Share

Salah Paham

Sebenarnya kedatangan saya kesini."

"Karina."

Belum sempat Karina menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke rumah Dehan, terdengar suara bariton yang memanggil nama Karina, lalu menghentikan perkataannya, mata Karina dan Bu Eno, refleks menoleh ke arah sumber suara tersebut.

"Nah itu Dehan, udah bangun," seru Bu Eno.

"Han, sini, ada yang nyariin," teriak Bu Eno, kepada putranya yang baru bangun tidur.

Dehan segera turun dan menghampiri Karina, dia takut Karina mengatakan, yang seharusnya tidak dia katakan.

"Kamu udah lama di sini?" tanya Dehan kepada Karina, sorot matanya penuh selidik.

"Baru aja dateng," jawab Karina.

"Kalian ngobrol aja dulu ya, Mamih mau ngambil minuman dulu ke dalam," ucap Bu Eno.

Setelah Bu Eno berlalu, Dehan langsung menarik tangan Karina dengan kasar, agar sedikit menjauh dari rumahnya.

"Pelan-pelan Han, sakit." Karina merintih kesakitan, karena perlakuan kasar Dehan.

"Ngapain sih kamu ke sini, tahu dari mana kamu alamat rumah aku?" Dehan memberondong beberapa pertanyaan kepada Karina.

"Aku udah nggak bisa sabar lagi Han, aku nggak kuat mendem semua ini sendirian, aku butuh kepastian, aku cuma mau minta pertanggung jawaban dari kamu, mungkin jika orang tua kamu tau, mereka bisa ngasih solusi buat semua masalah ini," tutur Karina.

"Aduh gila kamu, sama aja kamu mau bunuh aku, kalau kamu ngadu ke orang tuaku, bisa-bisa aku diusir dari rumah, bukannya nyari solusi, yang ada kamu malah bikin masalah baru," sungut Dehan.

"Terus aku harus gimana lagi, nggak mungkin aku pulang kerumah orang tuaku, Mereka nggak bakalan mau nerima aku dalam keadaan kayak gini," ungkap Karina, bulir bening mulai membasahi pipinya.

"Pelan-pelan ngomongnya, nanti Mamih denger, sekarang mending kamu pulang dulu, sebelum Mamih aku datang, bisa panjang nanti urusannya."

"Tapi, Han."

"Udah sana pulang, jangan bikin masalah di sini," potong dehan.

Mau tidak mau Karina menuruti perintah Dehan, dengan langkah gontai, Karina mulai berjalan meninggalkan pelataran rumah Dehan.

"Karin mau kemana? Ini diminum dulu, masa mau langsung pulang aja, baru juga datang," panggil Bu Eno.

Karina yang sudah mulai menjauh, langsung berbalik badan, dan kembali menghampiri Bu Eno yang sedang membawa nampan berisi air jeruk dan makanan ringan.

"Iya Bu, maaf gak bisa lama-lama, soalnya masih ada urusan," tutur Karina.

"Yah, padahal Ibu pengen ngobrol, mau nanya nanya nih, soal si Dehan, kalau di kampus kayak gimana, nakal nggak dia."

"Lain kali aja ya Bu, soalnya saya lagi buru-buru," ucap Karina, sambil tersenyum getir.

"Baiklah, hati-hati di jalan, kalau ada waktu main lagi ya ke sini," ucap Bu Eno.

Pikiran Karina kacau balau, dia tidak bisa berpikir jernih, yang ada dipikirannya saat ini adalah bagaimana cara mengatasi kehamilannya agar tidak diketahui oleh orang banyak, saat hendak menyebrang jalan, Karina hampir saja tertabrak oleh Motor yang sedang melintas, karena melamun dia tidak memperhatikan jalannya.

"Kalau mau mati jangan di sini Mbak, noh disono di rel kereta api, biar kerasa matinya!" teriak si pengendara motor, sambil menunjuk dan memaki wajah Karina.

"Maaf Pak, saya lagi kurang fokus." balas Karina.

"Cantik-cantik kok kayak orang linglung," cibir si pengendara motor, seraya melajukan kembali motornya yang sempat terhenti oleh Karina.

"Mbak nggak apa-apa?" tanya seorang pria, sambil menyodorkan tangannya, mencoba membantu Karina untuk berdiri

"Nggak papa, saya baik-baik aja kok," jawab Karina.

