Beranda / Romansa / Terjerat Cinta dan Dendam sang CEO / Dendam Pria yang Tersakiti

Share

Dendam Pria yang Tersakiti

Penulis: Mommykai22
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-17 12:55:03

"A-apa maksud Ibu? Patra tidak mungkin pergi, dia tidak mungkin meninggalkan aku!" Nero menolak mentah-mentah perkataan ibunya.

Tidak mungkin Patra pergi begitu saja tanpa alasan.

Nero tahu wanita itu sangat mencintainya. Selama ini mereka sudah berjuang keras untuk mendapatkan restu sang ibu. Bahkan untuk bertemu pun, mereka harus bertemu secara diam-diam.

"Aku mau pergi mencari Patra!" Nero berniat menyibak selimut besarnya, tapi untuk bergerak pun ia tidak punya tenaga.

Semua orang menahan tubuhnya, tetapi suatu yang aneh terjadi.

"Mengapa aku tidak bisa bergerak?" Semua anggota tubuh Nero bisa ia rasakan, kecuali kakinya. "Ada apa dengan kakiku? Mengapa kedua kakiku tidak bisa digerakkan?" Wajah Nero mengerut dengan raut kepanikan.

Ia bertanya-tanya pada orang-orang yang ada di kamar, mencari jawaban.

Ibu Nero hanya bisa terdiam dengan rahang mengeras dan tidak menanggapi Nero lagi hingga tidak lama kemudian, dokter pun menjelaskan kondisi Nero.

Mayat hidup.

Mungkin dua kata itu adalah kata yang paling tepat untuk menggambarkan kondisi Nero yang divonis lumpuh karena kecelakaan itu.

"A-apa??!" Wajah tampan itu semakin memucat. Tubuh kekarnya yang terasa lebih lemah itu bergetar. "Apa aku bisa sembuh?"

Nero menatap nanar pada kedua kakinya. Apakah ini akhir untuk hidupnya? Entah berapa lama kakinya akan lumpuh seperti ini, bisa saja ia akan lumpuh selamanya, sebab tidak ada satu pun yang bisa memastikan kapan ia bisa berjalan lagi.

Beberapa hari kemudian, kondisi Nero masih sama. Pria itu terus-terusan teringat pada Patra. Tidak peduli pada kondisinya sekarang, ia bersikeras ingin menemui kekasihnya dan minta maaf pada karena sudah datang terlambat. 

"Suster, bawakan kursi roda, aku harus keluar dari rumah sakit!" pintanya pada suster jaga.

Ibu Nero yang mengetahui hal itu langsung mencegahnya. "Kau tidak akan ke mana-mana, Nero!"

"Aku sudah cukup berdiam di rumah sakit, aku harus mencari Patra, Ibu!"

"Tidak usah dicari lagi!"

"Dia menungguku, Ibu! Aku harus ...."

"Dia sudah pergi setelah Ibu memberinya uang yang sangat banyak!" sela ibu Nero akhirnya.

Nero tersentak. "Apa? Uang? Ibu pikir Patra wanita mata duitan seperti itu?" geram Nero dengan suara yang meninggi.

"Dia memang wanita mata duitan, Nero! Yang dia butuhkan darimu hanya uang! Dia bukan wanita baik-baik dan dia hanya berpura-pura mencintaimu, karena uang!"

"Ibu salah! Patra tidak seperti itu! Kami saling mencintai dan tidak ada yang bisa memisahkan kami!"

"Ada! Uang!" sahut ibunya cepat. "Buktinya dia lebih memilih uang daripada cinta yang kau banggakan itu, Nero!"

"Kemarin dia sempat ke sini, dan begitu mengetahui kalau kau lumpuh, dia langsung memilih uang itu dan pergi tanpa berpikir panjang. Benar-benar jalang murahan!" ucap ibu Nero lagi berdusta.

