Share

Bab. 5

Oma menatap Ambar yang ia tahu kalau diri Ambar menyembunyikan sesuatu dan juga menahan rasa takut agar terlihat normal dan baik-baik saja.

"Ambar, tidak akan aku biarkan kamu menderita, Nak. Rexy dan Denisa harus segera disadarkan bahwa gaya hidup mereka yang hedon akan menghancurkan perusahaan yang suamiku bangun dari nol," gumam Oma tersenyum lalu mengangguk ke arah Ambar.

Ambar kembali ke kamarnya untuk membereskan baju tidur Rexy yang pastinya tersebar di sembarang tempat. Rexy anak yang manja, dia tidak akan mau merapikan kamarnya sendiri. Menurut Rexy itu adalah pekerjaan pembantu yang sudah dibayar untuk membereskan semua.

Tok!

Tok!

Nenek Laurine datang mengetuk pintu, setelah dirasa Denisa sudah pergi meninggalkan rumah untuk pergi berkumpul dengan teman sosialitanya.

"Oma? silakan masuk, Oma," ajak Ambar dengan senyum yang dipaksakan.

"Terima kasih, Ambar. Hmm ... kamar ini harum baunya. Apa kau yang sudah membersihkannya?" Nenek Laurine menatap sekeliling menyapu setiap sudut kamar yang sudah bersih dan juga harum itu.

Nenek Laurine baru kali ini melihat kamar Rexy sebersih dan serapih itu. Pemandangan yang sangat jarang ia lihat acap kali menyambangi kamar cucu lelakinya.

"Iya, Oma," jawab Ambar menunduk dengan kedua tangan yang saling meremas. Itu adalah tanda jika Ambar sedang merasa takut dan cemas. Takut akan melakukan kesalahan.

"Ambar apa kamu senang melakukannya? Maksud Oma apa kamu suka merapikan kamar atau mendekorasi kamar?" tanya nenek Laurine yang senang melihat ada bakat terpendam dalam diri Ambar.

"Iya, Oma. Ambar sangat senang jika disuruh beres-beres sewaktu masih bersama orang tua Ambar dulu," jawab Ambar jujur dan apa adanya.

"Oh ya, apa kamu juga suka merias wajah dan mendesain baju? Oma pernah melihat kamu menggambar seorang wanita lengkap dengan baju yang indah juga gaya rambut yang bagus dan riasan wajah yang senada," tanya nenek Laurine yang pernah melihat Ambar asyik melukis sosok wanita lengkap dengan baju yang indah dan gaya rambut juga riasan wajah yang cantik. Seakan lukisan itu benar -benar hidup.

"Benar, Oma. Ambar sering melukis seperti itu karena Ambar ingin suatu saat bisa memiliki tubuh yang indah dan wajah yang cantik. Tidak gendut seperti ini, semua orang mengolok dan mengejek Ambar," jawab Ambar seraya mengerucutkan bibirnya.

Nenek Laurine terkekeh dibuatnya, wajah Ambar sekilas memang tampak cantik dan juga menggemaskan. Hanya saja kurang terawat jadi terkesan lebih tua dari umur yang sebenarnya.

"Baiklah, Apa kamu ingin punya badan yang kurus seperti lukisanmu itu?" tanya nenek Laurine ingin Ambar bisa mewujudkan impiannya.

Ambar membulatkan netranya bulat-bulat, pertanyaan nenek Laurine adalah sesuatu yang sangat ia impikan selama ini.

"Tentu saja, Oma. Ambar sangat menginginkannya. Ambar sudah lelah dengan ejekan semua orang yang mengatakan kalau badan Ambar seperti tong sampah!" jawab Ambar menggenggam tangan nenek Laurine.

"Baguslah kalau begitu, sekarang kamu ganti baju dan bersiaplah ikut Oma. Oma akan mengajak mu menemui teman Oma yang akan bisa merubah mu dan juga bisa membuat mu mampu mewujudkan cita-cita mu menjadi seorang pelukis ataupun desainer atau perias wajah. Bagaimana, kamu mau kan, Ambar?" Nenek Laurine menawarkan sesuatu yang paling Ambar inginkan selama ini.

"Tentu saja mau, Oma. Baiklah, Ambar akan ganti baju dan juga ambil tas dulu," sahut Ambar dengan bersemangat.

