Dalam kehidupan Allard Romanov, perusahaan dan kemapanan material adalah segalanya. Namun, ada satu hal yang tak pernah bisa diukur oleh kekayaan, yaitu perasaannya yang dingin dan rasa penasaran yang terus mengganggu dirinya. Dua tahun yang lalu, ia menghabiskan malam dengan seorang wanita cantik yang menghantarkannya pada sebuah misteri yang tak pernah bisa ia pecahkan. Hingga suatu hari, sang ayah, John Romanov, datang dengan seorang wanita muda yang cantik. Usia Nora Angelica hanya tiga puluh dua tahun, dan John dengan penuh semangat mengumumkan rencananya untuk menikahi wanita itu. Allard sebenarnya tidak begitu peduli dengan urusan asmara John, tapi ketika ia melihat wajah Nora, dunianya tiba-tiba berputar. Nora, wanita yang selama ini telah menghantui pikirannya, adalah wanita yang ada di depan matanya. Kejutan dan kebingungan menyelimuti Allard. Bagaimana mungkin Nora menjadi calon istri John? Dan mengapa John membawanya kembali ke kehidupan Allard? Allard terjebak dalam konflik batin. Hatinya yang dingin harus berjuang dengan perasaan yang sudah lama terpendam. Ia harus memutuskan apakah ia akan mengikuti hatinya yang tak terkendali atau tetap menjalani hidup yang dikuasai oleh ketenangan dan kekayaan.
View More"Shit! Mengapa wajah wanita itu tak pernah mau lepas dari pikiranku?!"
Allard Romanov—pria tampan nan gagah berusia dua puluh delapan tahun terus menggerutu kesal pada dirinya sendiri karena tidak juga mau melepaskan bayangan kala dirinya menikmati malam panas dengan seorang wanita cantik seusia dengannya.
Hingga lamunan itu buyar saat dering ponselnya berbunyi. Ia kemudian mengambil ponsel tersebut dan menaikan kedua alisnya usai melihat nama yang tertera di layar ponselnya.
"Tumben sekali, Daddy menghubungiku." Ia kemudian menerima panggilan tersebut.
"Halo, Anakku. Kau sedang di mana?" tanya John Romanov—sang ayah.
"Aku masih di kantor, Dad. Ada apa kau menghubungiku? Tumben sekali."
John tertawa pelan di seberang sana. "Allard. Aku tahu, kau tidak pernah memintaku untuk menikah lagi. Tapi, kali ini biarkan aku memilih itu."
Allard mengerutkan keningnya. "Apa maksudmu, Daddy?" tanya Allard dingin.
"Aku akan menikah lagi, dan besok akan kukenalkan wanita itu padamu. Sapalah dia dengan sopan. Jangan kurang ajar!"
Allard memijat keningnya. "Oh, Daddy. Harusnya kau mencarikan aku jodoh, bukan malah kau yang lebih dulu hendak menikah lagi." Allard sangat kesal pada sang ayah karena lelaki itu akan menikah lagi setelah lima belas tahun berpisah dengan istrinya—Miranda.
"Kau cari sendiri. Mengapa harus aku yang turun tangan? Yang akan menikmati wanita itu pun dirimu, bukan aku. Sudah malam, Allard. Sebaiknya kau pulang. Dan jangan lupa, besok pasang wajah bahagiamu menyambut kedatangan calon istriku."
John menutup panggilan tersebut usai memberi tahu jika dirinya akan menikah lagi.
"Shiitt!! It's fucking married! Daddy benar-benar tidak tahu diri. Sudah tua pun masih saja ingin menikah lagi. Apa tidak cukup, bermain wanita selama ini?"
Allard mengumpati ayahnya sendiri. Ia benar-benar sebal pada John yang akan menikahi seorang wanita di usianya yang sudah tidak muda lagi.
Dalam benaknya, wanita itu sudah tua, sama seperti ayahnya yang sudah berusia lima puluh lima tahun. Bisa saja wanita itu hanya lebih muda sedikit saja dari sang ayah.
Allard menghapus pikiran itu dan kembali membayangkan wajah cantik wanita yang dulu tidur dengannya.
Meski hanya satu malam, namun sangat berkesan baginya. Allard menutup wajahnya kemudian mengembungkan pipinya pelan.
“Harus kucari ke mana lagi, wanita itu? Mengapa sulit sekali mencarimu,” gumamnya terus memikirkan wanita yang dulu menikmati malam indah bersamanya.
**
Keesokan harinya. Seperti janji John saat di telepon kemarin. Ia akan mengenalkan seorang wanita padanya yang akan dinikahi oleh lelaki tua itu.
“Allard. Kau di mana, Nak?” teriak John memanggil nama sang anak.
