Ferdi tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Doakan aku menang jangan sampai aku kalah dengan cewek cantik seperti kamu," ucapnya yang mencubit pipi gadis itu.
Alisa memajukan bibirnya."Kamu pandai sekarang ya, cubit-cubit pipi aku," protes Alisa yang mengusap pipinya.
Ferdi hanya tersenyum saat mendengar ucapan Alisa. "Doain aku," pintanya.
"Aku pasti doain kamu, semangat." Alisa kemudian berlari ke tepi saat bendera itu sudah mulai dikibarkan.
Melihat sahabatnya itu berada di barisan paling depan, Alisa merasa sangat senang. Saat ini sahabatnya itu yang memimpin. Dalam kelompok putaran ketiga ini mereka yang masuk adalah kelas berat. Namun Walaupun begitu belum ada yang mampu mengalahkan Ferdi saat mereka melaju di jalan hitam tersebut.
Alisa memandang motor yang melaju dengan kecepatan tinggi. Ia menutup matanya ketika dua motor terjatuh di belakang. Suara keras terdengar saat ke dua motor itu beradu dengan sangat keras sehingga mereka terjatuh.
Ferdi masih tetap melajukan motornya di bagian depan. Ia akan tetap fokus walaupun terjadi kecelakaan di belakangnya saat ini.
Beberapa orang berlari mengejar pembalap yang bertabrakan tersebut, mereka menolong dua pembalap itu dan menepikan motornya.
Alisa tidak berani mendekati pembalap yang terjatuh itu, Walaupun dia mengenali pembalap tersebut. Ia begitu sangat trauma dengan yang namanya kecelakaan, setelah meninggalnya Papa serta adiknya. Ia merasakan kakinya gemetar tangannya gemetar dengan keringat yang bercucuran di keningnya saat melihat tabrakan yang barusan terjadi. Dadanya berdetak sangat kuat, tubuhnya terasa begitu sangat lemas. Ia sudah tidak mampu untuk berdiri. Ia duduk sambil menenggelamkan wajahnya di lutut yang ditekuknya. Aneh memang seorang pembalap takut melihat sebuah kecelakaan. Alasannya mengikuti balap seperti ini, bukankah karena hobinya. Namun karena ia begitu sangat membutuhkan uang. Hanya jalan ini yang bisa menghasilkan uang dengan sangat cepat. Ia menangis sambil menekukkan wajahnya. Bayangan saat jenazah papa dan adiknya yang datang ke rumah, kembali hadir dalam ingatannya. Ia melihat Kecelakaan yang terekam CCTV tersebut. Melihat dengan jelas bagaimana papanya mengalami kecelakaan. Motor nya masuk ke dalam kolong mobil Fuso bersama dengan adiknya. Kondisi kepala papanya hancur, sedang adiknya kondisi tubuh yang hancur.
Ferdi sampai di garis finish namun Ia tidak melihat Alisa yang berlari mengejarnya seperti biasanya. Ia memandang Alisa yang duduk meringkuk di tepi. Melihat Alisa dalam posisi duduk meringkuk seperti ini, Ia begitu sangat khawatir. Dengan cepat pria itu turun dari motornya dan membuka helmnya dan. Ia berlari mendekati gadis itu. "Kamu nggak apa-apa?" tanya ferdy yang mencemaskan Alisa.
Alisa mengangkat wajahnya yang begitu sangat begitu pucat. "Aku takut." Alisa berkata dengan menangis.
Ferdi langsung memeluknya ."Kamu jangan takut, ada aku disini. Kamu nggak perlu takut mereka juga nggak apa-apa," jelasnya.
"Yang kecelakaan itu?" Tanya Alisa memastikan.
"Iya," ucap Ferdi.
"Beneran mereka tidak apa-apa?" ucap Alisa yang kembali bertanya.
Ferdi menganggukkan kepalanya. "Itu mereka sudah jalan Toni dan Indra," ungkap Ferdi yang menunjukkan kedua pembalap yang berjalan pincang. Kedua pembalap itu berjalan dengan sedikit tengkak-tengkak.
Sebagai seorang pembalap mereka memang sudah memakai pengaman yang sangat lengkap. Mulai dari jaket, pengaman lutut dan siku, helm khusus yang dipakai pembalap dan bahkan motor yang mereka kendarai sengaja di setel. Mesin motor itu akan langsung mati bila terjatuh. Sehingga saat terjadi insiden mereka tetap selamat. Paling parah patah-patah saja.
Alisa mengangkat kepalanya dan melihat ke arah yang ditunjukkan Ferdi.
