Arnold kembali ke meja kerjanya. Membuka laptop berselancar mencari informasi tentang cabang perusahaan Chandra Company.
Dia mencari para pemegang saham dari Perusahaan Ryan. Setelah dapat, mencoba menghubungi. Tapi rata- rata dari mereka menolak mencabut Investasi dari Perusahaan Ryan dan beralih ke Perusahaan miliknya. Memang Perusahaan Milik Ryan. Loyal terhadap para investornya. Mereka selalu mendapat keuntungan yang besar tatkala Perusahaan mengalami untung besar.
Arnold menghela nafas sejenak. Memikirkan langkah apa yang tepat menghancurkan perusahaan Milik Ryan. Dia juga punya dendam pribadi dengan perusahaan milik Ryan. Ia selalu menang tender darinya. Saat ini adalah waktu yang tepat menghancurkan cabang perusahaan tersebut. Arnold mencoba sekali lagi merayu para investor untuk Menarik sahamnya di perusahaan Chandra Companya. Tapi jawaban mereka sama. Menolak memcabut investasi.
Hari ini Arnold merasa lelah. Setelah merayu investor meninggalkan perusahaan Chandra company tak mendapatkan hasil Arnold menghubungi Sekertarisnya. George segera masuk ke ruangan Arnold.
"Bapak memanggil saya?"
"Tolong kamu cari tau kelemahan Cabang Perusahaan Chandra company,"
"Siap pak!"
George langsung membalikan badanya. Kembali ke ruanganya.
George mencari data tentang perusahaan Chandra, terpaksa menyewa hacker untuk membobol data dari perusaahaan tersebut. Setelah data di kumpulkan, sang hacker menyerahkan pada George. George merasa puas hasil hacker. Ternyata semudah itu untuk menghancur cabang perusahaan Chandra Company.
Setelah membayar hacker, George ke ruangan Tuanya.
"Tuan ini data Perusahaan Chandra company,"
Arnold mendadak semangat mendengar penjelasan George.
Ia menerima berkas data dari tangan George.
"Makasih George," ucap Arnorld sumringgah.
"Sama- sama Tuan Arnold, saya permisi," ucap George seraya membungkukan badanya kembali ke ruanganya.
Arnold segera turun ke bawah, memanggil sopir. Tak sabar menemui suplier, pemasok bahan untuk pabrik milik Ryan.
Arnold berpura- pura sebagai pegawai Perusahaan Company menemui Suplier. Ia menukar bahan kualitas premium dengan kualitas biasa.
Suplier merasa heran, tapi karena ada surat kuasa palsu dari Ryan. Ia percaya sepenuhnya.
*****
Kembali ke Amelia
Ryan terpaksa menuruti kemauan Istrinya. Ingin tenang bersama keluarganya. Ryan berpamitan kepada kedua orang tua Amelia. Amelia mengantar suaminya sampai ke depan pintu.
"Pak, Ibu titip Amelia dulu ya, sebulan lagi aku jemput," Ryan mencium kedua tangan Orang tua Amelia secara bergantian.
"Iya nak. Kami juga masih kangen dengan Amelia. Kamu hati- hati di jalan ya, semoga sampai Singapore dengan selamat," ucap Ibu.
Ryan menatap istrinya sendu. Tak rela berada jauh dari sisinya. Walau saat ini bersama keluarganya. Tapi serasa ada yang kosong dalam jiwa Ryan. Amelia juga tak tega melihat tatapan sendu Ryan. Tapi ini demi kebaikan hatinya sendiri. Saat ini butuh waktu untuk kembali mencintai suaminya sepenuh hati.
Ryan masuk mobil tapi tatapanya masih memandang istrinya. Amelia melambaikan tanganya. Lambaian tanganya menorehkan rasa sakit di hati. Ia mengusap dadanya sendiri. Serta menguatkan jiwanya bahwa ini hanya sementara. Sebulan lagi akan berkumpul lagi dengan cinta yang lebih indah tentunya.
Mobil melaju meninggalkan kediaman orang tua Amelia. Membelah jalan perkampungan. Suasana sepi menyergap sisi hati Ryan. Terpaksa ia alihkan memandang pohon di sepanjang jalan yang seolah mengejarnya ketika berada di dalam mobil.
Akhirnya Ryan sampai di Bandara. Segera turun menarik tas kopernya. Sebelum chek in ia mengisi perutnya yang terasa lapar. Ketika di rumah Amelia tak merasakan lapar, Sangat sedih berpisah dengan Amelia.
