Share

Bab 3

Author: Hopefulen
last update Huling Na-update: 2025-06-30 11:01:43

“Akkkhhh … tolong … tolong … to ….”

Brukkk ….

Pria itu menghela napas kasar melihat Natasha tergeletak pingsan di lantai setelah tengkuk gadis itu dipukul olehnya. Pria itu tidak mau melakukan itu, dia tidak mau menyakiti si pemilik rumah namun ini semua terpaksa dia lakukan apalagi melihat Natasha berlari dan akan membuka pintu jendela untuk meminta tolong.

“Maafkan aku—ini terpaksa.” Pria itu mengangkat tubuh Natasha yang terkulai tidak sadarkan diri dan dia dudukkan di kursi makan. Pria itu mengambil tali dan mengikat tubuh Natasha supaya tidak bisa kabur, juga menutup mulut gadis itu dengan lakban yang dia ambil dari laci dapur gadis itu.

Pria itu mengusap wajahnya dan rambutnya kasar melihat gadis muda yang dia yakini pasti umurnya masih dua puluhan itu tertunduk pingsan akibat ulahnya. Terpaksa? Iya, lebih tepatnya dia memang menyusup ke rumah orang asing tapi dia tidak pernah ada maksud menyakiti bahkan tidak ada maksud bertemu dengan pemilik rumah. Ini? Ini bukan maunya tapi ini dia lakukan supaya dia bisa aman.

“Ya Tuhan!! Kenapa hidupku menjadi seperti ini?!”

Pria itu menarik kursi makan satunya dan duduk di hadapan Natasha dengan tatapan tajam namun ada kilas rasa lelah dan rasa bersalah, terutama pada gadis di hadapannya ini.

Natasha pingsan agak lama bahkan berjam-jam dan beruntung gadis itu bisa bangun walaupun pusing mendera kepalanya. Gadis itu mengerjap menyesuaikan cahaya lampu yang masuk menabrak retinanya sehingga dia mengernyit samar berusaha menghalau cahaya yang menusuk matanya.

“Auhhh us … hmmm … hmmm ….” Natasha berontak saat mulutnya tidak bisa bicara tertutup sesuatu.

Dirinya tambah panik saat tidak bisa mengangkat tangan dan menggerakkan tubuhnya, apalagi melihat dirinya duduk di kursi dengan terikat tali dan mulutnya terlakban.

‘Fix … ini aku dirampok, diculik, dan disandera … Tuhan aku masih muda dan miskin kenapa kau kirimkan perampok masuk ke rumah ku?’ Natasha menutup matanya sambil mengerang jengkel dan takut menjadi satu. Dia terus bermonolog dalam hati kenapa hidupnya begini.

“Sudah sadar?”

Natasha terbelalak melihat pria yang jujur tampan tapi buat apa tampan jika orang itu penjahat. Natasha makin gelisah saat pria yang kira-kira umurnya lebih tua darinya lima atau enam tahunan darinya itu berjalan ke arahnya—takut-takut jikalau pria itu bisa saja menghabisinya saat ini juga apalagi saat ini dia tidak bisa melawan karena tubuhnya terikat.

‘Apa yang harus aku lakukan, Tuhan?’ monolog Natasha ketakutan bahkan keringat dingin sudah membasahi keningnya.

‘Ahhhh … ingat kata Kak Nara, tidak boleh takut.’

Natasha menatap pria itu berusaha untuk berani dan melawan walaupun jantungnya sekarang mungkin sudah pindah ke perut karena ketakutan. Tubuhnya dia tegakkan saat melihat pria itu duduk di dekatnya sambil membawa dua piring makanan yang Natasha lirik seporsi nasi goreng dan omelet sayur.

“Makan,” ucap pria itu cuek sambil meletakkan piring di hadapan Natasha.

Natasha rasanya ingin mengumpati pria itu, bisa-bisanya sudah menyusup, menyandera dirinya, lalu dengan santai mengambil stok makanannya dan sekarang menyuruhnya makan dengan mulut terlakban dan tubuh terikat, yang benar saja.