"Mending duduk dulu aja Mbak, kelihatannya Mbak lagi kurang sehat."

Karina tidak menggubris pertanyaan lelaki itu, dan dia mencoba menghindarinya.

"Tenang Mbak, saya bukan orang jahat, saya cuma mau nolongin aja, takutnya terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," ujar sang pria.

"Perkenalkan nama saya, Satria," ucap si pria yang bernama Satria, sambil menyodorkan tangannya.

Dengan ragu-ragu Karina menjabat tangan lelaki itu, dan memperkenalkan dirinya.

"Karina," jawab Karina datar.

"Ini diminum dulu, Mbaknya dari mana emang, kok mukanya kelihatan pucat banget?" tanya Satria.

"Saya habis dari rumah teman."

"Mbaknya tinggal di mana, biar saya antar pulang, kalo mbak pulang sendiri dengan kondisi seperti ini takutnya kenapa-napa di jalan."

"Saya tinggal di Jalan Anggrek, terimakasih atas tawarannya, saya masih sanggup untuk berjalan."

"Kebetulan kita searah, saya juga tinggal di daerah dekat situ, ya udah kalau gitu, ayo biar saya antar pulang, nggak baik loh kalo nolak niat baik seseorang, udah ayo ikut aja, itu mobil saya ada di seberang," ajak Satria, sambil menunjuk mobil yang di maksud.

"Nggak usah makasih," tolak Karina.

"Nggak perlu takut, saya nggak bakalan macam-macam," timpal Satria.

Cukup lama Karina berpikir, dia memandang lelaki di hadapannya, lalu dia mengiyakan ajakan Satria untuk mengantarnya pulang.

Selama di perjalanan Karina diam saja, Satria mencoba mencairkan suasana, dan mengajak Karina berbicara.

"Tinggal sama siapa, Mbak?" tanya Satria.

"Sendiri."

"Nggak ngekos sama temennya emang, biaya kos di sana kan lumayan mahal?"

"Memangnya kenapa, kamu pikir saya nggak mampu bayar kalau ngekost sendiri!" sungut Karina, sedikit meninggikan suaranya.

"Maksud saya bukan gitu Mbak, cuman kan enak aja gitu kalau ngekos ada temennya, kalo lagi sakit bisa ada yang bantu ngurusin," jelas Satria.

"Saya lebih nyaman sendiri, privasi saya lebih terjaga, dan satu lagi jangan panggil saya Mbak, umur saya masih muda."

"Terus saya manggilnya apa dong kalau nanti ketemu di jalan."

"Kan tadi udah kenalan, nama saya Karina, masa kamu langsung lupa."

"Hehehe.. Lupa aku Karina," sahut Satria.

Satria kembali fokus mengemudikan mobilnya, sementara Karina kembali terdiam, dan sibuk dengan lamunannya.

"Kosannya sebelah mana?" tanya Satria.

"Eh iya, kenapa?"

"Tuhkan ngelamun lagi, kita udah di Jalan Anggrek, kosan kamu sebelah mana?"

"Masuk lagi ke dalam, Nanti juga ada pagar besi warna hitam, cat rumahnya warna hijau muda," jelas Karina.

Tak sampai lima menit Karina berbicara, mobil Satria sudah terparkir di depan rumah yang disebutkan Karina, pagar besi warna hitam dan cat rumah berwarna hijau muda.

"Mau mampir dulu nggak?" tanya Karina.

"Nggak usah lain kali aja, kosannya kelihatannya lagi sepi, takutnya nanti jadi fitnah."

Karina terdiam mendengar jawaban dari Satria, sangat berbeda dengan Dehan, yang kadang dengan sengaja langsung nyelonong masuk.

"Aku pamit ya, jaga kesehatan, jangan bengong terus nanti cantiknya ilang," goda Satria sambil menghidupkan mesin mobilnya.

"Makasih ya, udah mau nganterin aku pulang."

"Iya sama-sama."

Mobil Satria semakin menjauh, Karina berjalan masuk ke dalam kosan, dan betapa terkejutnya dia saat membuka pintu, ternyata sudah ada seseorang yang sedang menunggunya di dalam kamar.

*Siapakah dia?

Ikuti terus kisahnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status