"Percuma menunggunya lagi, Nero! Dia sudah pergi! Bukankah sudah Ibu bilang kalau dia bukan wanita baik-baik? Dia hanya mencintai uangmu! Apalagi melihat kondisimu ini, terbukti kan dia itu wanita seperti apa!" imbuh ibu Nero sarkastik.

Nero langsung dibakar amarah mendengarnya. "Tidak mungkin! Jika pun iya, Patra pasti punya alasan sendiri. Aku akan membuktikannya!"

"Kau tidak perlu membuktikannya lagi, Nero," jawab ibunya berusaha menghentikan upaya Nero untuk pergi. "Lihat saja foto-foto ini!"

Diberikannya beberapa foto Patra yang begitu mesra dengan seorang pria.

Tentu saja, ibu Nero sengaja memanipulasi bukti pendukung sedemikian rupa untuk menyempurnakan rencananya menjauhkan Nero dengan Patra. Ia juga terus meyakinkan Nero tentang seberapa munafiknya Patra.

Nero yang tidak mengetahui kebenarannya itu pun begitu begitu sakit mendengarnya.

Melihat upayanya cukup berhasil, diam-diam sebuah senyum menyeringai terbit di wajah ibu Nero. 

"Untung saja kau tidak bersamanya. Dia hanya akan merusak masa depanmu. Wanita seperti itu tidak patut kau perjuangkan!" tambahnya semakin membakar suasana.

Nero meremas foto-foto itu sambil terus menggeleng. "Tidak, ini tidak benar! Aku harus meminta penjelasan padanya tentang foto ini!" 

Pada akhirnya, Nero dibiarkan keluar dari rumah sakit dan mengunjungi rumah Patra. Namun, tentu saja semua nihil. 

Rumah sederhana yang dulu ditempati Patra sudah kosong. Ponsel sang kekasih pun sudah tidak aktif lagi. Semua kenalan mereka tidak ada yang tahu ke mana keluarga Patra pergi.

Berhari-hari Nero memantau rumah itu. Sayang, keberadaan kekasihnya lenyap begitu saja bagaikan ditelan bumi.

Hatinya hancur. Ia menolak percaya bahwa wanita yang paling dicintainya ternyata tega mengkhianati dan meninggalkannya pada masa terburuk ini. Padahal, tidak pernah sekalipun terlintas di pikiran Nero untuk meninggalkan Patra, walau hubungan mereka harus berjalan di tengah jalan berbatu penuh kerikil ini.

Pada saat paling terpuruk itulah, ibu Nero kembali menancapkan ketidaksukaannya pada Patra.

"Nak, Ibu hanya ingin yang terbaik untukmu. Sekarang kita sudah ditunjukkan wajah asli wanita itu. Untung saja kau tidak menikah dengannya. Ibu yakin kau akan mendapatkan wanita cantik, bermartabat, dan terpandang, tidak seperti dia. Kau pasti bisa melewati ini."

Sejak saat itu, Nero pun akhirnya berbalik membenci semua tentang Patra. Hatinya yang dulu begitu mencintai sang kekasih, kini berbalut dendam membara. 

Mungkin butuh waktu yang tidak sebentar hingga ia bisa berjalan lagi. Namun, ia berjanji pada dirinya sendiri, sampai pada hari di mana semuanya kembali normal, ia akan menjadi orang yang berbeda dari hari ini. Bukan Nero yang dulu atau Nero yang saat ini.

Rasa sakit hati ini akan ia balas pada beberapa tahun lagi, membiarkan wanita itu merasakan rasa sakit yang bertubi-tubi.

"Bangkitlah, Nero! Bangkit! Kau harus bisa berjalan lagi! Ingat, kau harus sembuh untuk membalaskan sakit hatimu!" geram Nero dengan sakit hati yang teramat sangat.