“Oh, iya kau tidak bisa makan, tunggu aku selesai makan aku suapi kau.”

Natasha rasanya ingin berteriak marah dan mengumpati pria itu tapi dia masih sayang nyawa tidak mungkin dia harus menuju surga saat ini juga hanya karena tidak jaga mulut. Dalam hati sumpah serapah dan sebutan seluruh penghuni kebun binatang sudah dia sebutkan satu persatu untuk pria yang saat ini duduk tenang sambil menikmati makanannya.

“Ayo makan.” Pria itu melepas lakban yang membekap mulut Natasha.

“Kau siapa? Apa maumu? Kalau mau mencuri cepat ambil saja walaupun tidak ada yang berharga di rumah ini tapi nayawaku lebih penting, lepskan aku.”

“Aku tidak butuh uangmu.”

“Lalu kau cari apa? Kenapa masuk rumahku?”

“Makan.”

Natasha melihat sendok yang disodorkan padanya sudah terisi nasi dan sepotong omelet telur, dia lapar tapi rasa takut dan waspada lebih dominan dalam dirinya.

“Ayo buka mulutmu, cepat tangan ku capek.”

“Tidak mau, makanannya jangan-jangan beracun.”

“Ck … ayo cepat buka mulutnya aku tidak mau kau mati kelaparan di sini dan menjadi hantu. Kau tenang saja aku tidak mungkin meracunimu karena aku bukan pembunuh dan aku bukan orang iseng yang asal meracuni orang asing.”

“Kalau bukan orang iseng kenapa masuk rumah,” gerutu Natasha pelan.

“Makan jangan banyak menggerutu.”

“Tidak mau, aku tidak perca- hei … hmmmm … hmmm ….” Pria itu memaksa memasukkan nasi ke dalam mulut Natasha dan membekap mulut gadis itu supaya makanan yang ada di dalam mulut bisa tertelan.

“Kau mau membunuhku?”

“Tidak sekarang, kalau kau berulah aku pastikan bukan makanan beracun yang masuk dalam mulutmu tapi langsung racunnya.”                                                                                           

Selesai memberi makan dan minum, pria itu duduk di sofa usang milik Natasha. “Aku tidak akan menutup mulutmu tapi jika kau berani berteriak aku pastikan pisau dapurmu akan menusuk ke dalam tenggorokanmu.

Natasha menegang rasanya seperti menonton film psychopath tapi saat ini versi nyata. Dia berharap ini mimpi buruk dan dia segera bangun tapi setiap dia menggerakkan tangannya mencoba untuk melepaskan diri yang ada hanya rasa sakit dan perih yang menyapanya membuat dirinya sadar ini nyata.

"Hei ... kenapa sih kau memilih rumahku? Di rumahku tidak ada apa-apa, aku hanya penulis novel tidak terkenal, aku tidak punya cukup uang untuk kau curi bahkan untuk makan saja tidak cukup, lalu kenapa kau malah datang kesini dan menambah beban ku?"

"Aku tidak perduli, bagiku rumah ini cukup aman untuk aku tinggali," jawab pria itu sambil merebahkan tubuhnya di sofa yang sudah lumayan lapuk.

"Kau benar-benar miskin ya, sofa ini keras sekali."

"Nah ... itu tau, jadi cepat lepaskan aku karena di sini tidak ada harta berharga bahkan sofa itu saja aku memungutnya dari tempat pembuangan akhir. Sana cari orang kaya saja biar kau bisa mengeruk hartanya.”

"Aku tidak butuh uang atau harta, aku hanya butuh tempat bersembunyi.”

"Kenapa kau harus bersembunyi? Kau mencuri? Merampok atau jual narkoba? Ohhh ... ohhh ... atau jangan ... jangan ... k-k-kau mem-membunuh?"

Pria itu tidak menjawab tapi matanya yang tadi tertutup terbuka sambil memandangi langit-langit rumah yang sudah mengelupas.

