnya untuk pertama kali pasti langsung suka dan penasaran mendekatinya.
Di tempat kerjanya saat ini juga masih banyak yang mengejarnya. Sebelum mereka resmi berpacaran, Mariana adalah pacar Radith. Pria itu bekerja di tempat yang sama dengan Mariana dan Zian. Hanya saja mereka berbeda bagian.
Zian dan Mariana juga Radith, bekerja sebagai karyawan pabrik yang masih terletak tidak jauh dari tempat tinggal mereka. Kecuali Zian, tempat tinggalnya yang lumayan jauh membuat pria itu akhirnya memilih tinggal di kost-kostan.
Mariana menatap Zian dengan perasaan tidak enak. Bayangan wajah Andika tiba-tiba terlintas. Andika adalah satu-satunya pria yang membuatnya jatuh cinta saat itu, hingga akhirnya Mariana menerima lamaran Andika dan akhirnya bertunangan.
Saat bersama Andika, Mariana pun sama-sama merasakan getaran di dadanya. Seperti yang saat ini ia rasakan pada Zian.
'Apakah aku jatuh cinta padanya?' Mariana menatap Zian. Memindai wajah tampan itu dengan seksama. Debaran dadanya semakin menggila.
'Rasanya, sama seperti saat aku jatuh cinta pada Andika. Apa sekarang aku benar-benar jatuh cinta padanya?'
Lamunan Mariana buyar saat bibir Zian mencium kedua tangannya. Perempuan itu tersenyum, hatinya menghangat dengan perlakuan Zian. Pria itu kemudian memeluk perempuan pujaannya itu dengan erat.
"Aku benar-benar mencintaimu. Sangat mencintaimu. Aku ingin menjadikanmu sebagai milikku seumur hidup. Izinkan aku melamar dan menikahimu."
Mariana tersenyum dalam pelukan Zian. Gadis cantik bermata cokelat itu membenamkan kepalanya di dada bidang lelaki itu.
"Aku juga mencintaimu." Kata-kata itu akhirnya terdengar dari mulut Mariana. Kata-kata yang tidak pernah ia ucapkan pada pria manapun yang menjadi kekasihnya selama ini, kecuali Andika.
Mariana memang tidak pernah mengungkapkan perasaannya pada beberapa pria yang menjadi pasangannya. Baik itu pacar yang diketahui orang lain atau pun pacar rahasianya.
Kini, kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibir manisnya. Mariana bahkan merasa lega setelah mengungkapkan kata-kata itu pada Zian.
"Aku lebih-lebih mencintaimu." Zian mempererat pelukannya.
Suara deburan ombak yang berkejaran, angin yang bertiup semilir meniup rambut dua insan yang kini sedang dimabuk asmara. Mereka berdua tenggelam dalam pelukan tanpa menghiraukan tatapan beberapa pasang mata yang menatap mereka dengan iri.
Mariana berwajah cantik, sementara Zian berwajah tampan. Mereka berdua adalah pasangan serasi. Jadi wajar, banyak yang berdecak kagum juga iri pada pasangan yang sedang dimabuk cinta itu.
'Aku jatuh cinta padamu seperti saat aku jatuh cinta pada Andika. Sekarang, bagaimana caranya agar aku tetap bersamamu tanpa harus menikah dengan Andika?'
Bayangan wajah tampan Andika terlintas. Sebentar lagi, pria itu pulang karena acara pernikahan mereka tinggal dua bulan lagi.
'Bagaimana caranya aku memberitahu Zian tentang Andika?'
Mariana mengeratkan pelukannya. Dalam hati, ia benar-benar tidak ingin kehilangan pria ini. Zian memang belum tahu kalau Mariana sudah bertunangan dan sebentar lagi akan menikah.
Mariana selalu melarang Zian jika pria itu ingin ke rumahnya. Walaupun Zian akhirnya nekad juga datang ke rumah, tetapi pria itu belum mengetahui tentang hubungannya dengan Andika.
Andika dan Zian adalah orang yang sama-sama telah membuatnya jatuh cinta. Mariana sangat mencintai Andika, tetapi setelah bertemu dengan Zian, perlahan-lahan perasaan itu memudar.
Apalagi, sudah lama Mariana tidak pernah bertemu dengan Andika. Kesibukan Andika mengurus usaha kedua orang tuanya di Jakarta membuat pria pujaannya itu tidak pernah pulang sama sekali.
"Aku benar-benar tidak sabar untuk memilikimu seutuhnya Mariana. Aku benar-benar mencintaimu." Suara Zian kembali menyapa pendengarannya.
Namun, Mariana tak menjawab. Gadis itu semakin membenamkan kepalanya di dada bidang Zian. Ia tidak tidak ingin menjawab pertanyaan lelaki itu. Bukan tidak ingin, hanya saja, saat ini dia memang belum punya jawabannya.
