04
Avreen memerhatikan para lelaki yang tengah melakukan lomba renang. Dia turut berseru bersama penonton lainnya, kala Nuriel melesat meninggalkan para peserta lomba.
Avreen yang berada di kursi teras, berdiri dan jalan cepat menyambangi ajudannya, yang baru tiba di tepi kolam. Avreen beradu toss dengan Nuriel, lalu dia berjoget untuk merayakan kemenangan sang pengawal.
Nuriel bergegas naik dan turut bergoyang. Keduanya tidak peduli diteriaki yang lainnya. Terutama dari lawan Nuriel yang kalah lomba tersebut.
"Riel, kamu makan apa, sih? Berenangnya cepat banget," tukas Yusuf sembari menggosokkan handuk ke badannya yang basah.
"Biasa aja, Bang. Nggak ada yang spesial," jawab Nuriel yang telah berpindah duduk di bangku panjang bersama nonanya.
"Mungkin Nuriel adalah titisan pesut," sela Jauhari sambil memasang tampang serius.
"Bukan, dia dulunya belut," cakap Chalid, ajudan Panglima.
"Cecurut," imbuh Aditya.
"Ikan badut," lontar Hasbi.
"Anjing laut," papar Jeffrey.
"Singa laut," imbuh Nanang.
"Kuda laut," cetus Qadry.
"Marmut," sahut Chairil.
"Burung perkutut," jelas Fawwaz.
"Semut," lontar Ibrahim.
"Siput," ungkap Syuja.
"Ikan trout," celetuk Robert.
"Jeruk purut," beber Dimas.
"Sop buntut," timpal Harun.
"Lele mangut," jawab Ukky.
"Enakan bibir diemut," seloroh Wahyudi yang langsung diteriaki teman-temannya.
"Yud, tolong, ya. Hargai yang jomlo!" desis Gumelar.
"Makanya, buruan cari calon istri," sahut Wahyudi.
"Nasibku nggak seberuntung kamu. Susah banget cari perempuan baik yang mau menerimaku apa adanya," keluh Gumelar.
"Ucapanmu salah. Jangan bilang gitu. Harusnya, yang mencintaimu tanpa batas," ujar Harun.
"Betul itu. Kalau cinta, pasti dia ikhlas menerima kita, dalam kondisi apa pun," jelas Qadry.
"Satu lagi, Gum. Jangan terlalu nenggak. Kita nggak ganteng dan belum kaya. Jadi mesti cari yang sepantar," tutur Fawwaz.
"Sebetulnya, perempuan itu nggak terlalu mementingkan harta," celetuk Avreen yang menyebabkan dirinya dipandangi para lelaki tersebut. "Bagi perempuan, yang penting itu, kenyamanan. Kalau dapat yang kaya, itu bonus," lanjutnya.
"Nyaman juga butuh modal, Non," ungkap Jauhari.
"Ya, tapi nggak perlu juga materi berlimpah. Secukupnya aja," kilah Avreen.
"Non bisa bicara begitu, karena berasal dari keluarga kaya."
"Loh, yang kaya itu orang tuaku. Papa, Mama, Ayah, Ibu dan yang lainnya. Aku nggak punya apa-apa, Om. Kuliah juga masih ngandelin kiriman uang dari Papa."
"Bentar." Yusuf memandangi sahabatnya, lalu dia beralih mengamati perempuan bermata sipit di kursi seberang. "Non manggil Ari dengan Om?" tanyanya.
"Ya," jelas Avreen. "Kenapa, Bang?" desaknya.
"Umur kami sama. Bahkan Ari paling muda di tim lapis tiga," ungkap Yusuf seraya mengulum senyuman. "Harusnya Non manggil dia Abang juga. Sama kayak Non manggil aku," lanjutnya.
Avreen memandangi pria yang dimaksud, yang balas menatapnya saksama. "Nanti, deh. Sekarang, lidahku lebih pas manggil Om," sanggahnya, sebelum berdiri dan jalan menjauh.
Para pria itu saling menyiku, sebelum mereka memutar badan sambil tertawa dengan suara pelan. Jauhari mendengkus kuat, lalu dia bangkit dan mengayunkan tungkai menuju ruang ganti.