Mata Natasha terbelalak kaget melihat ekspresi pria itu yang seperti menjawab kenapa penyusup di hadapannya ini harus lari dan berakhir menyusup ke rumahnya untuk bersembunyi.

“Kau?”

“Ya, aku pembunuh.”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Terjerat Cinta Mafia Buron   Bab 13

    "Sudah-sudah jangan bahas itu, Nat tolong jelaskan mereka siapa? karena ini masih rumahku dan kamu masih menyewanya jadi kamu harus bertanggung jawab dengan siapa saja yang keluar masuk rumah ini.”Natasha diam sesaat menatap dalam gadis berkulit tan itu dengan wajah penuh pertimbangan. Bukan—bukannya dia tidak percaya pada teman-temannya itu tapi dia hanya takut Jasper akan marah.“Sebentar.” Natasha meninggalkan teman-temannya dan menghampiri Jasper.“Jas, boleh aku memberi tahu mereka berdua? Hmmm … itu—aku tidak mungkin tidak menjelaskannya pada mereka karena—”“Lakukan,” potong pemuda itu cepat.“Yakin?”Jasper menatap sepenuhnya pada Natasha dengan tatapan menusuk membuat gadis itu langsung menciut takut.“Kamu bilang harus menjelaskan pada mereka, bukan? Aku sudah memberi izin dan dirimu masih mempertanyakannya lagi?”Natasha menggeleng ribut dan langsung berbalik menuju kedua sahabatnya. Gadis itu menarik keduanya menuju dapur seperti akan membicarakan sesuatu yang penting.“D

  • Terjerat Cinta Mafia Buron   Bab 12

    Kleekkk … kleeekkk ….Keempatnya langsung melihat ke arah pintu. Wajah Natasha sudah memucat bahkan dia reflek berdiri sambil mendorong kecil lengan Jasper yang terlihat santai-santai saja.“Tenanglah Nat.”“Mana bisa tenang, bagaimana kalau itu kakakku atau –”“Benar itu kuncinya?”“Benar.”“Kenapa tidak bisa dibuka?”“Yang punya rumah siapa?“Kamu.”“Ya sudah, tunggu aku sedang berusaha membukanya.”“Ya Tuhan, ini lebih parah dari kakakku. Kenapa mereka ke sini malam-malam, aduh aku harus apa? Ohhh … kalian sembunyi di kamarku cepat-cepat.”“Tidak mau.”“Kau gila ya, bagaimana kalau mereka melihat kalian bertiga—aku harus menjelaskannya bagaimana?!”“Tidak perlu dijelaskan, mereka juga kalau berani bicara tinggal dihabisi.”“Kau gila!” teriak Natasha tanpa sadar dan langsung gadis itu membekap mulutnya sendiri.Jasper tertawa kecil melihat wajah panik Natasha. Baginya yang harusnya panik itu dia bukan gadis ini, tapi Natasha benar-benar sepanik itu sampai-sampai berteriak tanpa sadar

  • Terjerat Cinta Mafia Buron   Bab 11

    “Nat,” panggil Jasper membuat Natasha kembali dari imajinasinya“Hmmm? Apa?”“Kenapa kamu bilang aku bodoh?”“Ya memang kamu bodoh, kalau tidak bodoh mana mungkin kamu menyakiti dirimu sendiri.”Jasper menatap Natasha lekat seperti melihat betapa beraninya gadis ini menyebutnya bodoh, padahal selama ini tidak ada yang berani menyebutnya bodoh bahkan menatap matanya langsung saja banyak yang tidak berani kecuali tunangannya dan seseorang.“Kau boleh marah aku tidak melarang, kau boleh melampiaskan rasa marah dan emosimu pada hal apapun itu tapi ingat untuk tidak menyakiti diri sendiri. Aku tidak tahu apa yang terjadi dan aku tidak tahu apa yang kau sembunyikan dariku, tapi aku tahu bukan kau yang membunuh tunanganmu.”Jasper tersenyum mengejek seperti menganggap Natasha tahu apa. “Kau tahu apa Nona Calsine.”Natasha menatap Jasper dengan tatapan cuek tapi ada rasa kasihan pada pria yang ada di hadapannya ini. Natasha merasa Jasper itu tidak sekuat itu, ada sisi lemah yang pria itu tutu

