Jauhari Devanka, pengawal muda PBK, ditugaskan untuk menemani Avreen Ravania Gahyaka, putri kedua Mediawan, berlibur ke Australia. Avreen yang hendak melanjutkan kuliah pascasarjana di sana, ingin meninjau beberapa universitas. Pada awalnya liburan itu berjalan lancar. Namun, semuanya berubah kacau, ketika tanpa sengaja Avreen menjadi saksi penga-niayaan dua laki-laki. Semenjak itu, Avreen dikejar para pelaku yang merupakan anggota mafia. Jauhari dan para ajudan muda lainnya, berjibaku untuk melindungi Avreen. Satu peristiwa fatal menjadikan posisi Jauhari terjepit. Demi melindungi sang nona, Jauhari terpaksa mengorbankan dirinya.
Lihat lebih banyak01
"Om, jalannya jangan dekat-dekat," bisik Avreen Ravania Gahyaka.
"Saya pengawal khusus Nona, nggak bisa jauh-jauh," sahut pria bermata sipit, sambil membatin, karena lagi-lagi dirinya dipanggil Om.
"Udah, deh. Sampai sini aja."
"Mohon maaf, Non. Permintaan Pak Sultan, saya harus mendampingi Non sampai acara selesai."
Perempuan berkulit putih tiba-tiba berhenti, dan menatap tajam pria berbibir tipis, yang juga turut menghentikan langkah. "Aku malu, tahu nggak?" ketusnya.
"Enggak."
Avreen mencebik. "Tiap Om dampingin itu, aku diledekin teman-teman!"
"Diledekin gimana?"
"Aku dibilang piaraan Om. Sugar baby."
Pria bersetelan jas biru mengilat semi formal tersebuit, bersusah payah menahan tawa yang nyaris menguar. Dia melirik segerombolan perempuan dan laki-laki muda, yang tengah memerhatikan mereka dari sekitar area.
"Begini aja, kalau mereka ngeledek lagi, Nona bisa balas kalau justru Nonalah yang membayar saya sebagai, ehm ... apa itu namanya? Yang cowok nyenengin cewek itu?" tanya Jauhari Devanka, pengawal lapis tiga PBK.
"Badut?" Avreen balas bertanya dengan lugu.
Jauhari menunduk untuk menyembunyikan senyumannya. "Ya, semacam itulah," jawabnya sambil menengadah, seusai menenangkan diri.
Avreen mengalihkan pandangan pada teman-temannya yang tampak sangat tertarik mengamati mereka. "Pokoknya Om tunggu di sini. Kalau nggak, aku nangis."
Jauhari berdecih pelan. Dia tahu itu senjata pamungkas putri kedua Mediawan Gahyaka, pengusaha senior yang merupakan Adik ipar Winarti Pramudya.
Jauhari akhirnya membiarkan Avreen melenggang menjauh. Dia mengamati sekitar sebelum berbalik untuk bergabung dengan Nuriel, ajudan pribadi Avreen.
"Om," ledek Nuriel seraya mengulaskan senyuman.
"Hmm. Apa aku kelihatan tua banget?" tanya Jauhari sambil memindai sekeliling.
"Abang sering pakai baju formal kayak gini. Jadi kalau dibandingkan dengan Non Avreen, memang kayak jauh lebih tua."
"Apa aku kerja pakai kaus ketat aja, ya?"
Nuriel kembali tersenyum. "Paling dipelototin Pak Sultan, atau dipandangi tajam sama Komandan Varo."
"Aku kontrol ke tempat Pak Sultan cuma dua kali seminggu. Mungkin bisa pakai kaus. Sekali-sekali aku tampil non formal."
"Aku juga ikut, ahh."
"Kamu wakil ketua regu, harus ngasih contoh yang benar."
"Ya, ampun, Bang! Capek aku berbaju formal terus.'
"Jangan banyak ngeluh. Entar posisimu kuganti."
Nuriel meringis, kemudian memandangi saat pria yang lebih tua tersebut mengayunkan tungkai menjauh. Nuriel mengagumi sosok Jauhari. Selain bertugas sebagai pengawas pasukan pengawal keluarga Pramudya, Jauhari juga memegang posisi yang sama di beberapa perusahaan besar lainnya.
