Share

Bab 2 Terhipnotis

Author: VILNOCTE
last update Huling Na-update: 2024-10-24 03:38:55

“Diego! Bagaimana dengan lamaran-”

Jorge menyambut dengan suara riang ketika melihat Diego membuka pintu apartemen mereka. Namun, kata-katanya terhenti mendadak.

Diego berdiri di ambang pintu dalam kondisi basah kuyup, tubuhnya menggigil halus, dan wajahnya... sudah menjawab segalanya.

Tak ada senyum. Tak ada semangat. Hanya kehampaan yang tergambar jelas.

Jorge menatapnya sejenak. Tidak perlu penjelasan. Ia hanya bisa menghela napas pendek.

“Kamu sebaiknya mandi dan ganti pakaian,” ucapnya akhirnya. Suaranya pelan, tapi cukup jelas.

“Setelah itu, langsung istirahat. Besok kita punya kerjaan baru. Lumayan, bisa bikin kamu lupa sejenak.”

Diego tak menjawab. Hanya melangkah pelan menuju kamar mandi, meninggalkan jejak air di lantai. Jorge menatap punggung sahabatnya, mengerti sepenuhnya bahwa malam ini akan jadi malam panjang bagi pria itu.

Air hangat mengalir di atas tubuhnya, tapi tidak cukup untuk menghapus rasa dingin dan sakit yang menempel di hatinya.

Diego berdiri lama di bawah pancuran sebelum akhirnya kembali ke kamar, mengenakan pakaian bersih, lalu merebahkan tubuhnya ke ranjang.

Tangannya menggenggam erat kotak kecil itu. Cincin yang semestinya menjadi awal dari kebahagiaan, kini hanya simbol dari penolakan yang menyayat diam-diam.

Tangisnya pecah tanpa suara. Matanya memejam, tubuhnya meringkuk. Tapi kenangan tentang Valentina tak mau enyah.

Setiap senyum, setiap tatapan, kembali datang seperti hantaman berulang. Ia berharap waktu bisa ditarik mundur, atau minimal dipercepat agar semuanya segera berlalu.

**

Pagi harinya, tepat pukul delapan, Diego dan Jorge sudah berdiri di lobi apartemen. Mereka berpakaian rapi, tapi hanya satu dari mereka yang tampak siap menyambut hari baru.

Jorge melirik ke arah Diego. Wajah sahabatnya pucat, kantung mata tampak jelas, dan langkahnya sedikit lambat.

Tanpa banyak bicara, Jorge mengambil kacamata hitam dari saku dan menyodorkannya.

“Pakai ini. Matamu... terlalu jujur,” gumamnya dengan senyum tipis.

Diego hanya mengangguk, menerima kacamata itu, lalu memakainya. Rasa pedih masih lekat, tapi dia tahu hidup harus tetap berjalan. Jorge sudah memberinya jalan baru, dan untuk itu saja, dia patut bersyukur.

Taksi datang tak lama kemudian. Tujuannya, Stasiun Madrid Atocha, lalu rumah Sergio Ortiz, pengusaha berpengaruh yang kini jadi atasan baru mereka.

Perjalanan berlangsung tanpa banyak obrolan. Jorge sesekali memeriksa ponsel, sedangkan Diego hanya diam, menatap keluar jendela. Pikirannya masih belum sepenuhnya kembali.

Dua puluh menit kemudian, mereka sampai di depan rumah Sergio. Diego terdiam saat turun dari mobil.

Apa yang dilihatnya seperti lukisan hidup, bangunan megah dengan pilar besar, fasad elegan bergaya klasik Spanyol, dan halaman luas yang terawat sempurna.

Jorge tertawa kecil melihat ekspresi Diego yang melongo.

“Jo... Jorge,” gumam Diego pelan, tak percaya. “Ini rumah Tuan Sergio?”

“Yup. Ayo, masuk. Biar aku kenalkan,” jawab Jorge santai, lalu berjalan ke arah pos penjagaan.

Setelah memperkenalkan Diego pada dua petugas keamanan, mereka melangkah masuk melewati taman depan yang seperti miniatur kebun raya.

Pohon palem berjajar rapi, dan suara angin yang menerpa dedaunan terdengar seperti bisikan alam yang damai.

Diego menyeka keringat dari dahinya. Ukuran rumah ini... lebih besar dari bayangannya. Dan jarak dari gerbang ke bangunan utama pun terasa seperti satu lintasan maraton.

