Share

Bab 22

Satu Minggu berlalu. Tirtha belum juga kbali dai desa. Pria itu juga tidak pernah memberikan kabar dari rumah ibunya. Akarsana hanya bisa bertanya-tanya serta menduga-duga, takut jika terjadi sesuatu dengan ibu dari majikannya.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Suara deru mobil berdesing di depan pagar rumah. Akarsana yang melamun di kursi dekat dengan jendela pun langsung terperangah dan bangkit, ia berlarian menuju ke gerbang.

Tangan mungilnya sibuk membuka gembok dan menggeser engsel. Mempersilakan mobil hitam itu masuk.

“Bagaimana kabar ibu, Bapak?” Akarsana langsung memberondong sang empu mobil, bahkan sebelum pria itu turun dari mobil, ia baru membuka pintunya.

Wajah lemas dan lesu serta kusut milik Tirtha seketika tersungging tipis, bahkan Akarsana hampir tidak menyadari jika pria itu senyum.

“Bantu bawa barang di belakang.” Bukannya menjawab, pria itu justru memerintah.

Akarsana sendiri merasa bahwa dirinya sangat tidak sopan, seharusnya dia tahu kalau bisa saja Tirtha sangat
Az Zidan

Hallo, saya minta maaf untuk naskah sebelumnya yang tidak jadi S2 dalam satu judul. Waktu saya habis dan saya harus segera mengerjakan cerita ini. Jadi, saya harap setelah kisah ini selesai kalian masih setia menanti kisah anak-anak Ghazi dan Divya, ya. Selamat membaca, semoga suka cerita kali ini.

| Like
Locked Chapter
Ituloy basahin ang aklat na ito sa APP

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status