Setelah berpikir cukup lama, Mariana akhirnya menceritakan semuanya pada Zian tentang hubungannya dengan Andika.
Awalnya Zian sangat marah dan kecewa mendengar kejujuran Mariana. Namun, akhirnya Zian kembali luluh saat dia mendengar pengakuan Mariana kalau perempuan itu juga sangat mencintainya.
Mereka berdua lalu mencari cara agar pernikahan itu tidak sampai terjadi. Mariana dan Zian memberanikan diri menceritakan hubungan mereka pada keluarga besar perempuan itu. Mereka siap menghadapi resiko apa pun, termasuk menghadapi kemarahan keluarganya.
Mendengar pengakuan putrinya,
Ayah dan ibu Mariana marah besar. Apalagi saat mereka mendengar kalau Mariana sudah berpacaran dengan Zian.
"Apa kamu sudah gila, Mar? Kamu ingin membatalkan pernikahanmu dengan Andika? Kamu mau mempermalukan Mama dan seluruh keluarga kita?" Rani marah besar saat mendengar ucapan Mariana dan Zian.
"Tapi kami saling mencintai, Bu." Zian dengan tegas mengungkapkan perasaannya pada Rani.
"Tapi Mariana itu sudah bertunangan dan sebentar lagi akan menikah dengan Andika!" Rani menatap tajam ke arah Zian. Pria itu menundukkan kepalanya saat mendengar teriakan Rani, ibu dari perempuan yang sangat dicintainya.
Rani juga menatap Mariana dengan tajam. Perempuan itu benar-benar marah saat mengetahui Mariana berselingkuh di belakang Andika, sementara pernikahan mereka sebentar lagi akan digelar dan tidak akan mungkin bisa dibatalkan.
Kedua keluarga besar itu bahkan sudah mempersiapkan segalanya. Meskipun mereka tidak merayakan pernikahan itu di gedung atau pun di hotel seperti orang kaya yang suka mereka tonton di televisi, tetapi tetap saja mereka sudah mempersiapkan semuanya. Mereka sudah mengeluarkan uang banyak untuk membayar semua perlengkapan pernikahan Mariana dan Andika.
Undangan pernikahan, dekorasi pengantin sampai tukang rias pengantin juga penyanyi orkes dangdut pun sudah mereka sewa. Jadi tidak mungkin pihak keluarga Mariana membatalkan pernikahan itu begitu saja.
Keluarga Mariana tidak mau menanggung malu kalau sampai pernikahan itu batal. Apalagi, Andika adalah keluarga terpandang. Kehidupan Mariana pasti akan terjamin saat menikah dengan lelaki itu.
"Putuskan hubungan kalian berdua, biar bagaimanapun, kamu harus menikah dengan Andika, Mariana!"
"Tapi, Pa-"
"Kamu sendiri yang ingin menikah dengan Andika, jadi kamu harus bertanggung jawab dan memenuhi janjimu pada Andika dan keluarganya!" Harun, sang ayah tercintanya kembali berteriak. Lelaki paruh baya itu benar-benar marah dan merasa tidak percaya dengan kelakuan putrinya.
"Suka atau tidak, kamu harus tetap menikah dengan Andika, karena pernikahan ini tidak bisa dibatalkan!"
"Mama ...." Mariana menatap Rani dengan kedua mata berkaca-kaca. Gadis itu menangis karena tidak berhasil membujuk kedua orang tuanya untuk membatalkan pernikahannya dengan Andika.
***
Meskipun mendapatkan penolakan dari keluarganya, Mariana dan Zian tidak menyerah. Setiap hari mereka berdua terus merayu kedua orang tua Mariana agar menggagalkan pernikahan itu. Namun, kedua orang tua Mariana tetap bersikeras menyuruh Mariana menikah dengan Andika.
Akan tetapi, saat melihat kegigihan Zian juga Mariana yang terus berjuang mendapatkan restu, membuat keluarga besar mereka akhirnya luluh.
Apalagi saat mereka tahu kalau Zian pun dari keluarga yang tak kalah berada dari Andika. Jiwa keserakahan keluarga Mariana meronta-ronta.
Namun, meskipun mereka menyetujui hubungan Mariana dengan Zian, pernikahan itu tetap akan berlangsung. Mereka tidak mau menanggung malu karena semua tetangga dan juga semua kerabatnya sudah mengetahui kabar tentang pernikahan Mariana.