Zian meninggalkan Mariana yang masih menangis. Bukan hanya Mariana yang menangis, Devan pun ikut menangis karena kaget saat mendengar suara bunyi yang cukup keras. Zian membanting ponsel Mariana, hingga ponsel itu jatuh berkeping-keping, sesaat setelah dia memaki Reno yang ternyata kembali menelepon.Pria itu sudah menunggu Mariana di tempat yang sudah mereka sepakati bersama. Zian sangat marah, laki-laki itu pergi dari rumah tanpa mengatakan sepatah kata pun. Zian pergi untuk menenangkan diri. Awalnya, ia ingin sekali pergi menemui Reno dan menghajar pria itu habis-habisan karena sudah berani menggoda istrinya. Namun, setelah dipikir-pikir, percuma saja ia menghabiskan tenaga untuk menghajar Reno. Toh! Bukan hanya pria itu saja yang salah. Mariana pun salah. Seandainya perempuan itu bisa menjaga diri sebagai seorang wanita yang sudah mempunyai suami, Zian yakin, Reno pun tidak akan memaksa Mariana untuk berhubungan dengan dia.Namun, karena Mariana mudah tergoda dan langsung jatuh k
"Mas, maafkan aku. Aku bisa jelasin semuanya." Mariana menangis melihat kemarahan Zian.Dalam hati, perempuan itu merutuki diri sendiri yang tidak hati-hati saat menyimpan ponsel pemberian Reno itu. Kekasih gelapnya itu memang sengaja membelikan ponsel untuknya agar mereka gampang jika ingin saling menghubungi.Reno sering mengingatkan Mariana agar dia berhati-hati menyimpan ponsel itu agar tidak sampai ketahuan oleh Zian. Namun, gara-gara keteledorannya, pria itu kini menemukan ponselnya dan mengetahui rahasia yang selama bertahun-tahun ini di sembunyikan olehnya juga Reno."Aku benar-benar tidak menyangka kalau kamu tega melakukan ini padaku, Mar. Aku pikir, kamu sudah berubah setelah menikah denganku, tapi ternyata ...." Zian menatap Mariana dengan kedua mata berkaca-kaca. Jantungnya serasa diremas-remas."Mas Zian-""Aku benar-benar kecewa sama kamu, Mar." Zian memegangi dadanya yang terasa sesak. "Maafkan aku, Mas, aku khilaf! Aku janji, aku tidak akan berhubungan dengan dia l
Zian menatap wajah cantik Mariana dengan rasa sakit di hatinya.Pria itu sadar, istrinya itu memang masih terlihat cantik. Mariana juga pandai merawat tubuhnya, hingga meskipun dia sudah mempunyai anak dua, bentuk tubuhnya juga wajahnya tidak kalah dengan gadis muda yang belum menikah.Zian juga seringkali cemburu jika melihat teman-teman prianya seringkali menatap istrinya penuh minat. Namun, Mariana selalu bisa membujuknya dengan mengatakan kalau dia hanya mencintainya dan tidak akan pernah mengkhianatinya.Namun, sekarang Mariana justru mengingkari janjinya. Mengingkari janji untuk setia sampai kapanpun terhadapnya."Kenapa, Mariana? Memangnya apa kesalahanku sampai kau tega berbuat seperti ini padaku?""Ma-Mas ...." Mariana menatap Zian dengan kedua mata berkaca-kaca. Ia sungguh tidak mengira kalau Zian akan mengetahui perselingkuhannya dengan Reno."Kenapa, Mar? Kenapa harus dia? Apa kau tidak sadar kalau Reno itu adalah suami dari sahabatmu sendiri?""Aku tidak menyangka kalau k
"Anak kita?" gumam Zian lirih. Pria itu masih belum sadar sepenuhnya. Buru-buru Zian membaringkan tubuh mungil Devan yang tertidur ke atas ranjang. Kemudian, dengan serius Zian mendengarkan suara Reno di ujung telepon."Halo, Sayang, Kenapa kamu diam saja? Aku tunggu kamu di tempat biasa, jangan lupa bawa anak kita. Aku jemput kamu di tengah jalan, ya, biar Zian nggak curiga. Suami kamu lagi di rumah kan?" Tangan Zian yang memegang ponsel bergetar mendengar suara laki-laki di seberang sana."Aku kangen sama kamu, Mar, sampai ketemu di penginapan ya?" Zian hampir saja menjatuhkan ponselnya. Kata-kata yang diucapkan oleh pria itu bak palu yang menghantam dadanya.Rasa sakit mengalir ke ruang hatinya. Zian benar-benar tidak percaya dengan apa yang ia dengar dari mulut pria itu. Pria yang selama ini sudah ia anggap sebagai sahabat baiknya.'Reno ....'Zian memegangi dadanya, yang terasa sesak.'Tidak mungkin ... aku pasti salah dengar. Tidak mungkin Mariana dan Reno ....'"Sayang ... ada