**

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjerat Cinta dan Dendam sang CEO   Serba Salah

    "Kita duduk di sana saja, Patra! Wah, kita sudah berjalan cukup jauh ya! Untung saja tadi Pak Barry membawa kita ke sini jadi kita tahu kalau di sini ada sungai yang begitu indah. Hawanya sejuk sekali!" kata Kania sambil duduk di sebuah batu besar di pinggir sungai."Aku juga terkejut melihat sungai ini, alirannya cukup deras," sahut Patra sambil menatap ngeri pada aliran sungai yang cukup deras itu. "Hmm, karena ini alam liar yang masih asri, semuanya sedikit berbahaya, hati-hatilah."Patra tersenyum dan mengangguk. "Terima kasih, Bu Kania!"Mereka pun saling menatap sejenak dan saling melempar senyum.Pak Barry tadi sempat mengajak mereka berkeliling sampai ke belakang area villa yang ternyata menyembunyikan pemandangan yang lebih indah, termasuk sungai yang beraliran deras ini. Sungai yang terlihat indah dengan suara air yang menyenangkan sekaligus mengerikan.Patra dan Kania pun masih menikmati udara segar sambil sesekali tersenyum pada beberapa orang yang melintas di sana. Tid

  • Terjerat Cinta dan Dendam sang CEO   Kedekatan Dua Wanita

    Suara burung terdengar bersahutan pagi itu. Suara sapu yang bergesekan dengan rumput dan daun kering pun ikut membuat Nero terbangun dari tidurnya. Nero mengangkat lengannya menutupi matanya yang mendadak silau oleh cahaya sebelum perlahan ia membuka mata sepenuhnya. "Eh, selamat pagi, Pak! Mengapa tidur di sini?" sapa seorang tukang kebun yang sedang menyapu daun kering. Nero pun menoleh ke arah pria itu dan perlahan bangkit berdiri. "Ah, astaga, maaf! Aku hanya tidak sadar kalau tertidur," sahut Nero sambil masih menggosok matanya. "Udaranya sangat dingin di pagi dan malam hari, Pak. Segeralah masuk ke villa!""Ah, iya, terima kasih!" Nero mengangguk dan tersenyum lalu ia pun pergi ke villa meninggalkan tukang kebun itu. Nero terlalu bersedih setelah Patra meninggalkannya semalam sampai ia pun berbaring di rumput sambil menatap langit dan ia sama sekali tidak sadar kalau ia tertidur. "Ck, apa Kania menungguku semalam? Bagaimana aku harus menjelaskannya?"Nero pun segera kemb

  • Terjerat Cinta dan Dendam sang CEO   Kenyataan yang Begitu Sulit Dikatakan

    "Kau baik-baik saja, Kania! Ya, kau baik-baik saja! Tenangkan dirimu dan semua baik-baik saja!"Kania terus mensugesti dirinya bahwa ia baik-baik saja. Entah berapa lama ia menangis di kamar mandi dengan begitu pilu sampai ia pun sudah memutuskan kalau ia baik-baik saja. "Nero hanya gelisah dengan hatinya, tapi nanti dia akan kembali lagi padamu. Seperti biasa, kau harus selalu memahaminya, Kania.""Ya, aku sudah begitu memahamimu, Sayang. Kau hanya butuh waktu yang sedikit lebih lama. Mungkin saat ini semua kegalauan hatimu sedang meledak sampai kau meminta putus, tapi tidak apa, Sayang. Tidak apa. Aku baik-baik saja ...."Sebuah senyuman terbit di wajah Kania dan ia pun segera menghapus sisa air matanya. Dengan cepat, Kania menuju ke wastafel dan membasuh wajahnya sambil terus tersenyum. Sejak kecil, Kania sudah biasa mengatasi semua masalahnya sendiri dan ia pun sudah biasa menyembuhkan dirinya sendiri bagaimanapun sakitnya dan Kania yakin kali ini ia pun akan baik-baik saja.