Keluarga besar Mariana hanya menyuruh Zian untuk bersabar menunggu Mariana. Setelah pernikahan Mariana digelar dan perempuan itu resmi menjadi istri Andika, mereka baru akan mencari cara agar Mariana bisa segera bercerai dengan Andika.
Sungguh pemikiran yang konyol sebenarnya, tetapi demi kebahagiaan putri kesayangannya, kedua orang tua Mariana rela melakukan apa pun. Mereka tidak berpikir, kalau rencana yang mereka susun itu nantinya akan menyakiti pihak keluarga Andika.
Mendengar rencana keluarga besar Mariana, Zian sedikit merasa lega. Demi cintanya pada sang pujaan hati, pria itu rela menunggu Mariana, walaupun nantinya perempuan itu sudah dimiliki oleh orang lain. Zian akan tetap menunggunya.
"Aku tunggu jandamu," canda Zian saat mereka membicarakan tentang rencana keluarga Mariana.
Mariana dan keluarganya tertawa mendengar ucapan Zian.
Kedua orang tua Mariana sebenarnya sangat kasihan melihat pasangan sejoli itu. Mereka saling mencintai, tetapi mereka tidak bisa bersatu karena keadaan.
Akan tetapi, kesalahan sebenarnya terletak pada putrinya. Seharusnya, Mariana tidak tergoda dengan pria manapun karena dia sudah bertunangan dan sebentar lagi akan menikah.
Mereka sangat tahu bagaimana kelakuan putrinya selama ini. Kedua orang tua Mariana tahu, kalau anak gadisnya itu selama ini sering gonta-ganti pasangan.
Mariana berpacaran dengan banyak pria, padahal status gadis itu adalah tunangan dan calon istri orang. Namun, setiap kali sang ibu memeringatkan, Mariana selalu menjawab, kalau pria-pria itu hanya sekedar teman biasa, tidak lebih.
Kekhawatiran mereka akhirnya terbukti setelah anak gadisnya itu bertemu dengan Zian Pradipta. Lelaki yang usianya lima tahun lebih tua dari Mariana.
Wajah tampan Zian, kebaikannya juga cintanya yang begitu besar terhadap Mariana, akhirnya mampu menggoyahkan hati perempuan itu.
Pria itu berhasil merebut hati Mariana yang awalnya hanya berlabuh pada Andika. Kini, setelah hadirnya Zian, Mariana tidak lagi merasakan perasaan apa pun pada Andika, pria berlesung pipi yang pernah membuatnya jatuh cinta.
***
Sebulan kemudian, pernikahan Mariana dan Andika digelar. Pesta pernikahan itu sangat meriah meskipun hanya digelar di halaman rumah Mariana.
Dua keluarga besar berkumpul, begitupun para tamu undangan. Mereka ingin menyaksikan proses ijab kabul yang sebentar lagi akan segera dilaksanakan.
Mariana terlihat sangat cantik dengan baju pengantin. Kecantikan perempuan itu semakin terpancar saat tukang rias pengantin merias wajahnya dengan sempurna.
Semua mata menatap Mariana dengan penuh kekaguman. Mereka terpesona melihat kecantikan perempuan itu. Termasuk, lelaki yang saat ini sedang menatap Mariana dengan tajam dan kedua tangan terkepal.
Zian menatap wanita pujaannya dengan rasa sakit yang menghujam jantungnya, apalagi, saat melihat pria yang saat ini dengan lantang mengucapkan kalimat ijab kabul dengan menyebut nama Mariana sebagai pengantin perempuannya.
Darah Zian mendidih. Amarahnya memuncak. Namun, sebisa mungkin pria itu menahannya.
Meskipun dari awal dia sudah tahu kalau pernikahan ini hanya pura-pura, tetapi tetap saja, Zian merasakan sakit di hatinya. Dia tidak rela melihat Mariana bersama pria lain selain dirinya.
Dia cemburu. Rasa cintanya yang begitu besar pada Mariana membuat Zian tidak rela melepas Mariana, walaupun itu hanya sementara.
Proses ijab kabul telah selesai, Zian melangkah membelah kerumunan tamu undangan. Pria itu diam-diam masuk ke dalam rumah. Sebelum masuk ke dalam kamar di sebelah kamar pengantin Mariana, Zian terlebih dahulu menyuruh seseorang untuk memberikan sesuatu pada Mariana.
Pria itu mengeluarkan dua lembar uang berwarna merah pada seseorang yang ia suruh. Kemudian lelaki tampan yang sedang dikuasai amarah itu masuk ke dalam kamar. Kamar itu adalah kamar tamu. Zian pernah menginap di rumah Mariana, saat itu kedua orang tua Mariana menyuruhnya tidur di kamar itu.