***
*Grup Pengawal Lapis Tiga, Empat dan Lima*
Yusuf : Om @Jauhari. Ka mana, euy?
Harun : Ari ngambek.
Nanang : Ari pundung.
Chairil : Ari merajuk.
Hasbi : Aku bimbang tadi. Antara prihatin, sama pengen ketawa.
Qadry : Aku, sih, ketawa aja.
Jeffrey : Nasibmu, @Jauhari.
Fawwaz : Ari, muncul, dong.
Gumelar : Ari nggak ada di mess.
Ibrahim : Ke mana dia?
Aditya : Ari di rumah Pak Sultan.
Wahyudi : Dari tadi sore nggak ikut pulang? @Aditya.
Aditya : Hu um. Kami tadi mau pulang bareng, tapi Ari dipanggil Pak Sultan ke ruang kerjanya. Aku pulang duluan.
Ukky : Bang Ari nantinya pulang pakai apa?
Gumelar : Banyak yang bisa nganterin.
Qadry : Ari nggak pulang, Gaes. Dia mau nginap di sana. Ini kata Bang Yan. Mereka baru beres rapat sama Bang Varo, Pak Tio, Mas Marley, Mas Prabu dan Panglima.
Wandi : Ari disidang? @Qadry.
Qadry : Enggak. Tadi ngebahas jadwal perjalanan ke Australia.
Yusuf : Oh, iya. Ari diminta ngawal Non Avreen ke sana. Dia mau ngecek beberapa universitas. Persiapan mau kuliah pascasarjana.
Kirman : Aku baru dengar berita itu.
Syaiful : Kamu nggak perlu tahu, @Kirman.
Uday : Ho oh. Apalah kita, nih. Cuma remahan rengginang.
Dimas : Aku lagi ngemil opak.
Syuja : Aku punya kacang bawang.
Robert : Aku lagi di tempat nasi uduk. Ada yang mau nitip?
Uwais : Aku, @Robert. Pakai ayam bakar dan tahu goreng.
Aditya : Aku juga mau, @Robert. Samain aja dengan Uwais.
Yusuf : Aku mau juga, dong. Ayam goreng. Sate usus. Tahu dan tempe.
Harun : Aku nitip dua porsi, @Robert. Ayam bakarnya tiga. Tahu, dua, dan sambalnya banyak.
Hisyam : Aku ngeces!
Sanjaya : Kalian ini, aku jadi pengen juga.
Lazuardi : Besok aku nitip duit ke Bibi Maggie. Minta bikinin buat malamnya.
Frank : Asyik! Besok kebetulan aku off.
Valdi : Anterin ke rumah Pak Jerome, @Frank..
Frank : Okeh. Aku bawain banyak. Supaya para bule itu ikutan makan.
Robi : Mereka pada doyan masakan khas Indonesia.
Uwais : Apa aku pindah ke London aja, dan jualan di sana?
Hisyam : Sini, @Uwais. Aku butuh asisten baru.
Uwais : Berangkat!
Fauziah : Aku pengen nyoba dinas di Eropa.
Hisyam : Bicarakan dengan suamimu, @Fauziah.
Anjani : Suamiku juga pengen balik lagi ke London. Tapi nggak dibolehin Bang W.
Hisyam : Bang Mardi sudah pas pegang Amerika. Belum ada yang bisa gantiin beliau di sana, @Anjani.
Syaiful : Aku mau ngajuin diri buat jadi wakil PG dan PBK di Amerika.
Harun : Yuks, @Syaiful. Kita bisa saling mengunjungi.
***
Jauhari membaca semua pesan di grup itu dari atas. Dia tengah enggan berbincang, yang akhirnya menonaktifkan ponsel dan meletakkan benda itu ke meja sebelah kanan kasur.
Jauhari merebahkan badan, lalu memandangi langit-langit putih nan bersih. Pria berlesung pipi memikirkan berbagai tugas yang tengah menantinya di masa mendatang.
Lelaki berkaus putih sebenarnya masih belum siap untuk memimpin satu perusahaan. Namun, dia telanjur menyanggupi untuk menjadi direktur EMERALD, yang telah beroperasi sejak bulan lalu.