"Sudah jangan takut," Ucap Ferdi yang masih memeluknya. Pria itu sedikit meringis kesakitan saat Alisa mencubit Pinggangnya. "Duh sakit Sa." Ferdi berkata dengan mengusap pinggangnya.
"Jangan cari kesempatan," Alisa membesarkan matanya.
Ferdi tertawa ngakak saat mendengar omelan gadis tersebut. "Kita ambil uang dulu,' ucap Ferdi yang beranjak dari duduknya dengan sedikit menarik tangan Alisa agar ikut berdiri.
**
Ferdi memberhentikan motornya di depan gang masuk rumah Alisa. Ia melihat Alisa yang masuk kedalam. Setelah meyakini bahwa gadis itu sudah masuk ke dalam rumahnya. Rumah Alisa tidak terlalu jauh dari simpang. Sehingga Ferdi bisa melihatnya dari atas motor nya. Ferdi baru ia pulang ke di rumah nya.
Alisa masuk ke dalam rumah dengan sangat berhati-hati. Alisa sampai di rumah jam 4 subuh. Alisa masuk kedalam kamarnya sambil merebahkan tubuhnya. Besok hari Sabtu, ia libur, Karena sekolahnya yang full day. Besok Ia akan menghabiskan waktunya untuk bersih-bersih rumah dan mencuci pakaian. Alisa juga akan membawa mamanya kontol rutin. Senyum mengembang di wajah cantik Alisa saat ia sudah memiliki uang untuk berobat mamanya.
Alisa merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. "Ferdi apa sudah sampai rumah ya?" Alisa bertanya ketika dirinya teringat akan temannya. Alisa sangat mengkhawatirkan temannya itu. Ia mengambil ponsel dan menghubungi Ferdi. Dengan cepat Ferdi mengangkat panggilan telepon tersebut.
"Hallo sa," ucap Ferdi yang menjawab sambungan telpon Alisa
"Hallo Fer, apa kamu sudah sampai di rumah?" tanyanya.
"Sudah," Jawab Ferdi.
"Ya udah aku cuma mau pastikan aja," ucap Alisa.
Ferdi tersenyum saat mendengar jawaban gadis tersebut. "Besok kamu bawa Mama kontrol jam berapa?" Tanyanya.
"Jam 9" Fer, aku mau daftarkan mama terapi sekalian," Alias menjelaskan.
"Besok kamu tidak usah pesan taksi online. Aku akan antarkan kamu ke rumah sakit." Ferdi menawarkan jasa.
"Beneran?" tanya Alisa.
"Iya beneran, aku pinjam mobil papa," ucap Ferdi. Pria itu berasal dari keluarganya yang cukup mampu. Walaupun tidak tergolong kaya raya. Papanya seorang PNS dan mamanya bidan.
"Fer, makasih ya," ya ucap Alisa yang begitu sangat senang bila Ferdi menemaninya ke rumah sakit.
"Iya Sa, kamu istirahat ya," ucap Ferdi.
"Oke bos qu. Iya, dah ya aku matikan," Jawab Alisa yang kemudian mematikan sambungan telepon.
Alisa begitu sangat rindu untuk tidur di atas tempat tidur tersebut. Tempat tidur dari dipan kayu, kasurnya juga cukup tipis, namun sangat nyaman. Bisa dihitung dalam satu minggu hanya berapa jam Alisa bisa merebahkan tubuhnya di atas kasur tipis tersebut. Untuk mamanya ia membeli kasur yang memang sudah dirancang khusus untuk orang sakit. Sehingga kasur itu tidak membuat punggung panas. Ia membelikan kasur tersebut saat menang balap liar. Alisa merasa begitu sangat lelah ia kemudian memejamkan matanya.
**
Alisa bangun saat ia merasa hari sudah siang. Dengan cepat Alisa beringsut duduk dan menjangkau ponselnya yang ditaruhnya di meja belajarnya yang ada di dalam kamar tersebut. Alisa memandang jam di ponselnya yang ternyata masih jam 7. Ia kemudian bangun dengan kepala yang terasa masih pusing. Bila sudah bangun tidur seperti ini Alisa langsung masuk ke kamar mama nya untuk melihat Mamanya sudah bangun.
"Mama Kenapa nggak bangunin Isa?" Tanya Alisa ketika melihat mamanya yang sudah terbangun.
Nur tersenyum saat mendengar pertanyaan putrinya. "Nanti ya Mama bakalan bangunin Isa, kalau mama sudah bisa berjalan," ucapnya.