Reno baru saja turun dari mobilnya. Pria itu berhenti sejenak saat seorang perempuan cantik dengan perut buncit lewat di depannya.Wajahnya menyunggingkan senyuman tatkala melihat perempuan itu tersenyum malu-malu melihatnya.Rasanya, Reno ingin sekali langsung mendekap perempuan itu saking gemasnya.Semenjak hamil, wajah Mariana terlihat bertambah memikat. Entah mengapa, perempuan itu terlihat lebih cantik dari biasanya.Reno mengambil ponsel dari saku bajunya.'Sayang, kamu mau kemana cantik banget?'Mariana melihat ke arah ponselnya yang ia pegang sedari tadi. Bibirnya tersenyum saat melihat siapa yang menghubungkannya.'Aku ingin ketemu kamu. Makanya sengaja lewat depan rumah kamu.''Sepertinya dia ingin ibunya melihat kamu." Mariana mengusap perutnya yang sudah terlihat membuncit di usia kehamilannya yang ke enam bulan.Semenjak dia tahu kalau Reno saat itu mengidam, Mariana semakin yakin kalau ana
'Aku hamil.'Sebuah chat dari perempuan yang dicintainya membuat kening Reno berkerut.'Apa kau sedang membuat aku cemburu dengan mengatakan kehamilanmu?'Reno membalas pesan itu dengan perasaan kesal.'Bukan begitu. Aku hanya penasaran, kenapa setelah sekian lama aku tiba-tiba hamil?''Apa maksudmu?'Reno kembali membalas pesan Mariana.'Sudah bertahun-tahun aku tidak hamil. Tapi setelah beberapa kali berhubungan dengan kamu, aku tiba-tiba hamil.''Jadi maksud kamu, kamu curiga kalau anak itu adalah anak kita? Darah dagingku?''Entahlah! Kau seorang dokter, harusnya kau lebih tahu bukan?''Baiklah! Kita akan tes DNA saat anak itu lahir.''Seandainya benar itu adalah anakku, aku pasti sangat bahagia sekali.'Tulis Reno lagi.'Aku juga sangat bahagia, seandainya itu benar anak kita.''Aku bahagia karena aku mempunyai anak dari orang yang aku cintai.'
Anggita mengulas senyum saat permainannya dengan Reno berakhir."Terima kasih, Sayang." Anggita mendaratkan bibirnya pada bibir Reno.Reno tersenyum menyambut bibir sang istri. Dia tidak mau Anggita curiga. Perempuan itu tidak tahu kalau beberapa saat yang lalu dia membayangkan tubuh Mariana yang sedang mendesah di bawah tubuhnya.Mereka berdua mengatur deru napas mereka yang memburu. Kemudian sama-sama terlelap karena kelelahan.***Alma beranjak dari duduknya saat Reno datang dan mencari keberadaan sang ayah. Gadis remaja itu pergi ke dapur, memanggil Zian yang saat itu baru saja selesai makan."Pa, ada Om Reno di depan.""Suruh tunggu sebentar ya, Alma. Papa baru selesai makan," sahut Zian.Alma mengangguk, kemudian kembali keluar menemui Reno."Siapa yang datang, Mas?" Mariana keluar dari kamar mandi dengan wajah segar dan rambut basah."Reno, Sayang ... biasa, ngajakin mancing.""
Mariana pulang dengan senyum mengembang di bibirnya. Kedua tangannya menenteng dua kantong besar berisi barang belanjaan yang dia beli bersama Reno.Andini, teman baik Mariana yang menjemputnya saat main juga membelikan beberapa barang untuk dibawa Mariana pulang.Perempuan itu sengaja membelinya agar Mariana punya alasan pada suaminya kalau dia benar-benar pergi berbelanja.Saat Mariana menemui Reno, Andini menelepon kekasih gelapnya untuk menemaninya di pusat perbelanjaan.Tak jauh berbeda dengan Mariana Andini pun mempunyai sifat yang sama dengan sahabatnya. Ibu dari tiga orang anak itu juga berselingkuh di belakang suaminya.Oleh karena itu, dia juga sangat mendukung hubungan Reno dan Mariana. Apalagi, Reno punya banyak duit. Laki-laki itu bahkan sangat royal saat berbelanja untuk Mariana dan juga dirinya.Reno memintanya untuk tutup mulut, merahasiakan hubungannya dengan Mariana.Andini dengan senang hati menuruti permin
Reno pulang ke rumahnya dengan wajah sumringah. Merasa bahagia karena akhirnya dia bisa mewujudkan mimpinya bersama perempuan yang selama ini selalu menghiasi mimpinya.Reno tahu, apa yang dilakukannya saat ini adalah sebuah kesalahan. Namun, bukankah tidak ada yang salah dalam cinta?Perasaan yang dia rasakan pada Mariana adalah murni cinta. Dia tidak peduli walaupun perempuan itu sudah ada yang memiliki, yang jelas, saat ini Reno sangat bahagia karena dia bisa mengungkapkan semua perasaannya pada Mariana.Dokter tampan itu tidak menyangka kalau ternyata Mariana juga merasakan hal yang sama dengannya.Selama ini sikap Mariana memang sangat perhatian padanya. Perempuan itu juga tidak pernah merasa keberatan saat diajak bertemu.Namun, dia benar-benar tidak menyangka kalau ternyata Mariana pun sudah lama menyimpan perasaan yang sama . Hanya saja, keadaan yang membuat perempuan itu menyimpan semua perasaannya.Wajah tampan pria itu