Perusahaan milik ketiga puluh pengusaha dari PG, PC dan PCD itu dibentuk Alvaro, Tio serta Wirya, khusus untuk Jauhari. Ketiga komisaris PBK tersebut ingin Jauhari bisa menyamai kemampuan rekan-rekannya dalam berbisnis.
Selain Jauhari, kesembilan rekannya di pengawal lapis tiga juga telah mendapatkan bagian perusahaan masing-masing. Alvaro dan Wirya ingin para junior andalan bisa sesukses mereka, serta semua pengawal lapis dua yang diberi julukan Power Rangers.
Panggilan dari luar menyebabkan Jauhari bergegas bangkit. Dia jalan untuk membukakan pintu, lalu terhenyak menyaksikan orang di hadapannya.
107Ruang tunggu khusus penumpang pesawat pribadi atau carteran, sore itu tampak ramai orang dengan berbagai tampilan. Sebab rombongan yang akan berangkat sangat banyak, membuat para ketua rombongan membedakan warna baju setiap kelompok.Tim Eropa yang dipimpin Carlos, mengenakan kemeja putih dan celana biru. Tim Kanada yang dipimpin Harun, memakai kemeja biru muda dan celana hitam. Sedangkan tim Australia yang dipimpin Nadhif, menggunakan kemeja hijau dan celana krem. Keluarga puluhan pengawal muda, terlihat lebih sedih dibandingkan pengantar lainnya. Sebab anak-anak mereka yang berangkat itu semuanya berusia di bawah 24 tahun, dan baru pertama kali bertugas ke luar negeri. Hal berbeda dilakukan keluarga pengawal lama, yang sudah lebih kuat hatinya ditinggal anak untuk berdinas. Para orang tua tersebut tampak ceria dan saling bercengkerama, karena sudah cukup akrab. Menjelang keberangkatan, para manajer dan staf masing-masing kelompok, dipanggil Wirya untuk berkumpul di sudut kan
106Pagi menjelang siang, Ishwar dan keluarganya tiba di kediaman Jauhari. Tidak berselang lama, Mediawan dan Lituhayu beserta keluarga Pramudya, juga turut hadir. Jalan blok depan rumah Jauhari seketika dipenuhi banyak mobil mewah. Beberapa ajudan muda akhirnya memindahkan mobil-mobil ke blok belakang yang masih kosong. Jauhari meringis ketika mendengar percakapan Tio, Mediawan, Sultan, dan Marley, yang tengah membahas rencana renovasi rumah. Jauhari bingung, bagaimana caranya untuk menyampaikan keberatannya pada keluarga Avreen. Selain karena sungkan, Jauhari juga tidak mau menyinggung perasaan mereka yang berniat membantu. Kala Alvaro datang bersama keenam sahabatnya, Jauhari menarik tangan Alvaro dan Wirya, untuk memasuki kamar utama. Jauhari bahkan sampai mengunci pintu, supaya tidak ada yang menerobos. Jauhari duduk di kursi dekat meja rias. Dia menyampaikan kegundagannya tentang percakapan Sultan dan yang lainnya. Alih-alih langsung menjawab, Alvaro dan Wirya justru tersen
105*Grup PBK New Original*Alvaro : Tes. Tes. Zulfi : Naha' bikin grup PBK New deui? Alvaro : Yang ini khusus kita bertujuh belas. Wirya : Aku baru mau ngusulin bikin grup khusus begini. Biar lebih enak ngobrolnya, dan nggak terlalu rame. Yoga : Yoih. Supaya lebih terkontrol. Yanuar : Mataku siwer. Huruf R, nggak kelihatan. Jadi terk-on-tol.Andri : Kumat! Haryono : Sipitih, Mesum! Jauhari : Bang Yan! Yusuf : Baru juga buka grup, sudah ngakak aku. Hisyam : Aku sampai baca ulang. Takut salah. Qadry : Maafkan Abang iparku, Teman-teman. Chairil : Nasibmu, @Qadry. Jeffrey : Aku lagi minum, sampai nyembur lihat komenan Bang Yan. Aditya : Bang Yan menodai mataku. Nanang : Merampas kesucianku. Fawwaz : Merenggut masa mudaku. Ibrahim : Menggelapkan duniaku. Yanuar : Kalian lebay! Alvaro : Elu duluan yang mulai, @Yanuar. Zulfi : Ho oh. Kita lagi mau mulai obrolan serius, jadi buyar pikiranku. Wirya : Stop dulu rapat kerjaan, capek otakku. Andri ; Iya, ihh. Aku lagi pengen