Allard keluar dari kamar lantai atas dengan setelan kerjanya. “Aku di sini, Dad,” ucapnya dengan pelan.
John menerbitkan senyum kepada sang anak. “Kemari, Nak. Aku ingin mengenalkan seseorang padamu.”
Dengan langkah malasnya, Allard menuruni anak tangga menghampiri sang ayah yang tengah duduk bersama seorang wanita yang katanya akan menjadi ibu tirinya.
Allard kemudian duduk di depan kedua orang itu. Ia masih belum mau melihat wanita yang ada di samping ayahnya tersebut.
Namun, wanita itu sudah menatapnya. Nora Angelica—wanita berusia tiga puluh satu tahun itu mematung kala melihat lelaki yang ada di depannya kini.
“Sayangku. Ini Allard. Anak lelakiku satu-satunya. Dia sangat pintar, cerdas dan cekatan. Tapi, sayang. Dalam hubungan percintaannya sangat memble. Sampai saat ini aku tidak pernah tahu, apakah dia memiliki pujaan hati atau tidak.”
Nora menelan ludah sebisa mungkin. Mata Allard masih enggan menoleh padanya.
‘Apakah dia telah melupakanku?’ ucap Nora dalam hati.
“Allard. Sapalah calon ibumu, Nak.”
Dengan malas, Allard lantas menolehkan kepalanya. Namun, kemudian dia tertegun usai menatap wajah wanita itu.
Wanita yang selama ini menjadi alasan dirinya tak pernah menjalin hubungan dengan siapa pun.
“Hei! Berhenti menatapnya seperti itu. Terkejut boleh saja. Tapi, jangan sampai matamu lepas karena melihatnya dengan cara seperti itu,” ucap John menyadarkan tatapan Allard yang sangat menusuk jiwa Nora.
“Namanya Nora Angelica. Usianya memang masih muda. Namun, dia sangat pandai membuatku jatuh cinta.”
John tersenyum bangga karena akan memiliki seorang wanita yang lihai dalam urusan ranjang.
Allard menelan salivanya kemudian mengangguk pelan. “Ya. Dia memang lihai dalam urusan ranjang.”
John mengerutkan kening mendengar ucapan Allard tadi. “Maksudmu?”
Allard langsung tersadar. “Euh! Maksudku, wanita di usia segitu memang sedang lihai-lihainya. Hi! Salam kenal. Aku Allard.” Allard tersenyum getir menatap Nora.
Tak pernah ia sangka, wanita yang sudah bertahun-tahun ia tunggu rupanya jatuh ke tangan ayahnya sendiri.
“Kau akan menjadi ibuku,” ucapnya dengan pelan.
Nora tersenyum tipis. “Ya. Salam kenal, Allard. Aku Nora. Senang bertemu denganmu. Aku harap, kau juga senang bertemu denganku.”
Allard kembali tersenyum. Senyum palsu, penuh dengan kekecewaan yang melanda hatinya.
Bagaimana mungkin, wanita yang sudah lama ia tunggu akan menjadi ibu tirinya. Haruskah dia menyerah? Haruskah dia mengakhiri semua harapan yang kini sirna karena wanita itu akan menjadi ibu tirinya, bukan kekasihnya.
“Sorry. Aku harus menerima telepon dari temanku.” John beranjak menjauh dari mereka.
Allard menatap lekat wajah Nora yang dibalas oleh wanita itu.
“Apa kau sudah lupa, denganku?” tanya Nora kemudian.
Allard tersenyum miring. “Tidak pernah. Bahkan sampai saat ini aku masih ingat, bagaimana kau menyentuhku hingga membuat tubuhku menggila dan menginginkanmu lagi dan lagi.”
Nora mengulas senyum kecil. “Tapi, aku minta maaf. Aku harus menikah dengan ayahmu, bukan denganmu.”
Allard tersenyum getir. “Selama ini kau ke mana saja, hum? Aku mencarimu, kau tahu?”
“Maafkan aku. Setelah aku melayanimu, aku dijual oleh ibuku pada lelaki kaya dan menjadikanku budak di sana. Kemudian lelaki tua itu mati dan aku dibeli oleh ayahmu.
“Aku akan menjadi ibumu, karena ayahmu sangat menginginkanku jadi istrinya. Kau harus melupakan masa lalu itu. Karena aku akan menjadi istri dari ayahmu, Allard.”
Pria itu menghela napasnya. Tersenyum getir, mendengar ucapan Nora tadi. Apakah penantiaannya berakhir sampai di sini? Haruskah dia merelakan Nora menjadi istri ayahnya?
Baru saja Allard hendak berbicara, John sudah kembali dan langsung duduk di samping wanita itu.
