Waktu sudah menunjuk angka sebelas malam.
Seperti permintaan John tadi pagi. Ia menginginkan Nora malam ini. Meski sampai saat ini ia masih belum tahu jika Nora bercinta dengan anaknya, bukan dengan dirinya.
“Kemarilah. Aku sudah tidak sabar ingin menjamahmu kembali. Karena kemarin malam aku sedang mabuk, jadi tidak tahu apa yang kita lakukan semalam itu.”
Hati Nora bertalu. Pikirannya malah tertuju pada Allard yang hingga saat ini masih belum juga pulang ke rumah itu.
“John. Ada yang ingin aku tanyakan padamu.”
John menatap lembut wajah Nora. “Apa, hum? Kau mau bertanya apa padaku?” ucap John kemudian memangku Nora agar duduk di atas pahanya.
Nora kemudian melingkarkan tangannya di ceruk leher pria gagah itu. Ya, meskipun usianya sudah lima puluh lima tahun, akan tetapi wajahnya masih sangat awet muda dan tentunya terawatt.
“Mengapa Allard belum juga pulang? Bukankah ini hari Minggu? Dia tidak pergi ke kantor, bukan?”
“Oh, ya. Biasanya dia akan berkumpul dengan teman-temannya, Sayang. Dia akan kembali di pagi buta. Kau tak perlu mengkhawatirkan anak itu. Dia sudah dewasa dan tahu jalan pulang.”
Nora mengulas senyum kecil. Kemudian mengangguk, meski sebenarnya masih ada rasa cemas dalam dirinya, harus ia sembunyikan dalam-dalam.
John memulai aksinya. Membuka lingerie yang dikenakan oleh Nora dan mulai menjamah wanita itu. Tak lupa dengan alat kontrasepsi yang ia pasang pada miliknya.
Seperti janjinya pada Allard. Tak akan memberi adik pada anak semata wayangnya itu. Karena menikahi Nora pun hanya untuk memuaskan hasratnya, bukan untuk mendapatkan seorang anak dari wanita itu.
Meski sama saja, John juga begitu lihai membuatnya orgasm, tetap saja ia tak bisa melupakan permainanya dengan Allard. Saat selesai bercinta, Nora langsung mengenakan kembali bajunya dan menutupi tubuhnya dengan selimut tebal berwarna putih.
“John. Mengapa kau tak memberi tahu aku soal bulan madu yang kau rencanakan seorang diri? Kita akan pergi ke mana?” tanya Nora dengan suara lembutnya.
John menoleh dan menatap wajah Nora. “Italia. Ada banyak pekerjaan yang mesti aku selesaikan juga di sana. Jadi, sekalian kita berbulan madu di sana. Kau pasti akan menyukai bulan madu kita, Sayang.”
Nora menghela napasnya dengan panjang. “Ke Italia?” tanyanya kemudian.
John mengangguk. “Ya. Kau benar. Besok kita berangkat ke Italia. Kau akan menikmati suasana di sana penuh dengan suka cita.”
“Berapa lama, waktu yang akan kita habiskan di sana, John?” tanya Nora kembali.
“Mm! Mungkin sepuluh hari. Apa kau mau menambahkannya lagi?” tanya John.
Nora menggeleng. Justru karena dia ingin bertanya mengenai berapa lama di sana, sebab tak ingin berlama-lama di sana. Allard akan semakin menggila jika harus ditinggal dua minggu lamanya.
“Tidak, John. Sepuluh hari sudah cukup bagiku,” ucap Nora lalu mengulas senyum kepada John.
**
Nora dan John memutuskan untuk menghabiskan bulan madu mereka di Italia, sebuah destinasi yang penuh dengan keindahan sejarah, seni, dan budaya.
John sangat bersemangat dengan rencana ini, dan begitu juga dengan Nora, meskipun ia pandai menyembunyikan perasaannya yang semakin meredup terhadap suaminya.
“Apa kau menikmati pemandangan di balik jendela apartemen kita, Sayang?” John—tiba-tiba saja datang dan memeluknya dari belakang.
Nora yang awalnya terkejut langsung menetralkan kondisinya dan mengulas senyum kepada sang suami.
“Ya. Tentu saja aku menyukainya, John. Kau sangat pandai mencari tempat bulan madu,” ucap Nora memuji sang suami.
Di mata John, perjalanan mereka ke Italia adalah awal dari babak baru dalam pernikahan mereka, tetapi bagi Nora, ada rasa tidak puas yang menggerogoti hatinya.
Ia merasa semakin jauh dari John, bahkan saat mereka menjelajahi kota-kota indah dan menikmati hidangan lezat Italia bersama.