Sampai di rumah, Ryan menyalakan lampunya. Mengedarkan pandangan di semua sudut rumah tapi serasa kosong. Ryan menunduk sedih. Menghela nafas panjang hembuskan pelan. Agar sesak hilang dari dadanya.
Drrrtt..
Telepon dari sekertarisnya.
"Halo ... ada apa Akbar?"
"Pak ada masalah di pabrik!" ucap Akbar panik.
"Oke, aku segera ke Pabrik!" Tapi merasa bau badannya menganggu ia mandi dulu. Setelah mandi menuju ke Pabrik.
Akbar sudah menyambutnya di depan pintu.
"Ada apa Akbar?"
"Ini pak, untuk pembuatan dress bahanya tidak seperti biasanya yang premium. Ini yang datang kualitas standar! sepertinya ada yang sengaja sabosate !"
Ryan shock mendengar penjelasan Sekertarisnya. Ia melengang masuk ke Pabrik. Mengecek bahan. Wajah Ryan menegang. Matanya menahan amarah.
"Siapa yang berani melakukan ini?!" Teriak Ryan. Seluruh karyawan pabrik hanya diam membisu. Takut mendapat amukan dari Bosnya. Ryan terkenal ramah. Tapi ketika sudah marah tak ada yang berani melawanya.
"Akbar, antar aku menemui suplier!"
"Baik Tuan,"
Ryan melangkah membawa emosi yang membara. Tanganya mengepal geram.
'Siapa orang dalam yang berani melakukan ini' batin Ryan.
Sampailah Ryan di kantor suplier. Tanpa basa basi langsung masuk ke dalam kantor menemui suplier.
"Ini maksudnya apa?!" Tanya Ryan menaruh contoh bahan di depan meja suplier. Orang itu bangun dari duduk menatap Ryan tak mengerti.
"Bukan Tuan Ryan yang menyuruh memakai bahan yang biasa? Itu kata Asisten Anda,"
"Apa ini orangnya?" Tanya Ryan seraya menunjuk Akbar.
"Bukan ...."
"Badanya jangkung, kulit putih. Di pipinya ada jambang sedikit. Alis tebal, hidung mancung,"
Ryan terdiam mendengar penjelasan Suplier. Merasa tak punya karyawan dengan ciri- ciri tersebut.
"Namanya siapa Pak?"
Suplier itu menepuk jidatnya sendiri. Lupa menanyakan nama orang yang mengaku suruhan Ryan.
Bersambung.
Tania dan Arnold pulang dari kantor. Perasaan lega menyelimuti hati. Sejatinya tak ada manusia yang sempurna yang ada hanya saling memaafkan. Minggu depan Tania dan Arnold menikah. Kebetulan Ayah Arnold adalah temen bisnis Ryan di Singapore. Ini sekaligus sebagai silaturahmi bisnis. Ryan pulang ke rumah, di depan pintu bau masakan menguar menusuk hidung. Ryan Membuka pintu, karena pintu juga tidak di kunci. Terlihat Amelia sedang sibuk di dapur. Bau masakan semakin mengaduk perut yang keroncongan. "Masak apa sayang," tanya Ryan memeluk pinggang istrinya. Amelia kaget, suaminya sudah memeluk erat pingangnya. "Masak yang gampang aja, Cumi saos tiram sama capcay bakso kesukaan Mas Ryan," "Sayang, ada kabar baik." ucap Ryan mengecup pipi istrinya. "Apa tuh?" tanya Amelia semangat. "Tania dan Arnold mau menikah." Amelia kaget sekaligus senang. Sikap tegas Ryan
Arnold dan Tania, membicarakan rencana pernikahan. Tiba-tiba ia teringat perbuatanya pada Ryan. Ia ingin meminta maaf. "Tania, sebelum kita menikah aku ingin minta maaf sama Ryan," ucap Arnold sembari memegang jemari Tania. Tania terdiam sesaat, ia teringat kejadian itu atas perintah dirinya. Yang harus meminta maaf adalah dirinya. "Aku yang harus minta maaf sama Ryan, itu kan karena atas perintah ku," Kata Tania menatap kosong di depanya. Tania kini menyadari kesalahanya. Membiarkan dendam menguasai hatinya. Arnold seneng mendengar ucapan Tania. Itu artinya Tania ingin berubah menjadi lebih baik. Tak ingin menaruh dendam berlarut pada Ryan. Karena sejati hukum tabur tuai berlaku di dunia ini. Tania memperoleh hukumanya, di campakan oleh Ryan. Ia Lebih Memilih istrinya. Ingin menghancurkan hidup Ryan, tapi dirinya yang hancur. Untung cinta Arnold menyelamatkan dirinya, hi