“Itu garasi,” ujar Jorge, menunjuk. “Yang itu bangunan utama, tempat tinggal Tuan Sergio dan istrinya. Nah, yang di sisi sana, itu mes untuk para karyawan.”

Diego menatap semua arah dengan mata yang tak berkedip. Rasanya seperti tersesat di dunia lain. Megah. Mewah. Tak terbayangkan sebelumnya.

Mereka melangkah melewati bangunan utama. Saat itulah Diego menoleh ke atas dan pandangannya tertahan.

Di lantai dua, pada sebuah balkon dengan pagar besi berukir, berdiri seorang wanita. Rambutnya panjang, gelombangnya jatuh lembut melewati bahu.

Kimono merah yang membalut tubuhnya tampak ringan ditiup angin. Kaki kanannya sedikit terekspos dari belahan kain, menampilkan kulit pucat bersih yang menyilaukan di bawah sinar pagi.

Diego terpaku.

Wanita itu memandang ke halaman, tidak sadar sedang diamati. Tapi kemudian, matanya bertemu dengan mata Diego. Dan dia tersenyum.

Sebuah senyum singkat, ramah tapi menembus dada.

Diego buru-buru menunduk, pipinya panas. Langkahnya semakin cepat, berusaha menyusul Jorge yang masih terus bicara... entah tentang apa, dan-

Brak!

Diego menabrak punggung Jorge yang tiba-tiba berhenti. Tubuh mereka berdua terhempas ke lantai. Diego mendesis pelan.

“Duh, bro, kamu kenapa?” Jorge mengeluh, mengusap lengannya yang terbentur.

“Ma... maaf. Aku...” Diego terdiam. Kepalanya menoleh lagi ke atas. Wanita di balkon menutup mulut dengan tangannya, tertawa pelan melihat kekonyolan itu.

Jorge mengikuti arah pandangnya, lalu ikut tersenyum. Ia berdiri dan membungkuk hormat ke arah wanita itu. Sang wanita membalas dengan anggukan dan senyum kecil.

“Siapa dia?” tanya Diego, suaranya setengah berbisik.

“Itu Nyonya Ariana. Istrinya Tuan Sergio,” jawab Jorge. “Majikan kita.”

Diego tercekat. Kepalanya segera menunduk, rasa malu bercampur terkejut tergambar di wajahnya.

Mereka segera menuju mes karyawan. Di sana, Diego diperkenalkan secara singkat kepada beberapa orang, sebelum Jorge mengantarnya ke kamar barunya, kamar yang bersebelahan dengan milik Jorge sendiri.

“Seragam kamu ada di lemari. Ganti sekarang, sebentar lagi kamu ketemu atasan langsung kita. Namanya Tuan Andrew. Orang kepercayaannya Tuan Sergio,” jelas Jorge sambil menepuk bahu Diego.

Diego masuk, menatap kamarnya sejenak. Jauh dari ekspektasi. Bersih, rapi, bahkan nyaman. Setelah berganti seragam, ia keluar dan mendapati seorang pria paruh baya berdiri menunggunya di depan pintu.

“Aku Andrew. Ayo, ikut,” ucap pria itu singkat.

Diego mengangguk dan berjalan di belakangnya. Mereka menyusuri jalan kecil di samping rumah, menuju taman belakang. Udara di sana terasa lebih segar, tapi Diego justru merasa makin tegang.

Langkah Andrew berhenti di tengah taman yang tenang.

“Nyonya, ini karyawan baru kita,” ucapnya dengan suara sopan.

Diego mendongak. Sosok wanita itu duduk santai di kursi taman, kini terlihat lebih jelas dalam cahaya pagi.

Ariana.

Wajahnya seperti pahatan. Matanya biru cerah, bening, memancarkan wibawa sekaligus keanggunan.

Lesung pipinya muncul ketika ia tersenyum, dan bibir tipisnya tampak menawan dengan lipstik merah menyala.

Diego membeku. Rasanya seperti berdiri di hadapan aktris dari film, bukan wanita nyata.

Ariana berdiri, melangkah perlahan ke arahnya. Senyum di wajahnya tetap terjaga, namun sorot matanya mengamati Diego dengan seksama.

“Jadi... siapa namamu?” tanyanya, suaranya hangat.

Diego menatapnya. Wajahnya... Senyumnya... Suaranya....