‘Sial! Mengapa pikiranku terus tertuju pada Allard? Padahal sudah lima hari aku berada di sini. Bahkan lelaki itu tidak pernah menghubungiku sekali pun,’ ucap Nora dalam hati.
Hatinya gundah bercampur kesal. Sebab Allard menghilang, tidak ada kabar dari lelaki itu sekali pun saat dirinya berada di sana.
“Nora. Apa kau ingin jalan-jalan? Kau bisa lakukan sendiri karena sudah hapal dengan tempat ini,” kata John sembari melingkarkan jam tangan di pergelangan tangan kirinya.
“Oh, ya. Memangnya kau mau pergi ke mana, John?” tanya Nora ingin tahu.
“Santa Hotel. Aku harus menemui clien-ku di sana.”
“Baik, John. Aku akan pergi jalan-jalan ke kota Florence.”
“Ya. Kalau begitu, aku pergi dulu.” John kemudian mencium kening Nora dan keluar dari apartemen tempatnya dengan Nora tinggal selama di sana.
Nora memutuskan untuk pergi seorang diri tanpa ditemani siapa pun. Berjalan menyusuri trotoar dan melihat-lihat pemandangan yang ada di sana.
“Huft! Sangat menyebalkan,” ucap Nora pelan. Ia kemudian duduk di kursi panjang dekat taman dengan background danau buatan di depannya.
Ia menoleh ke kanan dan kiri demi membunuh rasa bosannya di sana. Namun, ia dikejutkan oleh sesuatu. Ia melihat Allard, anak John, berada di sana. Ia tidak pernah menyangka akan bertemu dengan Allard di Italia, dan hatinya berdegup kencang.
Tak lama setelah itu, Allard mendekati Nora dengan langkah-langkah hati-hati. Ia tersenyum, tetapi ada ketegangan yang terlihat di matanya. "Nora," katanya dengan lembut, "Apa yang kau lakukan di sini seorang diri? Apakah semuanya baik-baik saja?"
Nora sangat terkejut dan tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan itu. Ia berusaha untuk tetap tenang, tetapi hatinya berdebar keras.
“Harusnya aku yang bertanya seperti itu padamu. Apa yang kau lakukan di sini, Allard? Dari mana kau tahu aku ada di sini?” Nora menuntut jawaban dari Allard.
Senyum smirk terbit di bibir lelaki itu. “Cukup mudah bagiku setelah kau mengenal ayahku, Nora. Tentu saja aku bertanya padanya, kalian pergi ke mana. Dengan detail, Daddy memberi tahu kau ada di mana.”
Nora menggeleng-gelengkan kepalanya. “Lima hari ini kau tak ada kabar. Kemudian tiba-tiba saja kau ada di sini. Kau mengejutkanku, Allard!” ucap Nora pelan.
Allard kemudian mengusap sisian wajah ibu tirinya itu. “Hei, Ibu Tiri. Aku sedang sibuk di sana. Sibuk memikirkan bagaimana cara agar aku bisa terbang ke sini tanpa harus meninggalkan pekerjaanku di sana.
“Beruntung, Jemmy bisa kuandalkan. Dia asisten pribadiku. Sangat pintar mengelola pekerjaannya. Akhirnya aku bisa menyusulmu kemari.”
Allard mendekatkan dirinya pada Nora. Sampai membuat jantung wanita itu berdegup tak karuan.
“Apa kau senang, aku ada di sini, Nora?” tanya Allard kemudian mengulas senyum kepada wanita itu.
Nora mengadahkan kepalanya menatap Allard. “Tentu saja aku senang. Namun, apa kau bisa menjamin semuanya baik-baik saja? Jika John tahu, kau bisa mati, Allard!”
Pria itu tertawa mendengarnya. “Jika kita melakukan adegan waktu itu di depannya, mungkin bisa jadi kita akan mati di tangannya. Namun, jika kita melakukannya di kamarku, maka semuanya akan baik-baik saja.”
Nora menaikan kedua alisnya menatap datar wajah Allard. “Apa maksudmu bicara seperti itu, Allard?” tanyanya kemudian.
Allard menarik tangan Nora dan menatapnya. “Aku merindukanmu. Bisakah kita mengulang malam panas satu minggu yang lalu?” bisik Allard kemudian menggigit telinga wanita itu penuh sensual.
