Share

Tidak ingin John Curiga

“Stev! Kau bisa membantuku?” Allard menghubungi Stev setelah ia memasuki kamar yang sudah ia pesan sebelumnya.

“Bantu apa, kawan?” tanya Stev dengan santainya.

“Aku sedang bersama dengan Nora. Aku ingin kau buat Daddy mabuk sampai teler, sampai tidak bisa bangun lagi sampai besok.”

“Oh my God. Apa yang akan kau lakukan dengan Nora, Allard? Apa kau sudah gila?” Stev terkejut mendengar ucapan Allard tadi.

“Sudahlah, jangan banyak bicara. Lakukan apa yang aku minta padamu. Aku akan memberimu apa pun yang kau inginkan. Aku berjanji.”

Senyum mengembang di bibir Stev. “Kalau begitu, akan segera kulakukan. Aku paling jago, untuk membuat siapa pun mabuk sampai sempoyongan.”

Allard kemudian menutup panggilan tersebut dan melempar ponselnya dengan asal ke nakas dekat tempat tidur.

Kembali merangkul tubuh Nora dan menciumi bibir wanita itu dengan penuh. Malam yang semakin dingin membawa hasrat penuh gairah yang mematikan dalam tubuh keduanya.

Mereka saling berbagi peluh di dalam ruangan luas di hotel bintang lima itu. Tak peduli siapa yang kini tengah ia setubuhi, yang penting Allard puas dan bahagia.

“Kau sangat luar biasa, Allard!” lenguh Nora tak kuasa menahan gerak tubuh Allard yang semakin menggila dan mendamba.

“Kau tahu? Aku sudah lama tidak melakukan ini, Nora. Maka, terimalah hujaman gilaku ini!” ucapnya lalu menarik wajah Nora dan menciumi bibir wanita itu hingga bengkak.

Erangan dan desahan semakin liar di dalam ruangan itu. Nora semakin seperti cacing kepanasan dalam kungkungan Allard yang tidak bisa dijabarkan oleh kata-kata.

Permainan itu benar-benar luar biasa. Bahkan Nora yang notabennya seorang gadis panggilan pada jaman dulunya. Tidak kuat menerima hasrat dalam diri Allard.

Sampai akhirnya ia hampir memasuki puncaknya. Diambilnya sebuah alat kontrasepsi dan memasangnya.

“Aku belum siap memiliki anak denganmu. Sampai perjanjian itu lenyap dan kau jadi milikku seutuhnya,” ucap Allard dengan suara beratnya.

Apa yang dikatakan Allard tidak diindahkan oleh Nora. Wanita itu sudah sangat lemas akibat perbuatan gila yang dilakukan oleh Allard padanya.

Kemudian menyemburkan lahar putih yang sudah tidak bisa ditahan lagi setelah hampir satu jam lamanya menikmati tubuh indah Nora yang sudah lama tidak ia jamah lagi.

“Aku mencintaimu, Nora. Meski hubungan kita tidak akan pernah tahu, ke mana ujungnya,” bisik Allard kemudian mencium kening wanita itu dengan napas yang tersengal-sengal.

**

Pagi itu, John, Nora dan Allard telah kembali ke rumah. Suasana sarapan di pagi itu tampak hangat dan mesra. Mereka duduk berhadapan satu sama lain, sambil bertukar pandang dengan senyum yang penuh makna. Senyum itu adalah kode rahasia mereka, mengingatkan mereka pada malam kemarin yang penuh gairah dan keintiman.

‘Oh, shit! Benar saja, aku tidak dapat melupakan kejadian selama bersamanya. Dia benar-benar membuatku gila!’ gerutu Allard dalam hati. Ia benar-benar tidak bisa fokus dan tidak bisa mengalihkan ingatan itu.

Terus tertuju pada permainan gila yang dia lakukan bersama dengan Nora kemarin malam. Sangat panas dan liar. Mana mungkin ia bisa lupa begitu saja.

Keduanya telah mengalami momen yang tidak akan terlupakan. Gairah di antara mereka membara seperti api yang tak terkendali, dan mereka telah melewati malam yang intens bersama. Setiap sentuhan dan kata-kata yang mereka bagikan memenuhi ruangan dengan cinta.

“Allard?” panggil John membuat lelaki itu mengadahkan kepalanya.

“Ya, Dad? Kau sudah tidak mabuk lagi, hum? Selama kau minum terlalu banyak sampai tidur di lantai,” kata Allard mengingatkan sang ayah soal semalam.

John mengangguk. “Ya. Bahkan aku telah membuat Nora tersiksa karena mabukku semalam. Katanya, aku terlalu kasar padanya.”

