Share

Bab. 41. Rencana Tania.

       Tania gelisah tidur di samping Lia, tapi Lia sudah terlelap dalam mimpi indahnya. Mata tak bisa terpejam, padahal waktu sudah menunjukan pukul sebelas malam. Ia beranjak dari tidurnya. Ingin membangunkan tubuh Lia menemani rencana malam ini, tapi tak tega. Tapi di dalam hatinya ia membulatkan tekad menjalankan rencana malam ini. 

'Aku tak boleh gagal, harus berhasil malam ini' batin Tania.

Segera beranjak menyingkap selimutnya. Ia turun ke bawah. Masih ada suara televisi menyala. Tania berjalan menyusuri tangga. Melihat dari dekat, siapa gerangan yang masih nonton tv. Ryan yang sedang menikmati acara bola. Pertandingan MU dan Arsenal. 

'Ini kesempatan bagus' batin Tania. 

"Hai Mas Ryan, mau ku temani? Sapa Tania bersikap seramah mungkin serta senyum tak lepas dari bibirnya. 

Ryan mendongak mendengarkan sumber suara. Tapi matanya segera mengalihkan pandanganya ke arah Tv lagi. Mual melihat wajah Tania. 

"Nggak usah," jawab Ryan ketus. 

"Ini udah malam sana tidur aja, perempuan tak baik begadang !" ujar Ryan setengah mengusir Tania. Tapi malah Tania duduk di sofa tak jauh Ryan duduk. Di meja ada teh manis.

Sepertinya semesta berpihak kepadanya. 

Tania memandang gelas berisi teh manis di meja. Memandangnya  tak berkedip. Ryan menangkap gelagat itu. 

"Kenapa liatin gelas terus, haus? Bikin sendiri sana," ucap Ryan ketus. 

Tania diam aja. 

Tania tetep tak bergeming, matanya hanya fokus melihat Tv. Otaknya mencari jalan bagaimana caranya ia bubuhkan obat tidur di minuman Ryan. Tapi perutnya minta keroncongan padahal ia sudah makan tadi, makan malam bersama Tante Lia di kamar. Tania ke dapur mengambil cemilan. Camilan ia letakan di meja. Supaya Ryan ikut memakan juga. 

Tania sudah terbiasa di rumah Orang Tua Ryan. Karena orang tua bersahabat. Makanya Lia ngebet menjodohkan anaknya. 

"Silakan Kuenya Mas Ryan? Kata Tania basa basi. Dirinya juga mengambil dan memasukan kedalam mulut. Tapi matanya tak berhenti menatap teh di gelas besar itu. Airnya masih tinggal separo. Ingin rasanya menambahkan air lagi. Tapi takut Ryan marah. 

Terpaksa mereka diam- diaman. Tania gelisah sedari tadi. Tapi Ryan bergejolak saat di golkan oleh pihak lawan. Tania meringis ikutan tersenyum karena ia tak tau sama sekali tentang bola. 

Ryan merasa ingin buang hajat kecil. Ia beranjak. Tania ingin mencegahnya, tak ingin di tinggal sendiri. 

"Jangan tingalin aku sendiri, Mas Ryan aku takut !" ucap Tania lebay. Ia juga memegang lengan Ryan. 

Ryan mengibas tangan Tania, tak suka tanganya di pegang Tania. Menurutnya Tubuhnya hanya untuk Amelia seorang. 

"Jauhkan tanganmu ! Aku tak suka disentuh olehmu!" ucap Ryan sinis. Segera ia melangkah menuju kamar mandi. Ketika Ryan di kamar mandi  Tania dengan sigap membubuhkan Obat tidur di gelas Ryan. 

'Akhirnya!' ucap Tania lega. 

Ryan kembali setelah dari kamar mandi. Wajah sumringah terlihat dari raut wajah Tania. 

Ryan heran dengan perubahan wajah Tania. Senyum sendiri tak jelas. 

"Kenapa kau senyum- senyum sendiri? Udah gila ya?" Tanya Ryan heran dengan perilaku Tania. 

"Nggak, aku masih waras !" Tania mengalihkan pandanganya dari sorot mata tajam Ryan beralih ke acara Tv lebih menyenangkan dari pada wajah Ryan. 

'Sebentar lagi aku akan jadi Nyonya Ryan' batin Tania senang. 

'Dasar orang aneh' batin Ryan, kembali fokus ke Tv. 

Acara Tv pun selesai, waktu menunjukan pukul dua belas malam. Sebelum ke kamar ia menghabiskan sisa  teh di gelas besarnya. 