***
"Mau gendong depan atau belakang?" Ferdi tersenyum memandang gadis kecil nan cantik tersebut."Depan," ucap Azahra.Ferdi menjongkok di depan Azahra dan mengembangkan tangannya.Azahra tersenyum dan melingkarkan tangannya di leher Ferdi. Gadis kecil itu begitu sangat senang ketika tubuhnya yang bulat terangkat oleh pria yang berubah tinggi tersebut."Rara gak sangka kalau Abang akan pulang," Azahra berkata dengan memandang wajah tampan pria tersebut.“Abang udah janji akan pulang ulang tahun adik. Jadi Abang harus tepati janji," Ferdi berucap dengan tersenyum.“Rara senang Abang pulang. Rara rindu Abang. Rindu rindu rindu serindu-rindunya." Azahra berkata dengan tersenyum lebar.“Mana bukti rindunya,” tanya Ferdi yang menarik hidung milik Azahra.Azahra memeluk Ferdi dengan sangat erat,
"Assalamu'alaikum," ucap Attar saat ia masuk ke dalam kamar."Wa’alaikumsalam." Alisa tersenyum saat melihat suaminya yang baru pulang dari kantor. "Tasnya hubby Isa bawain," ucap Alisa yang ingin mengambil tas milik suaminya."Gak usah sayang, hubby aja yang bawain. Baru lepas melahirkan, tuh gak boleh angkat yang berat-berat," ucapnya sambil mengusap pipi istrinya, dan meletakkan tas tersebut ke tempatnya."Kalau cuma tas Isa bisa, Isa kuat kok angkat tas," ucap Alisa yang memegang manja lengan suaminya."Jangan dulu sayang.""Hubby tangannya di cuci dulu," Alisa berucap saat melihat suaminya yang ingin mengambil putrinya.Attar membatalkan niatnya, pria itu menganggukkan kepalanya."Bajunya wajib ganti dulu, nggak boleh pakai baju yang dari luar langsung megang anak," ucap Alisa itu yang sudah mulai cerewet.
Alisa sudah berada di dalam kamarnya. Alisa tidak ada henti-hentinya menatap wajah bayi mungilnya. Wajah yang begitu sangat cantik dan juga imut imut.Attar duduk di samping bayinya itu, menatap wajah putrinya, dan kemudian berpindah ke wajah istrinya.“Dari tadi lihatin Isa, terus lihatin anak,” ucap Alisa.“Sama,” ucap Attar.“Hidungnya punya hubby,” ucap Alisa yang memandang hidung putrinya.Attar tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Pria itu mencium kening putrinya, kemudian pipi putrinya kiri dan kanan. "Pipinya lembut sekali.” Attar merasakan betapa lembutnya pipi putrinya. Attar kemudian memandang istrinya, mencium kening istrinya, pipi istrinya kiri dan juga kanan, Ia juga mencium bibir istrinya.“Isa udah lupa by gimana rasa sakitnya melahirkan, rasa sakitnya hamil karena udah lihat muka
“Melahirkan normal memang seperti ini Pak Attar, jadi walaupun sakit tetap harus dibawa berjalan,” ucap dokter Sari berusaha menjelaskan.“Lakukan sesuatu," pria itu sangat marah ketika Dokter spesialis kandungan istrinya tidak melakukan apa-apa. "Istri saya sedang sakit dan saya disuruh melihat saja," Attar sangat marah terhadap dokter yang menangani istrinya. Attar memilih dokter Sari untuk menangani persalinan istrinya karena dokter Sari merupakan dokter spesialis kandungan terbaik di rumah sakitnya.Dokter Sari terlihat begitu sangat bingung untuk berkata. Gimana caranya dia menjelaskan kepada pria yang menjadi pemilik Rumah Sakit tempat dirinya bekerja. Berulang kali dokter Sari menarik nafasnya dan kemudian menghembuskannya. “Kenapa kemarin tidak sarankan cara lain saja,” pikirnya.“Saya belum bisa memberikan bantuan apa-apa karena saat ini masih bukaan dua, d