Bagi Nuriel dan rekan-rekannya di angkatan ke-15, Jauhari merupakan salah satu panutan. Usianya baru 30 tahun, tetapi dia sanggup menangani banyak pekerjaan sekaligus.
Selain menjadi pengawas, Jauhari juga menjabat sebagai asisten direktur utama PBK, yakni perusahaan jasa keamanan milik keluarga Pramudya, Baltissen dan Kaisar. Selain itu, Jauhari juga menjabat sebagai direktur EMERALD, perusahaan baru bentukan Alvaro dan Wirya.
Jauhari mengitari area sambil sekali-sekali melirik Avreen yang sedang mengerumuni rekannya, Tamara yang tengah berulang tahun ke-20.
Jauhari terkadang bingung dengan gaya hidup teman-teman Avreen, yang seolah-olah memaksakan terlihat mewah, padahal kekayaan orang tuanya tidak seberapa.
Pria berkulit kuning langsat, teringat sosok Mayuree Fitriachara dan Malanaya Batari Pramudya, Kakak sepupu Avreen. Keduanya tetap bergaya sederhana, padahal keluarga mereka merupakan salah satu konglomerat di Indonesia.
Jauhari mengerjap-ngerjapkan mata ketika teriakan terdengar dari area depan, karena Tamara tengah menyuapi seorang pria berparas manis, yang membalas dengan mengecup kedua pipi sang gadis.
Jauhari menggeleng. Dia masih tidak paham doktrin seperti apa yang diterapkan para orang tua kelompok itu, sehingga mereka dengan santainya berani menunjukkan kemesraan di depan umum.
Belasan menit berlalu, Jauhari tengah menikmati makanan ketika mendengar perdebatan antara Avreen, dengan seorang pria muda yang dikenalinya sebagai Ernest Rashaun, mantan kekasih sang nona.
Jauhari memberi kode pada Nuriel, dan juniornya segera mendatangi Avreen serta Ernest, untuk melerai keduanya. Namun,
pertengkaran itu tetap tidak berhenti dan justru kian sengit.
Jauhari mendengkus kuat sebelum meletakkan piring ke meja khusus, lalu menghabiskan minumannya. Jauhari bergegas mendatangi dan berdiri di antara keduanya. Dia beradu pandang dengan sepasang mata sipit milik Ernest yang menatapnya tajam.
"Minggir!" desis lelaki berkemeja cokelat pas badan.
"Masih belum selesai berdebatnya?" tanya Jauhari.
"Ini bukan urusanmu!" bentak Ernest.
"Sopan sedikit kalau bicara. Saya lebih tua darimu. Setidaknya pakai basa-basi Abang atau Mas."
Ernest berdecih. "Panggilan sopan hanya untuk orang yang sepantar. Nggak cocok buatmu yang pegawai!"
"Lebih baik pekerja, daripada kayak kamu, yang tahunya nadah ke orang tua. Apa yang kamu hasilkan setelah lulus kuliah hampir 2 tahun? Nothing!"
Ernest membeliakkan mata. Dia kesal karena pengawal Avreen tersebut menjadi satu-satunya orang yang berani menghinanya di depan umum.
Ernest mengangkat dagu tinggi-tinggi agar bisa memandangi pria bersetelan jas biru lebih jelas. Perbedaan tinggi badan dan bentuk tubuh keduanya, membuat Ernest kian geram karena Jauhari lebih tinggi dibandingkan dirinya.
"Mari, Non, kita pulang," ajak Jauhari tanpa menoleh ke belakang.
"Urusan kita belum selesai, Reen!" seru Ernest sambil mengalihkan pandangan pada Avreen.
"Bagiku sudah!" ketus Avreen sembari menyelipkan tangan kiri ke lengan Jauhari "Yuk, Bang," rengeknya sambil menarik lelaki yang masih terkejut dipanggil Abang.
Avreen jalan tergesa-gesa untuk menyejajarkan langkahnya dengan Jauhari. Sedangkan Nuriel mengekori keduanya sambil memerhatikan sekeliling.