Allard tersenyum mendengarnya. “Kau tidak pernah berhatu-hati dalam hal itu, Daddy,” ucap Allard kemudian melirik ke arah Nora yang tengah meneguk segelas susu hangat.

“Iya, aku tahu itu. Tapi, Nora sangat menikmatinya.” John—dengan penuh percaya dirinya dan percaya dengan ucapan Nora mengatakan bila mereka telah menghabiskan malam pertama mereka bersama-sama.

“Aku dan Nora berencana untuk bulan madu ke luar negeri, Allard. Aku dan Nora sudah merencanakanya!” ucap John dan lagi-lagi menerbitkan senyum penuh bahagia.

Namun, momen indah itu tiba-tiba terganggu saat John, memberikan kabar mengejutkan tersebut.

Senyum yang sedari terbit di bibirnya seketika pudar.

Hati Allard bergetar mendengar berita itu. Cemburu dan sakit hati melanda dirinya begitu mendalam.

Pikirannya langsung terbayang bagaimana John dan Nora akan menghabiskan waktu bersama-sama di luar negeri, menikmati momen-momen indah di destinasi romantis.

Allard mencoba tersenyum, tetapi senyum itu terasa palsu. Ia berusaha merasa bahagia atas kebahagiaan John dan Nora, tetapi rasa cemburunya terlalu kuat.

Ia berjuang untuk menyembunyikan perasaannya yang campur aduk, tetapi tak dapat menahan kepedihan yang menggerogoti hatinya.

“Ya. Pergilah. Memang itu tujuan kalian menikah. Bulan madu. Tapi, ingat, Daddy. Jangan bawa adik untukku setelah kau pulang dari sana!” peringat Allard.

John tertawa mendengar ucapan anak semata wayangnya itu. “Hei, anakku. Mana mungkin aku memberimu adik. Harusnya kaulah, yang memberiku cucu. Kapan, kau akan mengenalkan wanita padaku, hum?”

Lagi-lagi John membahas soal wanita. Allard kembali mengulas senyum palsu.

“Aku akan membawa wanita itu, setelah aku menemukan waktu yang tepat untuk dikenalkan padamu!” ucap Allard dengan suara dinginnya.

Nora menelan salivanya mendengar ucapaan Allard tadi. Nora merasa tegang saat mendengar ucapan Allard tadi.

Meski Allard berusaha menyembunyikan perasaannya, tetapi sulit untuk menyembunyikan kecemburuan dan sakit hati yang merasuki dirinya.

John haru menerima panggilan dari rekan bisnisnya.

Kini, hanya ada Nora dan Allard di ruang makan itu. Allard kemudian mengadahkan kepalanya menatap datar wajah Nora.

“Mengapa kau tidak bicara mengenai rencana bulan madu itu, Nora?” tanya Allard dingin.

Nora menggelengkan kepalanya. “Bahkan aku tidak tahu, jika John memiliki rencana itu, Allard. Kau harus percaya padaku. Aku benar-benar tidak tahu jika ayahmu akan memikirkan hal konyol itu.”

Allard menelan salivanya. “Lalu, kau tahu, ke mana kalian akan pergi?”

“Mana kutahu, Allard. Sudah kukatakan tadi. Aku tidak tahu dia akan membawaku ke mana. Bahkan rencana bulan madu pun tak pernah aku bayangkan sebelumnya.”

Allard menaikan kedua alisnya. Mencari letak kebohongan Nora saat berbicara tadi. Namun, tidak satu pun ia menemukannya.

Nora tidak berbohong padanya. Ia memang tidak tahu mengenai hal itu.

“Maafkan aku, Allard. Aku tidak ingin John curiga,” ucap Nora sungguh-sungguh.

“Kau tak perlu minta maaf. Karena Daddy adalah suamimu. Bukan orang lain. Dan kalian baru saja menikah. Mana mungkin tidak ada kata bulan madu.”

Nora kembali menunduk. Kemudian mengadahkannya kembali dan mengulas senyum tipis menatap Allard.

Tak lama kemudian, John kembali dan duduk di samping Nora. Ia lalu melingkarkan tangannya di pinggang ramping istrinya itu dan mencium bibirnya singkat.

“Maafkan aku, Sayang. Aku harus pergi ke kantor Grey. Ada hal yang harus kami bicarakan,” kata John memberi tahu.

Nora mengangguk. “Ya. Hati-hati di jalan, John.”

John menganguk lalu mendekatkan wajahnya di wajah Nora. “Nanti malam, sebelum berangkat, aku ingin kau melayaniku seperti kemarin malam, Sayang,” bisiknya kemudian menjilat telinga wanita itu.

Nora melirik ke arah Allard. Tampak raut wajah datar nan dingin terlihat jelas yang ditampakan oleh Allard kala melihat situasi yang tak seharusnya tidak ia lihat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status