“Assalamu’alaikum,” ucap Attar yang berdiri di pintu kamarnya. Pria itu tersenyum memandang istrinya yang sedang duduk ditemani dengan Ibu Aminah.“Wa’alaikumsalam,” jawab Alisa dan Aminah."Hubby sudah pulang?" tanya Alisa yang tersenyum.“Baru saja sampai. Ibu," Pria itu menyalami tangan Aminah dan menempelkan punggung tangan wanita itu di keningnya. Attar duduk di tepi tempat tidur di samping istrinya. Attar tersenyum ketika istrinya mencium punggung tangannya. Pria itu mencium kening istrinya. "Gimana apa sakit,” tanya Attar.“Iya by sakit, tapi kata Ibu enggak apa-apa, soalnya itu tanda bayinya lagi cari jalan,” Alisa berucap dengan tersenyum. Sudah beberapa hari ini Ibu Aminah selalu menemani Alisa. Wanita Itu merawat Alisa seperti merawat putrinya sendiri. Saat Alisa mengatakan perutnya sakit, Ibu Aminah mengusap-usap pe
Attar tersenyum memandang istrinya yang duduk dengan menyandarkan punggungnya di kepala tempat tidur.“Baju hubby ini," Alisa menunjukkan pakaian suaminya yang sudah disiapkannya.Attar tersenyum ketika melihat setelan jas, baju kemeja, dasi, dan pakaian dalam, yang sudah disiapkan Istrinya. Istrinya tetap menyiapkan semua perlengkapannya sebelum berangkat ke kantor seperti ini.Attar memakai pakaiannya duduk di atas tempat tidur, dengan menurunkan kakinya di lantai. Sedangkan istrinya akan duduk di atas pangkuannya, memasangkan dasi di lehernya. Melihat wajah istrinya yang sudah tampak menahan rasa sakit, membuat pria itu merasa sangat tidak tega. Namun Attar memang tidak mengerti apa-apa mengenai persalinan. Berulang kali dirinya meminta penjelasan dari dokter, namun terkadang apa yang diucapkan oleh dokter itu hanya memberikan rasa tenang sementara untuknya. Bila melihat istrinya mengatakan sakit, Attar sungguh
“Apa mau jalan pagi,” tanya Attar ketika ia selesai sholat subuh bersama dengan istrinya.Alisa menganggukkan kepalanya. “Sebenarnya Isa malas by jalan pagi,” ucap Alisa.“Kenapa,” tanya Attar.“Isa lebih suka tidur baring-baring,” ucap Alisa.“Mau melahirkan normal apa nggak,” tanya Attar yang mengusap perut besar milik istrinya.“Kata orang sebaiknya normal by. Kemarin Ibu Aminah juga bilang, kalau Isa melahirkan lebih bagus normal, terkecuali mamang saran dokter. Kak Indah, Kak Yanti, Kak Fitri, juga bilang gitu,” ucap Alisa yang memilih proses persalinan secara normal.“Kata Dokter kemarin apa?" tanya Attar.“Isa disuruh jalan pagi.”“Jadi sekarang mau jalan pagi atau enggak?" Attar bertanya dengan menarik hidung istrin
Attar merasakan tubuhnya yang digoyang goyang oleh istrinya. "Ada apa sayang?" pria itu bertanya dengan membuka matanya.“By, Isa nggak bisa tidur sejak tadi,” ucap Alisa kepada suaminya.Attar merubah posisi tidurnya dan memandang wajah istrinya. “Matanya di pejamkan sayang," Attar memeluk tubuh istrinya dan kembali memejamkan matanya.“By bangun, jangan tidur, temani Isa," pinta Alisa yang kembali menggoyang-goyang tubuh suaminya, Alisa narik-narik jenggot tipis di dagu suaminya.“Hubby ngantuk sayang,” ucap pria itu ketika istrinya membuka kelopak matanya dengan jarinya.“Hubby jangan tidur, Isa nggak bisa tidur,” Alisa tersenyum manja melihatkan deretan gigi putihnya."Kenapa nggak tidur?" tanya Attar.“Sejak tadi anak gerak terus, perut Isa sampai sakit,"
“Nanti pulang dari kantor kita ke coffee shop Lyra ya by," pinta Alisa yang duduk di atas pangkuan suaminya. Perutnya yang sudah besar membuat posisi duduknya menyamping, dan melingkarkan tangannya di leher suaminya.“Ngapain,” tanya Attar yang tersenyum memandang sikap istrinya yang begitu sangat manja. Istrinya melingkarkan tangan di lehernya dan menenggelamkan hidungnya ke lehernya.“Isa pengen duduk nyantai di coffee shop Lira," Alisa berucap dengan mengangkat kepalanya dan memandang wajah suaminya.“Rayu dulu Sayang," Attar berbisik di telinga istrinya.Alisa tersenyum dan mencium bibir suaminya dengan sangat lembut, namun balasan yang diberikan oleh suaminya membuat ciuman itu semakin memanas.Mereka seakan sama-sama ingin melepaskan hasratnya masing-masing.“Sayang, hubby ada rapat jam 3, dan sekarang e