Tanpa sadar, mulutnya bergumam, “Cantik.”

Ariana menaikkan alis, sedikit terkejut. “Cantik?”

Diego menelan ludah, baru sadar akan kata yang lolos begitu saja. “Iya... Anda sangat cantik.”

“Pffft! Hahaha!”

Ariana tertawa pelan, menutup mulutnya dengan tangan. Tatapannya masih melekat pada Diego, dan untuk pertama kalinya sejak semalam, pria itu lupa pada luka yang begitu menyakitkan semalam.

Bersambung...

VILNOCTE

Terima Kasih sudah membaca ✌😊

| Like
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Terjerat Cinta Majikan Seksi   Bab 58 Benturan Perdana Di Meja Rapat

    Dua hari kemudian...Mobil hitam Andrew meluncur mulus ke depan hotel bintang lima. Ban berhenti tepat di bawah kanopi besar yang menahan cahaya matahari pagi.Dua petugas valet yang sigap segera bergegas, salah satunya membukakan pintu untuk Ariana, sementara yang lain menyambut Andrew dan Diego.Begitu kaki mereka menjejak lantai marmer yang licin, udara sejuk dari pendingin ruangan langsung menyapu kulit. Lobi hotel itu berkilau, marmer mengkilap di bawah lampu gantung kristal besar, musik piano lembut mengalun dari sudut lounge, dan aroma kopi mahal bercampur samar dengan wangi parfum para tamu.Diego mengangkat kepalanya, matanya menyapu sekeliling. Ada beberapa wajah asing yang ia tangkap, sebagian mengangguk tipis, sebagian lagi hanya memandangi dari jauh sambil berbisik.Ariana berjalan di sampingnya, bahunya tegak, blazer putih membingkai tubuhnya, dress biru tua jatuh rapi hingga lutut. Perpaduan keanggunan dan ketegasan seorang CEO.

  • Terjerat Cinta Majikan Seksi   Bab 57 Gerak Pertama Dua Kubu

    Ban mobil berdecit ringan saat Diego memutar kemudi, memasuki area parkir basement kantor pusat Grup Ortiz.Aroma khas beton lembap dan suara gema mesin pendingin mengisi ruang. Mereka bertiga keluar dari mobil tanpa banyak bicara, langkah kaki berpacu menuju lift pribadi di sudut ruangan.Begitu pintu lift tertutup, ruangan kecil itu hanya diisi suara dengung mesin dan napas yang berjarak. Diego berdiri di sisi kanan, sesekali melirik Ariana lewat pantulan kaca pintu lift.Perempuan itu memandang lurus ke depan, seperti sedang menimbang langkah berikutnya. Andrew berdiri di belakang mereka, matanya terpejam sebentar.Pintu terbuka di lantai eksekutif. Lorong di sini terasa berbeda, hening, bersih, dan berlapis karpet tebal yang meredam suara langkah. Lampu sorot memantulkan kilau di gagang pintu kaca besar bertuliskan nama Ariana.Begitu pintu ruang kerja dibuka, aroma kopi hitam pekat langsung menyambut. Andrew berjalan masuk duluan, meletakkan map hitam di meja tamu sebelum menjatuh

  • Terjerat Cinta Majikan Seksi   Bab 56 Saat Diego Menjadi Pemain

    Matahari pagi mulai menembus celah tirai, menarik garis tipis di permukaan ranjang. Udara kamar terasa hangat, bercampur aroma lembut yang tertinggal dari malam sebelumnya.Selimut sedikit tergeser, memperlihatkan kulit Ariana yang masih menyimpan sisa hangat sentuhan.Ia membuka mata perlahan. Kelopak matanya berat, senyum samar muncul begitu sadar sepasang mata kini tengah menatap dirinya. Diego sudah terjaga lebih dulu, bersandar di sisi ranjang, menatapnya tanpa berkedip.Ariana menghela napas pelan, menarik selimut hingga menutupi bahu sebelum beranjak dari tempat tidur. Ia lalu meraih gaun yang semalam tergeletak di kursi, lalu mengenakannya kembali dengan gerakan ringan.Diego menunduk sedikit, tatapannya tidak pernah lepas dari tubuh sang kekasih.“Tidurmu nyenyak?” tanyanya pelan.Ariana menoleh sebentar, lalu tersenyum tipis. “Cukup. Meskipun ranjang ini... sempit,” balasnya.Diego tertawa pendek. “Kalau tidak hati-hati, aku bisa jatuh tadi malam.”Ariana tertawa pelan, menun