  • Terjerat Cinta dan Dendam sang CEO   Kemesraan Terlarang

    Patra masih berdiri mematung dan sama sekali tidak berani mempercayai pendengarannya. Apa? Putus? Nero dan Kania putus? Tatapan Patra seketika goyah dan perlahan ia pun langsung berbalik menghadap ke arah Nero yang juga sudah kembali berdiri menatapnya. "Kau bilang apa?""Aku sudah memutuskan Kania, Patra," ulang Nero lantang. Tapi Patra nampak begitu syok mendengarnya. "Kau pasti bercanda kan, Nero?""Apa aku terlihat seperti sedang bercanda? Aku tidak bercanda, Patra. Aku sudah meminta putus dari Kania.""Mengapa kau memutuskannya, Nero? Bu Kania sangat mencintaimu!""Tapi aku tidak mencintainya, Patra! Bukankah sudah kubilang padamu bertahun-tahun aku mencoba mencintai Kania, tapi aku tidak bisa! Aku mencintaimu! Dulu dan sekarang aku hanya bisa mencintai satu wanita yaitu kau, Patra!"Patra menggeleng keras. Patra terus menggeleng. "Tidak, Nero! Tidak! Tidak seharusnya kau meminta putus darinya! Kalian sudah bertunangan, kau tidak bisa seenaknya putus dengannya!""Mengapa tida

  • Terjerat Cinta dan Dendam sang CEO   Pengakuan Mengejutkan

    Nero menapakkan kakinya ke bagian taman yang lebih sepi di dekat perbatasan area hutan. Benar-benar tidak ada orang di sini, hanya serangga kecil yang terus beterbangan, namun Nero tidak peduli karena Nero memang butuh ketenangan.Perasaan hatinya sangat kacau. Walaupun pekerjaan mereka sudah berhasil dengan sukses pun sama sekali tidak bisa membuat suasana hati Nero menjadi lebih baik dan Nero membenci perasaan ini. Nero pun hanya bisa mendongak menatap bintang berkilauan di langit saat tiba-tiba terdengar suara di belakangnya. Suasana sangat sepi hingga langkah kaki yang menginjak rumput yang lembab itu tentu akan terdengar oleh Nero. Namun, Nero masih belum mau menghentikan aktivitasnya menatap bintang. Sampai Nero mendengar langkah kaki itu menjauh dan Nero pun menoleh ke belakang. Untuk sesaat, suasana hening saat Nero mengenali punggung wanita yang sedang melangkah menjauhinya itu. Nero hanya terus menatapnya dengan penuh kerinduan sampai ia pun tidak tahan dan memanggiln

  • Terjerat Cinta dan Dendam sang CEO   Temani Aku

    Kania masih memeluk lututnya di kamar mandi sambil menatap dengan tatapan kosong. Hatinya begitu sakit dan rasa sakitnya sama sekali tidak berkurang. Nero hanya meminta putus darinya tapi ia benar-benar merasa seolah dunianya runtuh. Padahal Kania belum bertanya apa pun tentang wanita itu. Entah akan bagaimana hati Kania nanti saat mengetahui fakta lain tentang wanita itu. Selama enam tahun ini, Kania sudah berusaha melakukan semua yang ia bisa untuk Nero. Walaupun awalnya hanya karena rasa bersalah, namun lambat laun rasa itu menjadi cinta yang luar biasa sampai Kania tidak bisa melangkah lagi tanpa Nero di sampingnya. "Duniaku hanya berpusat padamu, Nero. Kau boleh tidak mencintaiku, kau boleh tidak menginginkan aku, tapi aku benar-benar tidak sanggup berpisah denganmu ...." "Bagaimana caranya kau bisa mencintai orang lain padahal hanya aku yang ada di sampingmu ... Nero ....""Bagaimana ini? Bagaimana ini? Ibu ... Tante Cintya ... bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan? Aku