Ernest yang tersinggung karena ditinggal, segera mengejar dengan diikuti kedua sahabatnya. Sesampainya di tempat parkir, Ernest berhasil mendahului dan merentangkan kedua tangannya, hingga Jauhari serta Avreen terpaksa berhenti melangkah.
Nuriel berbalik dan beradu punggung dengan seniornya, sembari memandangi kedua lelaki muda yang sama sombongnya dengan Ernest.
"Non, silakan langsung memasuki mobil. Saya menyusul," ujar Jauhari sembari mendorong pelan Avreen hingga bergeser menjauh. "Non, masuklah," pintanya saat gadis berhidung bangir tersebut justru bergeming. "Non!" tegasnya yang menyebabkan Avreen terkesiap dan segera mengerjakan perintahnya.
Ernest melirik sang mantan kekasih, kemudian hendak menghampiri Avreen. Namun, Jauhari lebih dahulu menghalangi jalannya sembari memasang ekspresi serius.
"Kamu harus bisa memahami bahasa Indonesia. Dia bilang, urusan kalian sudah selesai. Jangan memaksa!" desis Jauhari. Dia memutuskan menggunakan kekuatan mengintimidasi, karena lawannya sangat keras kepala.
"Kamu jangan sok ngatur-ngatur. Ingat, kamu itu pegawai!" geram Ernest.
"Ya, pegawai Pak Sultan, bukan pegawai bapakmu!"
"Papaku bisa mengerahkan orang buat menyingkirkanmu!"
"Lakukan saja. Saya pengen lihat kemampuan seorang pensiunan polisi yang nggak bisa mendidik anaknya untuk lebih sopan!" Jauhari tersenyum miring untuk meledek lawannya.
"Atau mungkin waktu bikin kamu itu nggak pakai doa. Jadi anaknya ndableg gini. Nggak punya kuasa, masih numpang ke orang tua, sok dan sombong lagi. Ingat, ayahmu sudah pensiun. Kekuasaannya terbatas, beda sama pejabat aktif!" cibir Jauhari.
Ernest memelototi Jauhari yang tetap mempertahankan senyuman mengejek. Dia ingin menyanggah, tetapi kehabisan kata-kata. Pria berambut belah tengah, memandangi saat Jauhari menepuk pundak Nuriel, kemudian mereka memasuki bagian depan mobil MPV hitam.
Ernest menyingkir ke pinggir ketika mobil itu mundur dan memutar, kemudian menjauh. Dia menendang angin karena kesal, sambil berpikir mencari cara membalas hinaan Jauhari.
Sepanjang perjalanan menuju kediaman Sultan Pramudya, ketiga orang di mobil itu kompak diam. Avreen melipat tangan di depan dada sambil menyandar ke belakang. Tatapannya diarahkan ke deretan gedung tinggi di kiri jalan.
Ingatan gadis berbibir penuh, mengembara ke masa-masa dirinya terpesona pada Ernest, sebelum akhirnya menyadari bila dia hanya menjadi korban hasil taruhan para pria muda pengangguran.
Jauhari yang duduk di kursi samping sopir, memfokuskan pandangan ke depan. Dia memikirkan ancaman Ernest dan berencana membicarakan hal itu pada Wirya Arudji Kartawinata, direktur utama PBK. Jauhari tahu, bisa saja itu cuma gertakan kosong, tetapi dia harus bersiap menghadapi segala kemungkinan.
Jauhari memejamkan mata dan mengurut area tengah dahi. Dia kelelahan setelah bersiaga hampir dua puluh empat jam. Pria berhidung bangir memutuskan untuk libur selama tiga hari ke depan, dan pulang ke rumah orang tuanya.
"Riel, aku mau cuti dari semua unit. Kalau ada apa-apa, kamu hubungi Qadry atau Jeffrey," cetus Jauhari sambil membuka mata.
"Ya, Bang," sahut Nuriel. "Berapa hari off-nya?" tanyanya.
"Tiga hari."
"Pulang nanti, langsung ke unitku?"