Perempuan berbaju pengantin itu membaca secarik kertas yang diberikan keponakannya. Netranya melirik ke arah Andika yang tersenyum menyambut kedatangannya para tamu yang mengucapkan selamat atas pernikahannya.
Mariana berpamitan pada Andika setelah membaca tulisan itu. Perempuan itu mengatakan kalau dirinya ingin ke toilet. Andika yang saat itu sedang sibuk menyalami tamu undangan, membiarkan Mariana pergi tanpa menyuruh seseorang untuk mengantar perempuan yang baru beberapa menit yang lalu sah menjadi istrinya itu.
Mariana dengan susah payah melangkah menuju kamar. Perempuan cantik itu mengangkat baju pengantinnya yang sedikit panjang menjuntai menutupi kakinya.
Perempuan itu masuk ke kamar tamu yang terletak di samping kamar pengantinnya. Saat Mariana baru saja membuka pintu, Zian langsung menyerangnya dengan ciuman.
Zian sengaja memberikan pesan pada Mariana agar perempuan itu datang ke kamar itu. Pria tampan yang sedang dipenuhi amarah dan kecemburuan itu ingin menemui Mariana. Mempelai pengantin perempuan yang sangat dicintainya.
Namun, saat mereka sedang asyik bercumbu meluapkan api asmara di hati mereka, tiba-tiba pintu kamar terbuka. Di depan pintu, terlihat wajah pria yang beberapa menit yang lalu mengucapkan ijab kabul di depan Mariana.
Wajah tampannya memerah karena amarah yang seketika naik saat melihat sang istri yang belum genap satu jam dinikahinya itu kini sedang berbaring pasrah di bawah kungkungan seorang pria.
Zian meninggalkan Mariana yang masih menangis. Bukan hanya Mariana yang menangis, Devan pun ikut menangis karena kaget saat mendengar suara bunyi yang cukup keras. Zian membanting ponsel Mariana, hingga ponsel itu jatuh berkeping-keping, sesaat setelah dia memaki Reno yang ternyata kembali menelepon.Pria itu sudah menunggu Mariana di tempat yang sudah mereka sepakati bersama. Zian sangat marah, laki-laki itu pergi dari rumah tanpa mengatakan sepatah kata pun. Zian pergi untuk menenangkan diri. Awalnya, ia ingin sekali pergi menemui Reno dan menghajar pria itu habis-habisan karena sudah berani menggoda istrinya. Namun, setelah dipikir-pikir, percuma saja ia menghabiskan tenaga untuk menghajar Reno. Toh! Bukan hanya pria itu saja yang salah. Mariana pun salah. Seandainya perempuan itu bisa menjaga diri sebagai seorang wanita yang sudah mempunyai suami, Zian yakin, Reno pun tidak akan memaksa Mariana untuk berhubungan dengan dia.Namun, karena Mariana mudah tergoda dan langsung jatuh k
"Mas, maafkan aku. Aku bisa jelasin semuanya." Mariana menangis melihat kemarahan Zian.Dalam hati, perempuan itu merutuki diri sendiri yang tidak hati-hati saat menyimpan ponsel pemberian Reno itu. Kekasih gelapnya itu memang sengaja membelikan ponsel untuknya agar mereka gampang jika ingin saling menghubungi.Reno sering mengingatkan Mariana agar dia berhati-hati menyimpan ponsel itu agar tidak sampai ketahuan oleh Zian. Namun, gara-gara keteledorannya, pria itu kini menemukan ponselnya dan mengetahui rahasia yang selama bertahun-tahun ini di sembunyikan olehnya juga Reno."Aku benar-benar tidak menyangka kalau kamu tega melakukan ini padaku, Mar. Aku pikir, kamu sudah berubah setelah menikah denganku, tapi ternyata ...." Zian menatap Mariana dengan kedua mata berkaca-kaca. Jantungnya serasa diremas-remas."Mas Zian-""Aku benar-benar kecewa sama kamu, Mar." Zian memegangi dadanya yang terasa sesak. "Maafkan aku, Mas, aku khilaf! Aku janji, aku tidak akan berhubungan dengan dia l