Keduanya sudah sampai di apartemen Allard. Nora terperngah karena rupanya tempat tinggal Allard dekat dengan apartemen dia dan John.“Allard. Bagaimana mungkin kau tinggal di sini? Aku dan John tinggal di apartemen sebelah.” Nora memberi tahu Allard.Allard hanya menyunggingkan bibirnya. Kemudian menghampiri Nora dan melingkarkan tangannya di pinggang ramping wanita itu.“Menurutmu, apakah aku peduli? Tentu saja tidak, Nora. Aku tidak peduli, kau dan Daddy tinggal di sana,” bisik Allard kemudian meraup bibir wanita itu.Hal gila antara Allard dan Nora kembali berlanjut. Mereka tampaknya tidak bisa melepaskan satu sama lain, dan keinginan gila mereka membawa mereka ke tempat-tempat yang tak terduga."Nora, kau tahu betapa ku merindukanmu selama ini." Allard berucap dengan senyum nakal terbit di bibirnya.“Ya, aku tahu itu. Tapi Allard, aku dan John tengah berbulan madu sekarang." Nora berucap dengan ragu.“Itu sebabnya aku datang ke sini. Aku ingin kau bersamaku, setidaknya selama bebe
Nora mengerutkan keningnya mendengar ucapan Allard tadi. "Apa yang kau maksud, Allard?"Allard menatap serius wajah Nora. "Nora, aku tahu ini mungkin terdengar gila, tapi aku ingin kau dengarkan dengan baik. Aku tidak ingin kau hamil anak John."Nora hampir menjatuhkan spatula yang sedang digunakan, tidak bisa percaya dengan apa yang baru saja dia dengar."Apa yang kau bicarakan, Allard? Itu bukan keputusan yang bisa kita ambil begitu saja. John mungkin sudah tua, tapi, aku tidak bisa mengiyakan ucapanmu tadi. Bagaimana jika ayahmu menginginkan seorang anak dariku?”Allard bangkit dari kursinya dan mendekati Nora. Dia berusaha menjelaskan dengan penuh hasrat.Allard kemudian menggenggam tangan Nora. "Nora, dengarlah aku. Aku mencintaimu, dan aku tahu bahwa aku tidak bisa terus menjadi simpananmu. Aku ingin lebih dari itu, aku ingin mengambilmu dari Daddy, apa pun caranya."Nora merasa hatinya berdebar kencang. Dia mencintai Allard dengan segala hatinya, tetapi ide untuk mencari cara a
Sepuluh hari telah berlalu sejak Nora tiba di Italia, dan rindunya pada Allard semakin tidak tertahankan.Dia tidak sabar ingin kembali ke Texas dan bertemu dengan pria yang telah menghiasi pikirannya selama ini.Namun, ketika dia akhirnya tiba di rumah mereka di Texas, kekecewaan melanda saat dia tidak menemukan Allard di sana."Apa dia sedang di luar? Atau mungkin dia sedang di lantai atas?" gumam Nora kemudian menghela napasnya.Nora memutuskan untuk bertanya kepada John, suaminya, tentang keberadaan Allard. Dia mencari John dan menemukannya di ruang keluarga."John, kau tahu di mana Allard berada? Mengapa tidak ada di rumah?” tanya Nora begitu menemukan John tengah sibuk dengan pekerjaannya.John yang mengira jika Nora hanya bertanya karena perhatiannya pada anak semata wayangnya itu, dengan santai menjawab, "Mungkin ada di kamar tidur, mungkin tidur siang atau apa."Nora mengangguk, lalu dengan langkah hati-hati, dia menuju kamar tidur lelaki itu.Namun, setelah memeriksa kamar t
Nora memandang Allard dengan tatapan yang penuh keraguan dan cemas setelah mengajukan pertanyaan yang sulit."Allard, apakah semua ini hanya pelampiasan bagimu? Apakah ini tidak lebih dari sekadar keinginan untuk melepaskan diri dari rutinitas?" tanya Nora dengan suara penuh ragu.Allard melihat ke mata Nora dengan tulus dan penuh emosi."Tidak, Nora!” ucap Allard dengan tegas.“Kau salah besar jika kau berpikir begitu. Aku telah jatuh cinta padamu, lebih dari sekadar pelampiasan. Aku ingin bersamamu, bahkan lebih dari itu. Aku ingin merebutmu dari Daddy, tapi aku belum memiliki alasan yang kuat untuk melakukannya."Nora terlihat bingung. Dia merasa dilema antara membuka diri tentang alasan terpaksa dia menikah dengan John atau menjaga rahasia itu untuk dirinya sendiri.‘Apa yang seharusnya aku katakan?’ ucapnya dalam hati.Setelah mendengar jawaban yang tulus dari Allard, terlihat dari raut wajahnya jika Allard tidak membohonginya. Membuatnya kembali dilemma.Allard memperhatikan ker