"Kayaknya nggak. Nanti jadwalku ke unit lain."
Setibanya di tempat tujuan, Avreen turun seusai dibukakan pintu oleh Jauhari. Mereka jalan berdampingan menuju ruang tamu. Pria berambut tebal tersebut melaporkan pada Sultan bahwa pekerjaannya telah usai, sekaligus menerangkan jika dirinya akan off selama beberapa hari ke depan.
Sekian menit berikutnya, Avreen memandangi pria berlesung pipi, yang sedang berbincang dengan kelima pengawal keluarga Pramudya, di dekat pagar. Dia terus mengawasi, hingga Jauhari memasuki mobil MPV hitam, yang segera menjauh.
Avreen membatin, bila dirinya harus mengucapkan terima kasih pada Jauhari, karena pria tersebut telah membelanya di depan Ernest. Avreen mengingat-ingat untuk menghubungi Jauhari esok hari. Kemudian dia berbalik dan melenggang menuju ruang tengah.
107Ruang tunggu khusus penumpang pesawat pribadi atau carteran, sore itu tampak ramai orang dengan berbagai tampilan. Sebab rombongan yang akan berangkat sangat banyak, membuat para ketua rombongan membedakan warna baju setiap kelompok.Tim Eropa yang dipimpin Carlos, mengenakan kemeja putih dan celana biru. Tim Kanada yang dipimpin Harun, memakai kemeja biru muda dan celana hitam. Sedangkan tim Australia yang dipimpin Nadhif, menggunakan kemeja hijau dan celana krem. Keluarga puluhan pengawal muda, terlihat lebih sedih dibandingkan pengantar lainnya. Sebab anak-anak mereka yang berangkat itu semuanya berusia di bawah 24 tahun, dan baru pertama kali bertugas ke luar negeri. Hal berbeda dilakukan keluarga pengawal lama, yang sudah lebih kuat hatinya ditinggal anak untuk berdinas. Para orang tua tersebut tampak ceria dan saling bercengkerama, karena sudah cukup akrab. Menjelang keberangkatan, para manajer dan staf masing-masing kelompok, dipanggil Wirya untuk berkumpul di sudut kan
106Pagi menjelang siang, Ishwar dan keluarganya tiba di kediaman Jauhari. Tidak berselang lama, Mediawan dan Lituhayu beserta keluarga Pramudya, juga turut hadir. Jalan blok depan rumah Jauhari seketika dipenuhi banyak mobil mewah. Beberapa ajudan muda akhirnya memindahkan mobil-mobil ke blok belakang yang masih kosong. Jauhari meringis ketika mendengar percakapan Tio, Mediawan, Sultan, dan Marley, yang tengah membahas rencana renovasi rumah. Jauhari bingung, bagaimana caranya untuk menyampaikan keberatannya pada keluarga Avreen. Selain karena sungkan, Jauhari juga tidak mau menyinggung perasaan mereka yang berniat membantu. Kala Alvaro datang bersama keenam sahabatnya, Jauhari menarik tangan Alvaro dan Wirya, untuk memasuki kamar utama. Jauhari bahkan sampai mengunci pintu, supaya tidak ada yang menerobos. Jauhari duduk di kursi dekat meja rias. Dia menyampaikan kegundagannya tentang percakapan Sultan dan yang lainnya. Alih-alih langsung menjawab, Alvaro dan Wirya justru tersen
105*Grup PBK New Original*Alvaro : Tes. Tes. Zulfi : Naha' bikin grup PBK New deui? Alvaro : Yang ini khusus kita bertujuh belas. Wirya : Aku baru mau ngusulin bikin grup khusus begini. Biar lebih enak ngobrolnya, dan nggak terlalu rame. Yoga : Yoih. Supaya lebih terkontrol. Yanuar : Mataku siwer. Huruf R, nggak kelihatan. Jadi terk-on-tol.Andri : Kumat! Haryono : Sipitih, Mesum! Jauhari : Bang Yan! Yusuf : Baru juga buka grup, sudah ngakak aku. Hisyam : Aku sampai baca ulang. Takut salah. Qadry : Maafkan Abang iparku, Teman-teman. Chairil : Nasibmu, @Qadry. Jeffrey : Aku lagi minum, sampai nyembur lihat komenan Bang Yan. Aditya : Bang Yan menodai mataku. Nanang : Merampas kesucianku. Fawwaz : Merenggut masa mudaku. Ibrahim : Menggelapkan duniaku. Yanuar : Kalian lebay! Alvaro : Elu duluan yang mulai, @Yanuar. Zulfi : Ho oh. Kita lagi mau mulai obrolan serius, jadi buyar pikiranku. Wirya : Stop dulu rapat kerjaan, capek otakku. Andri ; Iya, ihh. Aku lagi pengen