  • Terjerat Cinta Mafia Buron   Bab 10

    Sebuah rumah bernuansa hitam dan merah dengan lampu remang-remang terasa mengerikan dan misterius bagi siapa saja yang melihatnya. Seorang pria dengan setelan jas perlente berdiri di depan jendela besar yang memperlihatkan hamparan pohon pinus yang berjejer rapi mengeluarkan bau lembab khas hutan basah.“Tuan, kami sudah menemukan makam tunangan Jasper Bravinson, kami harus apakan selanjutnya?”“Biarkan saja dulu, aku ingin melihat apa yang akan dilakukan Jasper selanjutnya.”“Baik Tuan.”“Tunggu Marlon, kalian sudah tahu di mana Jasper bersembunyi?” Pria itu berbalik berjalan ke sisi kursi kebesarannya."Belum Tuan.”"Charlie dan Hactor juga tidak kalian temukan?”“Maaf Tuan belum juga.”Prangg..."Cari mereka bertiga, bunuh mereka bawa kepala mereka padaku, jika tidak berhasil kepala kalian yang akan aku jadikan pajangan di rumah ini. Pergi!!" teriak marah pria itu."Siap Tuan!!"Pria itu menatap foto Jasper dan Victoria yang tertempel di papan dart arrow dan sudah sedikit sobek bek

  • Terjerat Cinta Mafia Buron   Bab 9

    “Tidak Tuan jangan begitu, sejak kami anda angkat menjadi pengawal anda kami sudah bertekad akan selalu melayani dan melindungi anda apapun yang terjadi, bahkan kami rela menyerahkan nyawa kami asalkan anda baik-baik saja,” Hactor menatap Jasper dengan tatapan serius bahkan bagi pria itu tatapan Hactor benar-benar langka.Charlie hanya diam manatap Jasper dengan tatapan tenang namun ada rasa sedih yang dia tutupi saat melihat wajah atasannya itu. Pria yang lebih tua tiga tahun dari Jasper itu melihat guratan lelah, sedih, marah, dan frustasi yang tertutupi dengan wajah dingin dan kaku Jasper. Tidak ada senyum atau candaan yang selama ini keluar dari mulut Jasper pada para bawahannya, atau tatapan bersahabat dan ramah yang biasanya ditampilkan Jasper pada sekutu-sekutunya atau orang-orang terdekatnya. Semuanya hilang terganti dengan Jasper yang kaku dan dingin layaknya balok es besar yang susah mencair.“Tuan, kami dulu hanya sampah bahkan kami adalah kotoran tidak berguna yang anda an

  • Terjerat Cinta Mafia Buron   Bab 8

    “Hmmm … maaf Tuan, it-”Jasper mengernyit saat mata salah satu anak buahnya melihat ke arah belakang tubuhnya. Jasper diam sejenak dan saat itulah dia sadar apa yang mereka lihat.“Keluarlah,” ucap Jasper pelan.Natasha hanya melongok sedikit melihat kedua anak buah Jasper yang menatapnya datar bahkan mereka tanpa sadar masih menggenggam senjata api mereka.“Hmmm … maaf … ap-apa ka-kalian akan te-tetap menggenggam it-itu?”Jasper sadar kalau mereka masih menggenggam pistol, pantas Natasha takut.“Masukkan pistol kalian,” perintah Jasper pada keduanya.“Tapi Tuan—dia.”“Kalian tidak mau menuruti perintahku?”Keduanya menunduk hormat dan langsung mematuhi perintah atasannya. Jasper dan kedua anak buahnya memasukkan kembali senjata api mereka ke kantong sehingga Natasha sudah tidak melihat senjata-senjata mereka lagi.“Kau boleh keluar, tidak apa-apa mereka bawahanku mereka yang menolongku.”Natasha mengintip sedikit melihat ke arah kedua pria berbadan tegap dan kekar sama seperti Jasper

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status