Share

Bab. 42.Tania Merasa Menang.

      Ryan tampak frustasi mengacak rambutnya, Ia merasa tidak melakukan apa di tuduhkan padanya. Tapi saat ini tak ada yang percaya padanya. Saat tubuh polos Tania meringkuk di bawah selimut. Itu menjadi sebuah bukti. 

'Lalu bagaimana perasaan Amelia, dalam sekejap perasaan akan hancur tak bersisa' batin Ryan mengacak rambutnya sendiri. 

Ia melihat Tania tak merasa sedih kehilangan kegadisanya. Seakan dia telah menang walau mengorbankan sesuatu yang berharga dalam dirinya. 

Begitu miris Ryan menatap Tania. Rela melakukan apa saja demi mencapai kehendaknya. 

"Aarrrrggghhh ...." 

Ryan mengacak rambutnya Frustasi. Merasa jijik terhadap dirinya ia melangkah ke kamar mandi. Menguyur tubuhnya dengan air menghilangkan bekas tubuh Tania. 

Hendri dan Putri mereka hanya saling diam. Tahu perasaan Adiknya. Betapa Ryan sangat mencintai Amelia. Apa ini semua rencana Tania dan Mama? Sudahlah ia tak ingin suudzon sama Mama, kini bukti sudah ada di depan mata. Ryan harus bertanggung jawab dan menikahi Tania. 

Setelah Ryan keluar dari kamar mandi Lia menyuruh Tania mengenakan pakaian. Ia menutupi tubuhnya dengan selimut dan berlari ke kamar mandi. Mengenakan pakaian kembali. Di kamar mandi ia tertawa puas, sudah berhasil menjebak Ryan. Tinggal rencana menyingkirkan Amelia dari sisi Ryan selamanya. 

Tania kembali ke kamar Ryan dengan wajah sumringah. Ryan menangkap gelagat itu. Kenapa dia wajahnya terlihat sumrigah melihat aku frustasi kayak gini?  Tania segera memalingkan wajahnya saat Ryan menatapnya tajam. 

"Sebaiknya kamu pulang Tania, biar orang tuamu tidak khawatir. Besok Mama akan melamarmu," ucap Lia lembut seraya menepuk pundaknya. 

"Iya Tante, Tania pulang dulu," ucap Tania seraya memeluk Lia. 

"Makasih sayang, udah membuat rencana kita berhasil," bisik Lia di telingga Tania. 

"Sama- sama Tante, aku juga senang melakukanya," bisik Tania. 

Tania keluar dari kamar Ryan dan berpapasan dengan Chandra. Tania tersenyum dan menganguk. 

Chandra binggung di kamar berkumpul anggota keluaraga. Ia baru saja pulang dari luar kota. 

"Ada apa ini Ma?" Tanya Chandra binggung melihat ini. Terlihat Ryan juga matanya sembab. Tatapan nanar Chandra menatap satu persatu  anggota keluarganya. Wajah Ryan tampak frustasi. Hendri dan Putri duduk di sofa sambil menunduk. Hanya Istrinya yang berdiri. Melihat tatapan seperti itu dari Papanya  Ryan seketika malu, menyembunyikan hancurnya harga diri. Ia menunduk tak sanggup melihat sosok paruh baya di depanya. 

"Tak terjadi apa- apa Pa, hanya sebentar lagi Papa akan punya menantu baru," ucap Lia santai tanpa memperdulikan perasaanya Ryan yang begitu hancur. Ia merasa enteng mengucapkan tanpa merasa bersalah pada Ryan. 

"Haaah! Apa maksud Mama?" Tanya Chandra semakin binggung. 

"Ryan telah menodai Tania, dia  harus bertanggung jawab !" 

"Benar itu Ryan??  Ryan diam kemudian menunduk. 

PLAK !

 Tamparan mendarat di pipi sebelah kiri, Terasa panas tapi Ryan diam saja. Membiarkan Ayahnya menamparnya. 

"Bagaimana kau bisa melakukan itu Ryan?! Di mana otakmu? Kurang apa Amelia sama kamu hingga  tega menghianatinya?" 

"Aku tak merasa melakukanya Ayah, aku di jebak!" 

"Haah ! Di jebak atau kau menikmatinya??" 

"Aku tak merasa menyentuh Tania, Pa." 

"Tak usah mengelak lagi, Papa kecewa padamu!" 

Chandra keluar dari kamar Ryan, Lia mengikuti suaminya keluar kamar.  emosi  Chandra membuncah dari dalam dada. Anak pertamanya sudah pernah gagal dalam berumah tangga. Kini giliran Ryan yang akan menjalaninya.  