104Hari berganti. Senin pagi, Jauhari telah berada di ruang rapat lantai lima kantor PBK. Dia dan teman-temannya memfokuskan pandangan ke depan, di mana Wirya tengah mengumumkan nama para pengawal muda, yang harus bersiap-siap dikirim ke luar negeri. Semua orang bersuit kala nama Riaz disebut Wirya, dalam tim yang akan diberangkatkan ke London, awal tahun depan. Jauhari dan teman-temannya sudah menduga, jika Riaz-lah yang akan dipersiapkan untuk menggantikan Lazuardi, untuk menangani area Eropa.Jauhari dan rekan-rekannya tidak mempermasalahkan jika karier Riaz lebih melesat dibandingkan angkatan lama. Sebab mereka tahu, Riaz telah digembleng keras oleh Alvaro, Wirya dan Zulfi. Selain itu, para pengawal lapis tiga hingga sepuluh, mengakui kemampuan Adik Zulfi tersebut, dalam memimpin pasukan besar. Setelah Riaz dan rekan-rekan satu tim-nya kembali duduk di tempat semula, Wirya beralih mengumumkan kelompok pengawal muda yang akan dikirim ke Kanada, awal Januari tahun depan. "Untuk
103Jamuan makan malam di restoran milik Hadrian di kawasan Lebak Bulus, berlangsung meriah. Selain tim PBK, kelompok Rupert, tim Spanyol, Australia, Kanada, Eropa, dan Taiwan juga berada di sana. Seusai bersantap, Jauhari mengajak Avreen ke panggung kecil yang telah disiapkan panitia. Keduanya berbisik-bisik, kemudian mereka mengarahkan pandangan ke depan. "Silakan dilanjutkan makannya. Kami hanya ingin mendongeng sedikit," tutur Jauhari memulai pidatonya. "Aku dan Avreen, ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya pada semua pihak, yang telah membantu menyukseskan acara pernikahan kami," ungkap Jauhari. "Dimulai dari acara lamaran yang tidak bisa kuhadiri karena masih terkurung di dalam jeruji. Acara pengajian, siraman, akad, pesta pertama hingga pesta kedua," cakap Jauhari. "Aku tahu, miliaran ucapan terima kasih dari kami, tidak akan cukup untuk membalas kerja keras kalian," tukas Avreen. "Sebab itu, aku dan Abang, hanya bisa berdoa supaya kalian selalu sehat, berl
102 Jumat pagi, Jauhari dan Avreen berpamitan pada kedua orang tua dan keluarga lainnya. Kemudian pasangan tersebut menaiki mobil MPV hitam, yang segera melaju menjauhi kediaman Ishwar. Sepanjang perjalanan menuju Jakarta, Avreen sibuk berkomunikasi dengan rekan-rekannya di grup pesan alumni kampus. Setelahnya, Avreen beralih untuk berbincang dengan karyawan ZAMRUD kantor Jakarta, tempat yang tengah dituju perempuan tersebut. Puluhan menit berlalu, Jauhari menghentikan kendaraan di depan gedung belasan lantai. Dia dan Avreen turun, lalu mereka jalan menuju lobi utama. Sapaan para pegawai dibalas keduanya dengan ramah. Kemudian mereka menaiki lift untuk mencapai lantai 3, di mana kantor PBK berada. Teriakan rekan-rekan Jauhari menyambut kedatangan pasangan pengantin baru tersebut, yang membalas dengan senyuman. Mereka menyalami tim lapis empat hingga tujuh, yang menempati deretan kubikel di sisi kanan bangunan. Jauhari dan Avreen meneruskan langkah menuju ruangan luas di sisi ki