“Pernikahan kami akan digelar dua minggu lagi. Dan kita akan tinggal di rumah ini, bersamammu, Allard.”
Allard mengerutkan keningnya. Namun, bukankah itu suatu keuntungan baginya, karena ia bisa melihat Nora setiap hari?
Juga akan menjadi musibah baginya karena harus melihat kemesraan yang mungkin akan lihat yang dilakukan oleh John dan Nora di depannya nanti.
“Terserah kalian saja. Ini rumahmu, aku hanya menumpang di sini!” ucap Allard kemudian beranjak dari duduknya.
“Kau mau pergi ke mana, Allard?” tanya John kala melihat sang anak pergi.
“Ke kantor. Ke mana lagi?” ucapnya datar.
“Hei! Ini hari Sabtu. Apa kau sering bekerja di hari Sabtu?” tanya John bingung.
Allard menghentikan langkahnya. Sial. Baru melihat Nora untuk pertama kali setelah wanita itu menghilang saja sudah menghilangkan fokusnya.
“Aku akan pergi ke bar. Aku ingin menemui temanku di sana. Bye!” Allard mencari alasan agar tidak dicurigai oleh ayahnya.
Lima belas menit kemudian. Allard tiba di bar milik temannya—Stev.
“Mengapa wajahmu murung seperti itu, Bung?” tanya Stev kemudian memberikan satu botol vodka kepada Allard.
Pria itu menghela napasnya. “Ayahku akan menikah lagi. Dua minggu lagi resepsi itu akan dilakasanakan.”
“Woah! Ayahmu sedang masuk dalam puber kedua. Harap maklum saja. Dan kau, jangan mau kalah olehnya. Kau pun harus mencari seseorang untuk mengisi hidupmu, kawan.”
“Entahlah. Kau harus tahu hal ini, Stev. Yang membuatku shock dan tidak percaya.”
“Apa itu?” tanya Stev ingin sekali tahu.
Allard menghela napasnya dengan panjang. “Wanita itu … wanita itu ialah orang yang kucari selama ini. Yang pernah tidur denganku dua tahun yang lalu. Haruskah aku menerimanya sebagai ibu tiriku?”
Allard menjawab pertanyaan ibunya dengan serius, mengungkapkan ketakutannya dan pertimbangannya dalam situasi yang rumit ini.Allard menghela napasnya dengan panjang. “Mom, sebenarnya aku sangat ingin membawa Nora ke sini, tapi aku tidak bisa. Aku tahu bahwa Daddy masih sangat marah padaku, dan dia mungkin akan mencari setiap kesempatan untuk merusak reputasiku. Dia mungkin akan melihat kehadiran Nora sebagai peluang untuk menyerangku.”Melinda mulai memahami kekhawatiran Allard. Dia tahu bahwa hubungan antara Allard dan John telah sangat tegang sejak insiden tersebut terjadi. Melinda juga tahu betapa pentingnya reputasi dan karier Allard sebagai seorang pebisnis sukses.“Aku paham sekarang. Kau benar, Allard. John akan melakukan apa pun untuk merusakmu, terutama jika ia mengetahui bahwa Nora ada di sini. Kau harus berhati-hati.”Melinda memberikan dukungan kembali kepada sang anak.Allard merasa lega karena ibunya memahami situasi yang rumit ini. Dia tahu bahwa menghadapi John adalah
“Tentu saja tidak, Mark. Tapi Jemmy bersikeras, dan aku tidak bisa mengabaikan hal ini. Jemmy begitu meyakinkan diriku jika yang kau lihat itu adalah salah besar. Dan aku pun tahu, jika Jemmy telah memiliki seorang istri.”Mark tampak berpikir sejenak. “Mungkin Jemmy hanya mencoba menutupi sesuatu darimu, John. Kita tahu bahwa ini adalah situasi yang rumit, dan mungkin mereka takut hal ini akan merusak hubunganmu dengan Allard. Yang akan semakin tegang dan berisiko.”John menganggukkan kepalanya. “Kamu mungkin benar. Tapi apa yang sebenarnya terjadi di balik semua ini? Aku merasa perlu tahu kebenaran.”“Ya. Kita harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kita harus mencari tahu ini. Mereka mungkin akan berusaha menyembunyikannya darimu.”“Ya, kau benar. Aku harus mencari tahu sendiri. Kita akan tetap berkomunikasi dan berusaha memecahkan teka-teki ini.”Setelah percakapan itu, John merasa lebih yakin dengan rencananya untuk mencari tahu kebenaran di balik semua ini.Dia tahu bahw