  • Terjerat Cinta Majikan Seksi   Bab 55 Menjadi Satu Tanpa Ragu (21+)

    Diego masih berada di atas tubuh Ariana. Napas mereka beradu, lambat dan hangat. Kamar sunyi, tapi atmosfernya pekat oleh rasa yang tak lagi bisa disembunyikan.Jari Diego menyentuh garis rahang Ariana, lembut, lalu turun menyusuri leher dan bahu yang kini terbuka penuh di hadapannya.Ia menunduk, mengecup bibir Ariana sekali lagi. Tangannya meluncur perlahan ke bawah. Menyusuri sisi perut Ariana, lalu ke paha bagian dalam, menyapu dengan gerakan ringan yang membuat tubuh Ariana sedikit gemetar.Diego menggeser tubuhnya sedikit, lalu membimbing bagian paling pribadi dari dirinya ke tempat paling pribadi Ariana.Tubuh Ariana menegang sesaat. Nafasnya tertahan. Matanya terbuka, tapi tak fokus.“Diego…” bisiknya, antara gugup dan yakin.Diego menatap langsung ke dalam matanya. “Aku di sini,” jawabnya, tenang.Dengan hati-hati, Diego mendorong dirinya masuk. Perlahan, sangat perlahan, seolah memastikan tubuh Ariana menerima sepenuhnya.Ariana menggigit bibirnya. Suara erangan kecil lolos d

  • Terjerat Cinta Majikan Seksi   Bab 54 Aku Disini Untukmu (+21)

    Suara napas masih memenuhi kamar itu. Lembut, beradu. Hangat.Ariana belum membuka mata. Ia hanya membiarkan dirinya larut dalam detik-detik setelah ciuman panjang mereka berhenti.“Diego…” bisiknya. Pelan.Diego diam. Tapi matanya tetap pada Ariana. Ia menyentuh pipi Ariana, lalu dengan satu gerakan lembut, ia menyelipkan helaian rambut Ariana ke belakang telinga. Pandangan mereka bertemu sejenak, lalu terlepas lagi.“Maaf,” gumam Ariana tiba-tiba.Diego mengernyit pelan. “Untuk apa?”Ariana menunduk. “Aku… tidak tahu harus merespon bagaimana.”Diego mengangguk sekali. Tidak memaksa. Tidak mendekat. Ia hanya membiarkan Ariana punya ruangnya sendiri.Lalu, Ariana bergerak. Pelan. Ia mendekat, dahi mereka bersentuhan. Satu tangan Ariana menyentuh dada Diego, merasakan denyut jantung pria itu.“Bolehkah aku… hanya menikmati ini dulu? Tanpa berpikir?”Diego mengusap tengkuk Ariana. “Apa pun yang kamu mau.”Detik berikutnya, bibir Diego menyentuh kening Ariana. Lalu turun ke pelipis. Arian

  • Terjerat Cinta Majikan Seksi   Bab 53 Ciuman Yang Menyembuhkan

    Ariana masih menunduk. Tangannya di pangkuan, saling menggenggam, dan pipinya merah nyaris sepenuhnya. Tapi perlahan, ia mengangkat wajah. Tatapannya bertemu dengan Diego… lalu berpaling lagi secepat itu.Namun ada yang berubah. Di balik rasa malu, ada keberanian kecil yang muncul.Pelan-pelan, tangannya terangkat. Ia menunjuk pipi kanannya sendiri. Gerakannya ragu, tapi jelas. Tidak berkata apa-apa. Hanya menunjuk, lalu menatap Diego dengan pandangan yang nyaris seperti... permintaan.Diego mengerjap pelan. Mengerti.Senyum tipis muncul di wajahnya. Ia maju sedikit, lalu mengecup pipi kanan Ariana dengan lembut. Hanya satu sentuhan ringan. Tapi cukup untuk membuat Ariana memejam sekejap, dan napasnya tertahan setengah detik.Belum sempat Diego menarik diri jauh, Ariana menunjuk pipi satunya lagi, lebih cepat kali ini. Bahkan ada senyum kecil yang muncul di ujung bibirnya, malu-malu, seperti anak kecil yang bermain diam-diam.Diego tertawa p

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status