Arnold menyodorkan cincin di hadapan Tania. Netra Tania menatap lurus cincin berlian di hadapanya. "Menikahlah denganku Tania, aku tak bisa berjanji bahwa aku akan selalu membahagiakan mu tapi aku ingin bersama sampai menutup mata." Tania mengejap matanya berulang kali, ia tak menyangkaa akan di cintai seperti ini. 'Apa ucapan kakak harus aku turuti?' Batin Tania. Arnold masih menatap penuh harap agar menerima dirinya. "Tania ...." panggil Arnold parau. "I-ya," jawab Tania sambil terbata- bata. "Apa kau menolakku?" tanya Arnold sedih. Ia berpikir sejenak. Lalu dengan memejamkan matanya ia menjawab lamaran Arnold. "Iya Arnold, aku mau menikah denganmu" walau hati ragu. Tapi ia ingin menghilangkan bayangan tentang Ryan di kepalanya. Hati Arnold sangat bahagia mendengar ucapan Tania. Arnold membuka kotak berisi cincin berlian. Menyematkan di jemari Tania. Cincin
Selama hampir sebulan Arnold mendekati Tania. Melakukan apa saja demi mendapatkan cinta Tania. Menyuruh Tania melupakan dendam pada Ryan. Mencoba berdamai dengan kehidupan. Bahwa semua terjadi adalah kuasaNya. Tapi Tania masih terdiam semua perkataan Arnold. Ia sangat sabar menghadapi Tania. Juga berdoa semoga Tania segera sadar. Arnold memakai jas Navy. Menyemprotkan aroma maskulin di tubuhnya. Jack sudah menunggu di belakang kemudi. Ia masuk mobil sudah tak sabar menemui Tania. Gugup menguasai hati Arnold. Jack melajukan mobilnya ke Apartemen Tania. Arnold membuka cincin berlian mata satu yang berkilau Indah. 'Ya Tuhan, semoga Tania menerimaku' batin Arnold. Tania baru bangun tidur saat mentari sudah naik. Ia mengeliat. Membuka selimutanya. Ada perasaan bahagia menyelinap ke dalam kalbu. Ia tak tau kenapa. Lebih baik mandi. Air pagi menyegarkan tubuh Tania. Rambut basah Tania telah di bungkus dengan handuk. Tania
Amelia melanjutkan makannya. Ucapan mertuanya yang menohok membuat selera makanya terhenti. 'Kapan Mama akan menerimaku?' Batin Amelia sambil menunduk. Ryan mengerti istrinya sedih. "Mas, ayo kita periksa ke dokter," rajuk Amelia dengan tatapan memohon. "Iya ... sayang, besok kita periksa. Kebetulan tak ada jadwal penting di kantor," Mata Amelia menyiratkan bahagia. Keinginan memiliki zuriat begitu besar baginya. Bukan sekedar menghindari ocehan mertuanya. Tapi ada kebahagiaan tersendiri di saat bayi mungil tumbuh besar di rahimnya. Melahirkan dan membesarkan dengan penuh cinta kasih. Untungnya suaminya sangat pengertian. Tak menuntutnya memiliki keturunan segera. Tapi anak adalah rejeki dan harus berusaha meraihnya. Juga doa yang tak pernah putus. Amelia mengeliat dalam pelukan suaminya. Hangat mengaliri darah Amelia. Ia mengejap dan mengedarkan pandanganya. Masih gelap jam berapa ini?
Kembali ke Amelia. Amelia mengejap matanya berulangkali. Ia melihat jam di beker di nakas. Jam 3 sore. Ia bangkit dan melangkah ke kamar mandi tak jauh dari kamarnya. Ritual mandi dilakukan dengan cepat. Selesai mandi segera ke dapur. Memasak untuk nanti makan nanti malam. Aroma masakan menyeruak menyebar di seluruh ruangan rumah ini. Jam lima sore Ryan pulang. Pintu rumah tak di kunci. Ia langsung masuk saja. "Ceklek" "Assalamualaikum," "Walaikum salam Mas Ryan," Senyum mengembang dari kedua sudut mulut Amelia. Ia menyambut suaminya dan mencium tanganya. "Masak apa sayang?" Tanya Ryan sembari mencium kening istrinya. "Masak kesukaan Mas Ryan," ucap Amelia sembari menaruh Ayam goreng di meja. "Mas mandi dulu, nanti kita malam bareng," "Iya sayang," Ryan melangkah ke kamar. Mandi juga berganti pakaian. Ryan terlihat segar. Waj