Hari itu, John merenung dengan penuh ketidakpastian, mencoba memahami bagaimana hal ini bisa terjadi.Pikirannya mulai terjerat dalam pertanyaan yang tak terhitung jumlahnya. Bagaimana bisa Nora hamil? Siapa yang menjadi ayah dari anak yang dikandungnya? Dan yang paling membingungkan adalah mengapa Allard, tiba-tiba mengaku sebagai ayah dari anak yang dikandung Nora?Semua ini benar-benar membuatnya memanas. John merasa semakin yakin bahwa Nora dan Allard pasti sudah lama saling kenal.“Aku yakin, Allard dan Nora memang menyembunyikan hubungan rahasia mereka selama ini. Bahkan Allard begitu yakin, bahwa anak yang sedang dikandung Nora adalah anaknya.”Setelah begadang semalaman dalam perenungan dan ketidakpastian, John merasa bahwa dia harus mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang menghantuinya.Keesokan harinya, dia memutuskan untuk pergi ke kantor Allard, yang bekerja sebagai seorang pengacara terkemuka di kota tersebut.John ingin memastikan kebenaran dari pengakuan Allard,
"Tentu, Nak. Tapi bukankah kau sedang sibuk dengan produk barumu? Aku tidak ingin mengganggu pekerjaanmu." Melinda masih ingat jika anaknya baru saja meluncurkan produk barunya."Aku bisa mengatasi pekerjaan itu dalam waktu yang singkat, Mom. Yang paling penting saat ini adalah membantu Nora. Aku merasa bertanggung jawab atas situasi ini dan aku ingin membuatnya merasa aman."Melinda tersenyum bangga pada keputusan anaknya untuk memprioritaskan kepentingan Nora."Aku bangga padamu, Nak. Kau memang memiliki hati yang baik. Mari bertemu dan temui solusi bersama-sama."Mereka pun sepakat untuk bertemu di kedai kopi favorit mereka sampai Melinda tiba di Texas.“Ada yang ingin kau sampaikan lagi padaku, Nak? Aku akan selalu ada untukmu, ingat itu, Allard. Kau adalah anakku. Yang sangat aku sayangi.”Allard menghela napasnya dengan panjang sebelum mengatakan hal yang ingin ia katakan pada sang mama."Aku pikir langkah pertama adalah membantu Nora untuk bersembunyi dari John. Sebisa mungkin
Nora mengangkat kepalanya dari tumpukan pakaian yang tengah dia lipat dan tersenyum saat melihat Allard."Apa itu, Allard?" tanya Nora dengan suara lembutnya.“Seperti yang telah aku prediksi. John datang ke rumahku yang lama tadi pagi.”Nora tampak terkejut mendengar penuturan Allard tadi. Yang memberi tahu jika John telah tiba di rumahnya."John? Apa yang dia lakukan di sana? Apakah dia sudah tahu, jika aku ada di sana?” tanya Nora sedikit cemas.Allard mengangguk. "Ya. Dia mencarimu, Nora. Sejak dulu pun dia sudah curiga padaku. Tentu saja dia akan mencarimu ke rumahku.”Nora menghentikan pekerjaannya sejenak dan menatap Allard dengan tatapan campuran antara kebingungan dan kekhawatiran.“Ya. Kau benar, Allard. Mungkin John sudah mengetahuinya. Namun, ia tak memiliki bukti untuk membuktikannya.”Allard melangkah mendekati Nora dan meraih tangan gadis itu dengan lembut.“Kau tak perlu khawatir, Nora. John mungkin sudah mencurigai kita. Namun, aku tidak akan membiarkan dia datang unt
Malam harinya, keduanya tengah makan malam bersama. Sembari berbincang hal random yang keluar dari mulut mereka."Kau tahu, Nora. Aku sudah tidak sabar menunggu momen di mana aku akan menggendong bayi kita."Nora terkekeh mendengarnya. "Kau bercanda, Allard? Bahkan kandunganku saja baru tujuh Minggu." Nora geleng-geleng kepala mendengarnya.Allard menyunggingkan senyumnya. "Aku serius, Nora. Karena setelah aku berhasil membuat John melepaskan dirimu, kita akan bersama selamanya tanpa ada yang mengganggu."Nora menatap wajah Allard yang berbicara begitu serius. "Apa kau yakin, Allard? John akan mengalah tanpa melibatkan perusahaanmu?"Allard menghela napasnya dengan panjang. "Nora. Apakah kau sangat mencemaskan hal itu? Bukankah aku sudah bilang padamu, jangan pernah memikirkan apa pun. Aku tak ingin kau dan calon bayi kita stress karena hal ini. Aku sendiri yang akan memikirkan semuanya."Kau tak perlu cemas, Nora. Meski itu tidak mudah. Namun, aku akan melakukan yang terbaik untuk hu
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments