“Ka-kau … pembunuh?”
“Boleh dibilang begitu.”
“Maksudnya?”
“Banyak bicara kamu.”
Natasha menelan ludahnya sulit apalagi saat melihat tatapan pria itu yang sangat menusuk dan mengerikan bagi dirinya. Tatapan tajam bagaikan pisau yang bisa kapan saja menghunus dirinya sekarang juga membuat Natasha ingin mengurungkan niatnya bertanya lebih lanjut, tapi bukan namanya ‘Natasha sih banyak tanya’ jika dia tidak menemukan jawaban yang melegakan untuk dirinya.
“Kau membunuh siapa?”
Pria itu menghela napas berat dengan pertanyaan Natasha. Dia ingin tenang, dia butuh kedamaian tapi yang ada malah masuk ke dalam rumah burung kakak tua.
“Hei … aku bertanya dari tadi tidak dijawab, kau membunuh siapa?”
“Kau.”
“Hah??”
“Aku akan membunuhmu jika mulutmu tidak bisa diam, atau paling tidak akan aku hilangkan pita suaramu sekarang juga jika kau banyak tanya.”
Wajah Natasha memucat, jantungnya seperti akan lepas bahkan tidak terasa tangannya berkeringat pertanda dia takut. Natasha berusaha bernapas pelan dan biasa seperti dia tidak takut pada pria yang sekarang ini sedang bersender dan menutup matanya, dia berusaha tidak terdengar tersengal-sengal karena jujur mungkin sekarang jantungnya seperti orang yang terkena gagal jantung.
Gadis itu menutup matanya terlihat pasrah namun sebenarnya dia sedang berpikir caranya bisa melepaskan diri dan lari dari manusia setengah psikopat yang sedang menyanderanya saat ini.
"Ohh God ... kenapa Engkau pertemukan aku dengan pria ini?! Ahhhh … jendela!! Ehh … jendelanya sudah ditutup oleh Kak Nara. Akkhhhh!! Kakak gara-gara pemikiranmu aku jadi terjebak seperti ini, seandainya masih ada jendela itu pasti aku sudah bebas sekarang."
“Hei … Nona ….”
Natasha membuka matanya perlahan dan menatap pria itu dengan tatapan datar walaupun dalam hati dia berdoa semoga dia tidak disakiti.
“Kenapa diam saja?”
“Tadi aku disuruh diam.”
“Siapa namamu?”
“Kenapa tanya-tanya?”
“Supaya kau tidak diam saja dan otakmu tidak berpikir caranya melarikan diri.”
Natasha diam saja namun dari sorot matanya pria itu bisa tahu apa yang dia tebak benar adanya. Pria itu menegakkan tubuhnya dengan tatapan datar namun mematikan dan seperti bisa membaca pikiran Natasha, sedangkan gadis itu menelan air liurnya sulit karena bisa-bisanya pria itu seperti paranormal bisa membaca isi pikirannya.
“Siapa namamu?”
Natasha melirik sekilas pria itu. “Nat.”
“Nat? Nat siapa?”
“Ck … Natasha.”
“Natasha siapa?”
“Natasha saja.”
“Jangan bohong, Nona.”
Natasha melihat pria itu yang menatapnya dengan tatapan tajam dan seperti mengintimidasi membuat gadis itu takut sendiri.
“Natasha Calsine.”
“Calsine? Kau dari keluarga Calsine? Kau apanya Abraham Calsine?”
Natasha terbelalak kaget bisa-bisanya pria psikopat ini mengenal ayahnya, siapa pria ini? Apakah karena ayahnya orang konglomerat dan dokter ternama mangkannya semua orang tahu. Bahaya, jangan sampai pria ini menghubungi ayahnya untuk minta tebusan bisa-bisa dia diseret oleh sang kakak kembali ke sangkar emas itu.
“Abraham Calsine yang dokter dan pemilik rumah sakit itu ya? Ohh … aku bukan apa-apanya, ibuku hanya pengagumnya saja mangkannya aku diberi nama Natasha Calsine.”
Pria itu berdiri dan menghampiri Natasha lalu berjongkok di hadapan gadis itu dengan masih mempertahankan mimik wajah datar dengan sorot mata elangnya.
Natasha yang melihat itu langsung kaku ketakutan tapi dia tidak mau memperlihatkannya sehingga gadis itu sekarang seperti tikus kecil yang sok berani di hadapan kucing besar. Jantung Natasha rasanya sudah pindah ke perut dan lama-lama dia berpikir mungkin akan terkena serangan jantung.
“Seperti yang aku katakana tadi, aku tidak butuh uang atau harta yang aku butuhkan hanya tempat bersembunyi dan tempat aman untuk hidup, jadi katakan yang sejujurnya kau apanya Abraham Calsine.”
“Bukan apa-apanya.”
Pria itu menghela napas berat merasa gadis yang dihadapannya ini sangat keras kepala, tapi dia tidak menyalahkan Natasha karena pasti gadis mud aini sedang ketakutan atau juga mungkin tidak mau memberi tahu takut akan diminta tebusan.
“Nona Nara bagaimana kabarnya? Oh iya Nyonya Veronica bagaimana kabarnya? Aku merindukan pie nanas buatannya.”
Natasha terbelalak kaget bagaimana bisa pria psikopat ini mengenal kakak dan ibunya bahkan tahu ibunya sangat suka membuat pie nanas. Banyak pikiran jelek dan rasa curiga timbul semakin besar dari apakah pria ini tahu dia siapa sehingga menyanderahnya? Hingga apa mungkin dia memang kenal keluarganya dan dia disuruh kakaknya atau ibunya untuk meneror Natasha.
“Dari ekspresi wajahmu kau pasti keluarga inti Abraham Calsine, jujur saja.”
“Kalau aku jujur kau mau apa?”
“Mungkin akan aku pertimbangkan perlakuanku padamu, ya, contohnya tidak jadi melubangi tenggorokanmu.”
Natasha hanya memutar bola matanya jengah tapi dalam hati ada sedikit pemikiran mungkin ada benarnya juga jika dia mengaku bahwa dirinya anak dari Abraham tapi di sisi lain dia takut pengakuannya akan menjadi boomerang bagi dirinya.
“Tidak perlu dijawab aku tahu kau putri Abraham Calsine.”
“Jangan peras ayahku, kalau kau mau uang masuk kamarku ambil kunci di tas dan buka laci meja kerjaku di sana adab uku tabunganku ambil semua dan jangan ganggu keluargaku.”
“Aku tidak butuh uangmu aku ulangi aku tidak butuh uangmu,” ucap pria itu sambil mendekatkan wajahnya pada wajah Natasha hingga hanya bisikkan saja Natasha bisa dengar.
“Kalau tidak butuh uang kau hanya butuh tempat sembunyi saja begitu? Lalu bagaimana bisa kau hidup jika tidak butuh uang? Aku tidak mau memberimu makan terus menerus dan hidup di sini menumpang secara gratis. Aku juga hidupnya keras bahkan-”
Bukkk ….
Mata Natasha membulat dan bahkan jika bukan ciptakan Tuhan mungkin sekarang bola mata gadis itu sudah melompat keluar.
“Ka-kau psikopat kaya ya?”
“Menurutmu?”
Natasha hanya mengangguk sebagai jawaban pertanyaan pria itu. Mata Natasha membulat sempurna saat melihat uang dollar yang bukan lembaran tetapi berjumlah gebokkan yang berarti bukan hanya seratus atau dua ratus dollar saja mungkin bisa dibilang puluhan ribu dollar.
“Itu bisa buat hidup setahunan jika hemat paling tidak berbulan-bulan kalau boros.”
“Bagaimana kalau kita berkerja sama, Nona Calsine?”
“Aku dapat apa? Uang?”
“Jika kau mau.”
“Berapa uang yang aku terima jika kita bekerja sama?”
“Semua biaya hidupmu selama aku tinggal di sini akan aku tanggung, ya … walaupun mungkin uangku masih terbatas tapi aku janji hidupmu akan lebih baik.”
Natasha diam sesaat ada rasa yakin tidak yakin tapi melihat uang yang ada di meja paling tidak dia tidak perlu makan makanan dari bahan yang hampir kadaluarsa lagi.
“Kau tidak akan membunuhku’kan?”
“Tergantung kalau kita bisa bekerja sama aku pastikan kau akan aman bersamaku bahkan goresan saja tidak, tapi jika kau melanggar aku tidak perduli kau anak Abraham Calsine atau anak presiden sekali pun aku pastikan tubuhmu akan terkubur di bawah lantai rumah ini.”
"Nat itu bukannya mobil kakak mu?" ucap Rose saat melihat mobil Nara yang berlawanan arah dengan mobil mereka.“Kelihatannya dia menuju rumah, Nat.”Natasha hanya bisa diam dengan ucapan beruntun Rose. Gadis itu hanya bisa menghela napas berat dan pasrah pada jalan hidupnya nanti setelah ini.“Kelihatannya aku tidak akan mati di tangan penjahat tapi mati di tangan kakakku.”“Kau akan baik-baik saja Nat, aku janji.”Natasha menatap Jasper yang sudah memalingkan wajahnya bersiap melawan musuh yang tiba-tiba saja muncul lagi entah dari mana.“Aku harap begitu,” gumam gadis itu ambigu.Di lain tempat mobil mewah berwarna hitam berhenti di dekat rumah Natasha. Seorang pria muda membuka jendela kaca mobil sambil melihat ke arah kerumunan orang dan beberapa polisi yang memenuhi rumah Natasha yang lumayan rusak bekas tembakan.Seorang pria berjas rapi muncul dari kegelapan dan menghampiri mobil itu.“Mereka sudah pergi, Tuan.”“Apakah gadis yang tinggal di rumah itu dibawa juga oleh Jasper?”
“Nat, kamu harus jelaskan semuanya.”“Iya-iya tenang saja nanti aku jelaskan, sekarang kita pergi dulu.” Natasha menyeret Clarie masuk ke dalam mobil.“Charlie, Hactor siapkan senjata kalian kita harus lumpuhkan mereka.”“Siap Tuan.”“Charlie jaga Clarie, Rose kau di depan bersama Hactor, ayo Nat kau bersamaku.” Tanpa basa-basi Jasper langsung menyeret Natasha masuk dan menempatkannya di tengah-tengah bersama Clarie.“Aku belum buka tuas—”Dor … dor ….Jasper menembaki tuas itu hingga rusak dan pintu garasi terbuka lebar.“Aku benahi nanti. Hactor, jalan!”Sedangkan Natasha dan Rose hanya bisa terdiam tapi dalam hati berharap Jasper benar-benar akan menggantinya.Hactor langsung melajukan mobilnya keluar garasi dengan kecepatan tinggi. Dia tidak perduli dengan kondisi mobil yang sudah tua karena yang ada di otaknya hanya pergi dari sana secepat mungkin dan menghindari hujaman peluru dari lawan.Jasper dan Charlie pindah ke belakang bersiap dengan senjata mereka.“Ladies, kalian harus
“Kalau aku tidak mengizinkan kau pergi?”“Hmmm? Maksudmu? Kau menyuruh kami tinggal di sini?”Natasha tidak menjawab tapi Jasper bisa lihat dari sorot mata gadis itu bahwa apa yang dia tebak itu benar adanya.“Bisa beri aku alasan kenapa kami harus di sini?”Natasha melirik sekilas pada kedua sahabatnya lalu pada kedua anak buah Jasper. Otaknya sedang berkerja—berpikir alasan apa yang masuk akal untuk menjawab pertanyaan Jasper.‘Bodohnya dirimu, Nat, kalau begini kamu kelihatan sekali tertariknya pada Jasper.’“Kau kan janji akan membiayai kehidupanku.”‘Bagus-bagus, Nat untung dirimu cerdas,’ monolog Natasha sambil menahan senyum kemenangan.“Iya, aku janji akan membiayai dan memenuhi kebutuhan hidupmu. Dari jauh akan aku transfer semua kebutuhan dirimu termasuk biaya rumah ini, tapi aku tidak bisa tinggal di sini.”“Bagaimana kalau kau ingkar janji,” celetuk Natasha agak keras.“Nat, kau kenapa? Bisa-bisanya melarang—”“Jasper setuju akan membiayai hidupku, Rose. Kalau dia jauh dar
Natasha menatap kedua temannya dengan ekspresi kaget. Sambil meletakkan tangannya di dada gadis itu mendengus kesal karena tiba-tiba saja teman-temannya muncul tanpa suara.“Kalian kalau mau datang bilang-bilang dulu minimal bersuara jangan bikin aku jantungan.”“Kami sudah memanggilmu ya, tapi kau saja yang melamun seperti orang kerasukan.”Natasha menggerutu pelan dengan jawaban Clarie padanya.“Apa-apa? Kau menggerutu apa? Mau aku buang tulisanmu?”“Haisss … kau selalu mengancamku dengan itu—apa tidak ada ancaman lain? Minimal kreatiflah sendikit dalam mengancam seseorang.”“Kau ini—”“Sudah-sudah jangan bertengkar. Sekarang yang harus kita pikirkan kita ini harus melakukan apa? Terutama pada—” Rose melirik sekilas pada tiga pria yang sedang berbicara penting di ruang tamu.“Tidak ada,” jawab Natasha dan Clarie bersamaan.“Kau mau dihabisi? Sebelum kita lapor dan lain-lain tubuhnya sudah ada di dalam liang lahat. Tapi jujur, mereka baik dan tidak menyakiti kita—hanya kita butuh dia
“Kau tahu apa soal membunuh? Bahkan aku yakin kau tidak pernah membunuh seekor lalat dan kau juga takut dengan darah, jadi aku yakin kau tidak pernah membunuh.”“Membunuh tidak butuh darah atau alat tajam, tapi dengan tangan yang terulur juga bisa membunuh.”Jasper menatap Natasha dengan tatapan datar tapi di lubuk hatinya yang paling dalam ada rasa penasaran dan ingin tahu dengan maksud ucapan gadis yang ada di hadapannya sekarang.Natasha duduk di samping Jasper dan mereka diam sesaat sampai Natasha mengeluarkan kata-kata yang membuat Jasper semakin penasaran.“Banyak orang berpikir membunuh orang harus ada darah di tangan kita, harus ada senjata api atau senjata tajam tapi mereka tidak tahu dengan tangan kosong dan tangan kecil saja bisa membuat seseorang kehilangan nyawanya. Hanya dengan tangan kecil dan dengan candaan saja napas seseorang bisa hilang.”Jasper mengerutkan dahinya bingung dengan ucapan Natasha. Dia merasa gadis polos dan kekanakan seperti Natasha tidak mungkin tanp
"Ada apa Char? Ada sesuatu?" Jasper menatap anak buahnya itu dengan wajah menegang bahkan suara mafia itu dalam dan berat menandakan dia harus tahu dan anak buahnya harus memberi tahu.Charlie hanya mengangguk tapi tetap diam membuat semua orang yang ada di sana terutama para gadis-gadis menjadi ikut penasaran."Ada apa?" tanya Natasha yang mendekat pada Charlie penuh penasaran."Ada sesuatu Tuan," ucap Charlie dengan wajah seriusnya."Ihhhh, ada apa? Kalau bicara jangan setengah-setengah kau membuat kami semua penasaran.” Tiba-tiba saja Clarie mendekati Charlie dengan penuh penasaran bahkan dia melupakan rasa takutnya.Natasha yang melihat Clarie tidak sabaran hanya menghela napas lelah. Gadis itu menggeleng pelan dengan kelakuan sahabatnya yang selalu ingin tahu dan tidak sabaran.Natasha menarik sahabatnya itu duduk di sampingnya. "Diam atau aku akan membuangmu ke sumur belakang rumah Nenek Naima.”Mendengar hal itu jelas Clarie takut setengah mati karena sumur Nenek Naima terkenal