Ia melonggarkan dasinya  sendiri, merasa dasi  ini begitu sesak mencekik leher, di tambah melihat kejadian tadi membuat darahnya mendidih.

'Sabar ... sabar' batin Chandra mengelus dada.

Segera berganti pakaian, dan menemui istrinya di ruang tengah sedang menonton tv. Heran melihat istrinya, di saat situasi seperti ini masih bisa santai. 

Chandra duduk di samping Istrinya. Lia tersenyum padanya. 

"Kenapa Mama seakan begitu senang apa yang menimpa pada Ryan?" 

"Iya, aku sudah tak sabar menganti Amelia dengan Tania! Mama sudah tak tahan  liat gadis kampung itu menjadi menantuku!. 

"Apa Mama sudah merencanakan dengan Tania?" 

Lia diam saja, tak pedulikan omongan suaminya. 

"Jawab Ma !" 

"Tak usah teriak Pa, Mama belum budeg!" 

"Kalau Iya kenapa, toh Mereka sebentar lagi akan menikah. Amel kalau tak mau di madu. Ceraikan saja!" 

"Astagfirullah Mama ! Tega sama anak sendiri. Mama akan mendapat karmanya nanti," ucap Chandra emosi.  

"Lagian apa kurangnya Amelia? Dia gadis yang manis. Juga Dokter, walau dia berasal dari kampung. 

"Tapi orang tuanya tak sederajat dengan kita," ucap Lia ketus kembali menatap layar Tv. 

"Astagfirullah itu lagi, derajat manusia sama di mata Tuhan!" 

"Sudahlah, Mama tak mau dengar ceramah Papa. Papa lagi laper kan baru pulang kerja, Bi sum akan menyiapkan makanan buat Papa," 

"Bi Sumi !" Teriak Lia lantang. 

Bi Sumi segera berlari mendengar majikan memanggilnya. 

"Tolong siapkan makanan buat Tuan!" Titah Lia pada Bi Sumi. 

"Baik Nyonya !" 

Bi Sumi membalikan badan dan segera menyiapkan makanan untuk Tuan besarnya.  Chandra hanya menghela nafas panjang. Sikap keras kepala istrinya tak bisa berubah.

"Kau akan menyesal Ma, menyia- yiakan Amelia !" ucap Chandra beranjak dan meninggalkan Lia. Dia meninggalkan istrinya dan menuju meja makan. Makanan telah di siapkan oleh Bi Sumi di atas meja. 

Lia tetep tak bergeming, fokus melihat tv. 

******

Hendri, memahami adiknya. Ia tak mau kehilangan Amelia untuk kedua kali. Dulu saat Mamanya mengetahui Ryan berhubungan dengan Amelia, Mama tak setuju karena Amelia miskin.  Mama menyuruh Ryan menjauhi Amelia, dengan mengurus bisnis Di Singapore. Tapi  kini? Merasa pusing yang menjerat adik satu- satunya.

Hendri mengusap bahu Ryan. Dia tau adiknya  terguncang. Mencoba mensuport. 

"Yang sabar Ryan, mungkin ini ujian buat kamu," 

"Mas Ryan, mau ke Wo dulu sama putri, kalau ada apa- apa telepon Mas ya," ucap Hendri parau sedih melihat adiknya seperti ini. 

"Iya, Mas dan Mbak Putri hati- hati di jalan." 

Hendri dan Putri menganguk. Sebenarnya tak tega melihat Ryan  seperti itu ingin mendampinginya tapi urusan pernikahan ia harus ke Wo, karena pernikahanya akan di laksanakan sebulan lagi. 

Ryan menangis sendirian di kamar. Perasaanya hancur tak bersisa. Janji untuk menjaga Amelia pupus sudah. Cepat atau lambat Amelia akan  mengetahui kabar ini. Sedih. Telepon dari Amelia ia biarkan saja. Tak sangup mengutarakan kabar ini. Sampai beberapa kali Amelia menelpon, karena tak di angkat akhirnya ada chat masuk. 

Amelia ; 'Sayang, apa penyakit Mama semakin parah?' 

Aku telepon tidak di angkat? Apa Mas masih sibuk?

Ryan membaca chat dari Amelia. Khawatir dengan penyakit Mama, padahal Mama senang sebentar lagi akan punya menantu baru. Aahh kenapa kamu begitu baik Amel? Gumam Ryan seraya menghapus air mata yang menetes di pipi. 

Bersambung..

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status