Zian menatap wajah cantik Mariana dengan rasa sakit di hatinya.Pria itu sadar, istrinya itu memang masih terlihat cantik. Mariana juga pandai merawat tubuhnya, hingga meskipun dia sudah mempunyai anak dua, bentuk tubuhnya juga wajahnya tidak kalah dengan gadis muda yang belum menikah.Zian juga seringkali cemburu jika melihat teman-teman prianya seringkali menatap istrinya penuh minat. Namun, Mariana selalu bisa membujuknya dengan mengatakan kalau dia hanya mencintainya dan tidak akan pernah mengkhianatinya.Namun, sekarang Mariana justru mengingkari janjinya. Mengingkari janji untuk setia sampai kapanpun terhadapnya."Kenapa, Mariana? Memangnya apa kesalahanku sampai kau tega berbuat seperti ini padaku?""Ma-Mas ...." Mariana menatap Zian dengan kedua mata berkaca-kaca. Ia sungguh tidak mengira kalau Zian akan mengetahui perselingkuhannya dengan Reno."Kenapa, Mar? Kenapa harus dia? Apa kau tidak sadar kalau Reno itu adalah suami dari sahabatmu sendiri?""Aku tidak menyangka kalau k
"Anak kita?" gumam Zian lirih. Pria itu masih belum sadar sepenuhnya. Buru-buru Zian membaringkan tubuh mungil Devan yang tertidur ke atas ranjang. Kemudian, dengan serius Zian mendengarkan suara Reno di ujung telepon."Halo, Sayang, Kenapa kamu diam saja? Aku tunggu kamu di tempat biasa, jangan lupa bawa anak kita. Aku jemput kamu di tengah jalan, ya, biar Zian nggak curiga. Suami kamu lagi di rumah kan?" Tangan Zian yang memegang ponsel bergetar mendengar suara laki-laki di seberang sana."Aku kangen sama kamu, Mar, sampai ketemu di penginapan ya?" Zian hampir saja menjatuhkan ponselnya. Kata-kata yang diucapkan oleh pria itu bak palu yang menghantam dadanya.Rasa sakit mengalir ke ruang hatinya. Zian benar-benar tidak percaya dengan apa yang ia dengar dari mulut pria itu. Pria yang selama ini sudah ia anggap sebagai sahabat baiknya.'Reno ....'Zian memegangi dadanya, yang terasa sesak.'Tidak mungkin ... aku pasti salah dengar. Tidak mungkin Mariana dan Reno ....'"Sayang ... ada
Reno baru saja turun dari mobilnya. Pria itu berhenti sejenak saat seorang perempuan cantik dengan perut buncit lewat di depannya.Wajahnya menyunggingkan senyuman tatkala melihat perempuan itu tersenyum malu-malu melihatnya.Rasanya, Reno ingin sekali langsung mendekap perempuan itu saking gemasnya.Semenjak hamil, wajah Mariana terlihat bertambah memikat. Entah mengapa, perempuan itu terlihat lebih cantik dari biasanya.Reno mengambil ponsel dari saku bajunya.'Sayang, kamu mau kemana cantik banget?'Mariana melihat ke arah ponselnya yang ia pegang sedari tadi. Bibirnya tersenyum saat melihat siapa yang menghubungkannya.'Aku ingin ketemu kamu. Makanya sengaja lewat depan rumah kamu.''Sepertinya dia ingin ibunya melihat kamu." Mariana mengusap perutnya yang sudah terlihat membuncit di usia kehamilannya yang ke enam bulan.Semenjak dia tahu kalau Reno saat itu mengidam, Mariana semakin yakin kalau ana
'Aku hamil.'Sebuah chat dari perempuan yang dicintainya membuat kening Reno berkerut.'Apa kau sedang membuat aku cemburu dengan mengatakan kehamilanmu?'Reno membalas pesan itu dengan perasaan kesal.'Bukan begitu. Aku hanya penasaran, kenapa setelah sekian lama aku tiba-tiba hamil?''Apa maksudmu?'Reno kembali membalas pesan Mariana.'Sudah bertahun-tahun aku tidak hamil. Tapi setelah beberapa kali berhubungan dengan kamu, aku tiba-tiba hamil.''Jadi maksud kamu, kamu curiga kalau anak itu adalah anak kita? Darah dagingku?''Entahlah! Kau seorang dokter, harusnya kau lebih tahu bukan?''Baiklah! Kita akan tes DNA saat anak itu lahir.''Seandainya benar itu adalah anakku, aku pasti sangat bahagia sekali.'Tulis Reno lagi.'Aku juga sangat bahagia, seandainya itu benar anak kita.''Aku bahagia karena aku mempunyai anak dari orang yang aku cintai.'