Share

Bab. 6

Bruk!

"Maaf, Tuan," ucap Ambar meminta maaf pada sosok lelaki yang begitu tampan yang selesai memilih kemeja. Butik itu tidak hanya menyediakan pakaian wanita akan tetapi juga pakaian pria seperti kemeja dan juga jas mewah.

"Hmm ...." Hanya itu suara yang keluar dari mulut lelaki itu. Sama sekali tidak ada ekspresi lain selain dingin dan datar. Biasanya lelaki yang ditabrak tidak sengaja oleh Ambar akan marah-marah badan mengatai Ambar yang tidak -tidak.

Ambar tersenyum, walau tahu senyumnya tidak akan dibalas oleh lelaki tersebut.

"Ternyata masih ada satu lelaki yang tidak memandang buruk fisikku," ucap Ambar senang karena dia tidak mendapat amarah dan ejekan dari laki-laki.

Ambar melangkah menuju ke ruangan dimana semua baju berukuran besar. Ambar tersenyum senang, baju-baju itu terlihat bagus.

"Ambar pilihlah salah satu yang menurutmu paling kamu suka dan cocok dengan tubuhmu," ucap Oma Laurine dengan senyuman. Oma laurine akan melakukan tes sejauh mana bakat Ambar.

"Baik, Oma. Ambar akan pilih yang Ambar sukai," ucap Ambar dengan girangnya. Baju bagus yang selama ini hanya bisa ia lihat dari hp jadulnya, ternyata bisa juga ia pegang dan miliki juga.

Ambar memilih baju yang sesuai dengan selera yang dia punya. Selama ini Ambar hanya bisa memakai baju yang seadanya. Yang penting bisa muat ia pakai itu sudah lebih dari cukup.

"Ini, Oma. Ambar pilih baju yang ini," ucap Ambar seraya memberikan sebuah baju yang ia pilih pada pelayan butik.

"Ambar, kamu pakai sekarang. Jangan berikan pada pelayan itu. Gak masalah kamu pakai sekarang saja," ucap nenek Laurine pada Ambar. Pelayan butik itupun mengembalikan kembali baju yang diberikan Ambar kepadanya.

Ambar tampak grogi dan malu. Tubuhnya yang lebar dan tidak pernah pakai baju sebagus yang ia pegang saat ini membuat Ambar merasa tidak pantas.

Ambar keluar dari ruang ganti dengan memakai baju yang baru saja ia pilih. Nenek Lauren terkejut dengan penampilan gambar yang sangat terlihat cantik dan elegan meskipun tubuhnya masih terlihat lemak yang melipat.

"Sepertinya anak ini jika dipermak akan terlihat cantik dan elegan, bahkan kecantikannya mengalahkan selebritis papan atas di kota ini." Nenek laurine merasa bahwa memberi bisa dan pantas menjadi istri dari Rexy cucunya.

Nenek Lauren mendekat ke arah gambar lalu memberikan pujian untuknya. "Gambar Kau sangat serasi dengan baju pilihanmu ternyata kamu memiliki bakat yang luar biasa dalam memilih baju yang pantas untuk orang kena kan sesuai dengan postur tubuhnya. Nenek akan sangat bahagia sekali Jika kamu mau berubah Sayang kamu harus terlihat cantik dan elegan di mata suamimu itu!"

Degh!

Ambar tersenyum datar, dia tidak menyangka kalau nenek Lauren akan tahu kalau suaminya sendiri tidak mengharapkan dirinya.

"Maaf, Oma. Apa yang Oma katakan? Apakah saya harus ikut apa yang dikatakan oma untuk melangsingkan tubuh ini. Apa itu bisa, Oma? Ambar juga ingin memiliki tubuh yang langsing. Tapi Ambar tahu itu hal yang tidak akan mungkin terjadi," ucap Ambar menunduk malu.

Nenek Laurine memeluk Ambar, memberikan kekuatan pada jiwa yang rapuh dan kurang percaya diri itu. Walaupun tubuh tidak mendukung penampilan, tapi hati dan ketulusan mengalahkan segalanya. Ambar memiliki dua hal yang tidak dimiliki wanita yang menomor satukan bentuk tubuh, penampilan dan juga kecantikan.

"Ambar, bukan hanya kecantikan yang jadi patokan seorang wanita dicintai. Tapi cinta, kasih sayang, ketulusan dan juga kecerdasan menata hati itulah yang menjadi modal pasangan bahagia." Nenek Laurine menyeka air mata yang membasahi pipi Ambar.