Allard sangat terkejut saat John memberi tahu bahwa dia sudah berada di lobi kantornya. Tanpa banyak bicara, Allard langsung memberi instruksi kepada Nora."Nora, kau harus kembali masuk ke dalam kamar sekarang juga. Daddy sudah di sini, dan aku tidak ingin dia tahu mengenai hal ini. Aku masih belum siap kehilanganmu,” ucap Allard dengan suara tergesa-gesa.Nora mengerti situasi yang sangat rumit ini dan tanpa ragu-ragu masuk kembali ke dalam kamar, bersembunyi dari pandangan John.Lima menit kemudian, John tiba di ruang kerja Allard. Dia memasuki ruangan tersebut dengan langkah mantap, wajahnya serius dan tegang.Dia langsung menghampiri anaknya, Allard, yang tengah berdiri menyender di meja kerjanya."Allard, kita perlu bicara,” ucapnya dengan suara ketusnya.Allard menatap ayahnya dengan tatapan tajam, tidak terlihat senyum sedikit pun di wajahnya.Dia sangat marah dengan John karena karyanya yang akan launching bulan depan telah dicuri oleh musuh bebuyutan John."Tentu saja, kita
Nora menatap Allard dengan ekspresi khawatir. Menunggu jawaban dari pertanyaan yang ia tanyakan kepada lelaki itu.Allard mengendikan bahunya. “Aku tidak tahu pastinya kapan. Yang jelas, dua sampai tiga minggu aku akan berada di sana, Nora.”Nora menelan salivanya menatap wajah Allard. “Lumayan lama. Tapi, Allard. Ada hal yang ingin aku tanyakan padamu, kenapa tiba-tiba kau membawa namaku saat berdebat tadi?"Allard menghela napas, mencoba menjelaskan perasaannya."Nora, Daddy sangat berengsek! Dia begitu munafik, tidak tahu apa-apa. Aku sangat membenci dia saat ini,” ucapnya dengan nada tajam.Nora mengerti perasaan Allard, terutama karena dia melihat betapa frustrasinya Allard saat berdebat dengan ayahnya tadi."Aku mengerti, Allard. Aku melihat bahwa kau tidak mendapatkan saran apa pun dari John. Dia mungkin terlalu terpengaruh dengan segala masalahnya sendiri."Allard merasa lega mendengar pemahaman Nora. Dia tahu bahwa situasi ini memang sangat sulit, dan dia berharap bahwa merek
Dua minggu telah berlalu sejak Allard pergi ke New York, dan selama waktu itu, Nora telah menunggu dengan cemas untuk mendengar kabar dari kekasihnya.Meskipun dia telah menerima pesan singkat dari Allard di awal perjalanan, sejak itu dia tidak mendengar kabar lagi.“Apakah dia masih sibuk dengan urusannya? Mengapa sampai detik ini aku tidak mendapat kabar darinya, dia kapan pulang?” gumam Nora kemudian menggigit jarinya karena cemas.Nora mencoba untuk memahami bahwa Allard mungkin sibuk dengan pekerjaannya di sana, tetapi kekhawatiran mulai merayapinya.“Namun, hari ini sudah tepat dua minggu dia pergi. Mengapa aku tidak bisa tenang karena hal ini.” Nora bingung pada dirinya sendiri.Hari ini adalah dua minggu tepat sejak Allard tiba di New York, dan kecemasan Nora semakin memuncak.Nora: [Allard, kau di mana? Masih lama kah, kau di sana? Aku merindukanmu, cepat pulang.]Nora mengirim pesan pada Allard. Berharap lelaki itu membacanya dan segera pulang menemuinya.Ia lalu menoleh pad
Malam hari telah tiba, dan Nora masih belum mendapatkan kabar dari Allard. Kecemasan mulai merayapinya, dan dia merasa semakin terjebak dalam ketidakpastian.Bahkan, kekhawatiran yang mendalam membuatnya ragu untuk pulang ke rumah, karena di sana, dia tahu tidak akan menemukan Allard.“Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa sampai detik ini Allard masih belum mengabariku?” ucap Nora semakin cemas.Ia terus menerus mengecek ponselnya berharap mendapat pesan dari Allard. Meski hanya beberapa kata saja yang Allard sampaikan padanya, ia akan merasa lega.Setelah pertimbangan yang panjang, Nora memutuskan untuk mencari tahu keberadaan Allard.Dia akhirnya memberanikan diri untuk menanyakan Jemmy, asisten pribadi Allard, tentang keberadaan lelaki itu."Jemmy, maaf jika aku mengganggu, tapi aku sangat khawatir. Aku belum mendengar kabar dari Allard di hari ini. Apakah dia baik-baik saja di sana?" tanya Nora dengan nada khawatirJemmy, yang tampaknya cukup terkejut oleh pertanyaan Nora, mencoba