Obat mulai bereaksi. Ryan jalan terhuyung- huyung. Karena kantuk yang teramat sangat menyerangnya. 

"Aku bantu ke kamar Mas Ryan !" Tawar Tania, tapi di tolak oleh Ryan.

"Tak usah, aku bisa sendiri," sembari memegang kepalanya yang terasa pusing.  

Ryan mencoba berdiri tegak, tapi kepalanya terasa berat. Matanya pun tak ingin di buka. Merasa ini kesempatan Tania menangkap tubuh Ryan dan membawanya ke kamar. 

Tania merebahkan tubuh Ryan dj Ranjangnya. Memperhatikan setiap inci wajah Ryan. Matanya teduh, hidung mancung serta bibir tipis nan merah. Ingin sekali Tania melumatnya. 

*******

    Sinar mentari menyinari tepat di wajah, Ryan merasa kepanasan. Saat membuka mata alangkah kaget dirinya tak mengenakan sehelai kain pun. 

"Tania, apa yang kau lakukan? Kenapa kau di kamarku?" 

Tania langsung membuka matanya. Pura- pura kaget dan menangis. 

"Kau telah merenggut segalanya dari ku Mas Ryan, kau harus bertanggung jawab!" Teriak Tania. 

Mendengar teriakan Tania seisi rumah menghampiri kamar Ryan. Hendri mengetok pintu Ryan. 

"Ryan ada apa, Buka pintunya? Kenapa ada suara Tania di dalam?" Hendri dan Putri saling berpandangan. Lia tersenyum penuh arti.

'Anak pintar, sebentar lagi kamu akan menjadi menantuku' batin Lia. 

Ryan kemudian Membuka pintu, Tania akting dengan menangis tersedu- sedu. Menutupi tubuh polosnya dengan selimut. 

Lia menghampiri Tania, dan mengelua kepalanya. 

"Ceritakan kejadianya Tania sayang," 

"Kejadianya begitu cepat Tante, Mas Ryan ngantuk dan aku membawanya ke kamar. Tapi saat di kamar dia memaksaku melayaninya, aku sudah berusaha menolaknya Tante tapi tenaga Mas Ryan kalah kuat. Akhirnya aku pasrah hu...hu..hu..." 

"Ryan kau harus tanggung jawah dan menikahi Tania!" 

"Tapi Ma, aku merasa tidak melakukan apapun!" 

"Setelah kau nikmati ingin membuangnya begitu saja Ryan !" 

"Aku tidak melakukan apapun samaTania Ma,"  Ryan masih membela dirinya. Sedangkan Hendri berdiri mematung, bukti ada di depan mata. 

"Kau harus menikahinya Ryan," ucap Hendri lirih. Walau ia tak percaya apa di lihatnya. Seketika hatinya menjadi beku. Kakaknya juga ikut mendukung menikahi Tania. 

"Aku merasa tak menyentuh Tania, Mas Hendri tolong percaya padaku, aku sangat mencintai Amelia, aku tak mungkin menghianatinya! Ryan memegang lengan Hendri, mengharap pembelaan kakaknya. 

"Kau melakukanya sambil memanggil nama Amelia !" Teriak Tania. 

Seketika Ryan diam. Ucapanya menusuk hati paling dalam. 

Jleeb. 

Air mata jatuh dari pelupuk mata Ryan. Tak sangup membayangkan luka yang akan di tanggung istrinya. 

Tania dan Lia tersenyum penuh kemenangan, melihat wajah Ryan begitu terpuruk. 

Hendri mengusap pundak adik kesayanganya, ia merasa  Ryan di jebak Tania. Tapi karena bukti di depan mata Hendri menyuruh Ryan menikahi Tania. 

"Kau harus menikahi Tania, Ryan! Kau tidak mau bertanggung jawab, kau bisa di kenakan pasal pemerkosaan!" ucap Hendri lirih, ikut merasa sedih yang menimpa Ryan. 

Ryan masih diam, ia mengacak rambutnya sendiri. 

"Aaarrrgghh." 

"Tapi bagaimana dengan Amelia? Dia pasti sedih ketika tau hal ini Mas Hendri?" Ryan menunduk meratapi nasibnya sendiri. Takut kehilangan Istrinya. Kenapa dirinya begitu ceroboh saat Tania ingin menemaninya?

Bukankah ini juga yang di inginkan Mama? Menikahi Tania. Pikiran berkecamuk dalam benak Ryan. 

"Sudah ! jangan mengelak dari tanggung jawab Ryan, kau harus menikahi Tania! Ultimatum Lia mengema di telingga Ryan. 

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status