Ambar terharu dengan perlakuan nenek Laurine pada dirinya. Ternyata di dunia ini masih ada yang baik kepadanya.

"Terima kasih, Oma. Ambar sangat bersyukur bisa menjadi cucu Oma." Ambar membalas pelukan nenek laurine dengan lembut.

"Sama -sama, Sayang. Karena kau adalah amanah yang harus kami jaga. Dan Oma tidak akan membiarkan mu direndahkan lagi oleh siapapun, termasuk Rexy dan Denisa," ucap nenek laurine.

Ambar mengurai pelukannya dan kembali mematutkan dirinya di depan kaca.

"Oma, Demi Oma, Ambar akan mengikuti semua program kesehatan yang Oma tawarkan tadi. Ambar ingin langsing dan membalas semua yang sudah mengejek Ambar," ucap Ambar sambil menatap dirinya yang berdiri di depan cermin. Pantulan bayangannya tersenyum menyeringai. Ambar sudah lelah jika terus ditindas oleh semua orang.

"Syukurlah jika kamu mau, Ambar. Oma yakin kamu akan bisa tampil cantik bahkan kecantikan mu melebihi model papan atas. Baiklah, sekarang kita pulang dulu, kau sudah mau dan Oma sudah daftarkan tadi. Rexy sebentar lagi pulang jadi kita harus lebih dulu kembali sebelum dia sampai rumah," ucap nenek Laurine.

Ambar mengangguk, hatinya yang beku seperti mendapatkan sinar matahari yang menghangatkan. Kesepian dan ketidak berdayaannya dulu kini bisa ia atasi sedikit demi sedikit dengan kasih sayang nenek Laurin.

Nenek Laurine dan Ambar pun akhirnya pulang karena jam sudah menunjukkan waktunya Rexy pulang untuk makan siang. Rexy adalah sosok pekerja keras, akan tetapi akan selalu makan siang di rumah. Dia tidak bisa makan makanan dengan penyedap rasa atau micin yang biasa dipakai di setiap kuliner di kota itu.

"Mom ... Rexy pulang!" teriak Rexy dengan suara lantang.

Tiba-tiba seorang maid datang menghampiri Rexy. "Maaf, Tuan muda. Nyonya besar sedang pergi bersama teman sosialitanya. Tadi dia pesan kalau mau makan siang tidak usah menunggunya," ucap maid tersebut sembari menunduk.

"Ya sudah, aku mau makan," ucap Rexy langsung menuju ke ruang makan.

Di sana sudah tersaji berbagai macam masakan yang jarang dilihat oleh Rexy.

"Kenapa lauknya begini? Siapa yang masak?!" seru Rexy membuat maid yang menyiapkan piring dan juga sendok agak ketakutan.

"Ambar yang masak, Mas. Ambar tadi ditelepon mama untuk masakin mas Rexy. Semua ini tanpa pakai micin lho, Mas. Mas silakan coba," ucap Ambar bersikap senormal mungkin, walau di dalam hatinya saat ini sedang berdisco ria, takut jika di semprot Rexy.

Rexy mendelik, hampir saja dia mau berdiri tidak mau makan setelah tahu yang memasak adalah Ambar. Namun, Rexy urungkan dia terpaksa kembali duduk karena nenek Laurin datang hendak ikut makan siang.

"Wah, menunya lengkap sekali. Dan semua ini kamu yang masak, Ambar?" tanya nenek Laurine dengan tersenyum. Maid pun menarik kursi untuk duduk nenek laurine.

"Iya, Oma. Beruntung sewaktu masih di desa, Ambar suka bantu ibu masak menu rumahan," ucap Ambar sambil menunduk, walaupun dirinya tidak mengharap pujian dari Rexy.

"Sepertinya lezat, semua ini tanpa micin kan?" tanya nenek Laurine lagi.

"Iya, Oma. Tanpa micin sama sekali. Silakan mencoba semua masakan Ambar," ucap Ambar melayani sang nenek dengan mengambilkan nasi dan juga sayur untuk nenek Laurine.

"Kau tidak mengambilkan suami mu nasi juga?" Nenek Laurine bertanya pada Ambar yang diam membeku. Tidak berani menjawab.

"Ambar?"

bersambung ( jangan lupa tap lovenya kakak)

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status