"Baiklah, Oma tunggu di depan. Kamu bersiaplah," ucap nenek Laurine yang mendapat anggukan dari Ambar.

Tidak berapa lama kemudian Ambar keluar dengan baju yang paling bagus menurutnya. sebuah dress ukuran jumbo dengan warna peach sepanjang dengkul. Nenek Laurine yang melihatnya hanya bisa menghela napas dalam-dalam. Siapa yang tidak malu bila berjalan dengan Ambar, karena dalam kenyataannya penampilan Ambar terkesan tua dan terlihat lebih gemuk jika memakai baju yang serba longgar.

"Mari, Ambar. Kita akan pergi jalan-jalan terlebih dahulu. Oma akan bawa kamu ke butik agar kamu bisa tahu bagaimana mendesain gaun yang indah," ucap Oma dengan senyum yang dipaksakan. Sebenarnya dia juga merasa malu dengan penampilan Ambar, akan tetapi Oma juga bisa menerima karena memang Ambar berasal dari desa.

"Baik, Oma. Ambar senang sekali jika bisa belajar cara mendesain baju. Ambar ingin mendesain baju untuk wanita yang memiliki tubuh gendut seperti Ambar ini," ucap Ambar bersemangat. Salah satu impian dia ternyata juga ingin membuat baju yang cocok untuk wanita gemuk sepertinya. Berharap kaum wanita dengan badan melar dan harus memakai ukuran big size bisa terlihat cantik memesona.

Mobil yang ditumpangi keduanya melaju dengan perlahan. Selain membawa lansia, mobil itu juga membawa wanita yang over size.

Tidak berapa lama kemudian, mobil itu teroslir indah di sebuah butik ternama.

Ting ... Tong ....

Oma Laurine memencet bel yang ada di sisi kanan butik itu. Tiga menit kemudian seorang wanita setengah baya keluar dari butik ini.

"Laurine? Hai apa kabar? Benar ini kamu bukan, Laurine? Aku dengar suami mu sakit dan meninggal dunia. Maafkan aku yang tidak bisa datang. Aku ada show di Los Angeles," ucap wanita setengah baya itu memeluk Oma Laurine.

"Sudahlah, Sandra. Semua sudah berlalu, hanya saja sebagai gantinya kamu harus mau mengajari cucuku ini bagaimana bisa belajar mendesain baju dan juga merubah penampilannya,"ucap Oma Laurine sambil tersenyum.

Wanita setengah baya yang bernama Sandra itu melepaskan pelukannya dan menatap ke arah Ambar. Untuk sejenak Sandra terdiam sembari memindai tubuh Ambar.

"Siapa dia, Laurine?" tanya Sandra pada Oma Laurine, seraya netranya masih menatap Ambar dengan tatapan merendahkan.

"Dia adalah istri Rexy, dia ...."

"Apa?! Dia istri Rexy? Yang benar saja?!" sahut Sandra tidak percaya jika Ambar adalah istri dari seorang Rexy. Jelas saja perbedaan mereka menyolok karena yang Sandra tahu, Rexy memiliki selera yang tinggi soal wanita.

"Ayo Ambar, perkenalkan dirimu pada teman Oma yang sebentar lagi akan gurumu untuk belajar tentang bagaimana mendesain baju sesuai buang kau inginkan," ujar Oma Laurine. Memberi semangat pada

Ambar.

"Baik, Oma. Hai Nyonya ... Terima kasih sebelumnya karena sudah menjadi guru buat Ambar," jawab Ambar dengan ramah dan juga sopan.

Sandra menghela napas dalam-dalam, tapi hatinya merasa pesimis setelah melihat Ambar dalam bentuk perbuatan cinta.

"Hai, Ambar. Mari silakan masuk," ajak Sandra pada Ambar dan Laurine untuk masuk ke dalam butiknya.

Ambar melangkahkan kakinya masuk ke dalam butik. Netranya membulat sempurna manakala melihat banyak baju indah yang dipajang. Semua baju itu terlihat mewah dan tentunya harga baju itu juga mahal. Ambar menjadi insecure sendiri, merasa dirinya kecil dan tidak pantas berada di tempat itu.

Bruk!

"Maaf."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status