  • Terjerat Cinta dan Dendam sang CEO   Ketulusan Seorang Pria

    Jantung Patra berdebar begitu kencang mendengarnya. Tatapan Axel terlihat sangat tulus dan tatapan Patra pun menjadi goyah melihatnya. Untuk sesaat, hati Patra berdesir karena ada seorang pria yang begitu mencintainya. Bukankah setelah melewati banyak hal yang menyedihkan, Patra juga berhak bahagia dan dicintai. Namun, tidak dapat dipungkiri Patra sendiri merasa takut. Takut untuk kembali berhubungan dengan pria, takut kalau kejadian yang serupa akan dialaminya, dilecehkan oleh keluarga Axel nanti karena keluarga Patra hanya keluarga miskin. Dan juga takut kalau Axel tidak bisa menerimanya seandainya tahu Patra pernah diperkosa. Sungguh, itu bukan hal yang baik bagi seorang wanita. Tapi selain semua itu ... Patra tidak punya perasaan yang sama dengan Axel. Sebagai seorang wanita sebenarnya Patra tahu kalau lebih baik dicintai daripada mencintai dan sekalipun Patra tidak punya perasaan seperti Axel, bukan hal sulit bagi Patra untuk menerima Axel dan hidup bahagia bersama Axel. N

  • Terjerat Cinta dan Dendam sang CEO   Terima Aku Menjadi Kekasihmu

    Brak!Nero menutup pintu kamarnya dengan begitu kesal. Tanpa mempedulikan Kania, Nero pun terus berjalan mondar mandir sambil mengembuskan napas panjang dan hati Kania pun makin sakit melihatnya. "Ada apa, Nero?" Kania berhasil bertanya dengan suara yang sudah bergetar. "Apa yang ... membuatmu sampai semarah ini?""Tidak ada, Kania! Aku hanya sedang kesal! Tidurlah duluan!" Nero mengedikkan kepalanya ke arah ranjang. Namun, Kania hanya melirik ranjangnya lalu tertawa pelan menatap Nero. "Ranjang itu sama sekali tidak hangat untukku, Nero. Kita tidur satu kamar tapi aku merasa seperti sedang tidur sendiri."Nero langsung terdiam mendengarnya. Ia pun menatap Kania dengan tatapan penuh tanya. "Apa maksudmu, Kania? Kemarin malam aku memang baru kembali ke kamar tengah malam karena itu, aku langsung tidur!""Kau tahu bukan itu maksudku, Nero!""Tidak! Aku tidak mengerti maksudmu, Kania! Apa yang sebenarnya kau bicarakan?"Kania menelan salivanya dan memaksakan senyumnya. "Selama tiga t

  • Terjerat Cinta dan Dendam sang CEO   Kenyataan yang Tidak Terbantahkan

    "Baiklah, aku bersedia berinvestasi untuk proyek ini!" kata Pak Barry siang itu. Semua orang sudah begitu tegang sejak pagi dan Patra pun menampilkan presentasi terbaiknya di hadapan Pak Barry di ruang kerja pria itu. Patra menjelaskan semuanya dengan sangat baik sampai Axel dan Juan pun tersenyum puas. Axel sendiri ikut membantu menjelaskan bagiannya dan singkat kata, semuanya berjalan begitu lancar dan sukses. Patra pun hampir saja melonjak kegirangan mendengar ucapan Pak Barry. "Anda ... Anda serius, Pak Barry?" tanya Patra tidak yakin. "Apa aku terlihat sedang bercanda?" balas Pak Barry santai seolah memutuskan menggelontorkan uang begitu banyak sama sekali tidak ada artinya untuk pria itu. "Ah, tidak ...." Patra begitu sungkan. "Selama kau yang memimpin proyeknya, aku setuju!""Eh? Aku ... tentu aku yang memimpin proyek ini!""Baiklah, aku setuju! Aku menunggu dokumen legalnya untuk kutandatangani dan aku akan segera mengirim uangnya untuk berinvestasi di proyek ini." Se

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status