104Hari berganti. Senin pagi, Jauhari telah berada di ruang rapat lantai lima kantor PBK. Dia dan teman-temannya memfokuskan pandangan ke depan, di mana Wirya tengah mengumumkan nama para pengawal muda, yang harus bersiap-siap dikirim ke luar negeri. Semua orang bersuit kala nama Riaz disebut Wirya, dalam tim yang akan diberangkatkan ke London, awal tahun depan. Jauhari dan teman-temannya sudah menduga, jika Riaz-lah yang akan dipersiapkan untuk menggantikan Lazuardi, untuk menangani area Eropa.Jauhari dan rekan-rekannya tidak mempermasalahkan jika karier Riaz lebih melesat dibandingkan angkatan lama. Sebab mereka tahu, Riaz telah digembleng keras oleh Alvaro, Wirya dan Zulfi. Selain itu, para pengawal lapis tiga hingga sepuluh, mengakui kemampuan Adik Zulfi tersebut, dalam memimpin pasukan besar. Setelah Riaz dan rekan-rekan satu tim-nya kembali duduk di tempat semula, Wirya beralih mengumumkan kelompok pengawal muda yang akan dikirim ke Kanada, awal Januari tahun depan. "Untuk
103Jamuan makan malam di restoran milik Hadrian di kawasan Lebak Bulus, berlangsung meriah. Selain tim PBK, kelompok Rupert, tim Spanyol, Australia, Kanada, Eropa, dan Taiwan juga berada di sana. Seusai bersantap, Jauhari mengajak Avreen ke panggung kecil yang telah disiapkan panitia. Keduanya berbisik-bisik, kemudian mereka mengarahkan pandangan ke depan. "Silakan dilanjutkan makannya. Kami hanya ingin mendongeng sedikit," tutur Jauhari memulai pidatonya. "Aku dan Avreen, ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya pada semua pihak, yang telah membantu menyukseskan acara pernikahan kami," ungkap Jauhari. "Dimulai dari acara lamaran yang tidak bisa kuhadiri karena masih terkurung di dalam jeruji. Acara pengajian, siraman, akad, pesta pertama hingga pesta kedua," cakap Jauhari. "Aku tahu, miliaran ucapan terima kasih dari kami, tidak akan cukup untuk membalas kerja keras kalian," tukas Avreen. "Sebab itu, aku dan Abang, hanya bisa berdoa supaya kalian selalu sehat, berl
102 Jumat pagi, Jauhari dan Avreen berpamitan pada kedua orang tua dan keluarga lainnya. Kemudian pasangan tersebut menaiki mobil MPV hitam, yang segera melaju menjauhi kediaman Ishwar. Sepanjang perjalanan menuju Jakarta, Avreen sibuk berkomunikasi dengan rekan-rekannya di grup pesan alumni kampus. Setelahnya, Avreen beralih untuk berbincang dengan karyawan ZAMRUD kantor Jakarta, tempat yang tengah dituju perempuan tersebut. Puluhan menit berlalu, Jauhari menghentikan kendaraan di depan gedung belasan lantai. Dia dan Avreen turun, lalu mereka jalan menuju lobi utama. Sapaan para pegawai dibalas keduanya dengan ramah. Kemudian mereka menaiki lift untuk mencapai lantai 3, di mana kantor PBK berada. Teriakan rekan-rekan Jauhari menyambut kedatangan pasangan pengantin baru tersebut, yang membalas dengan senyuman. Mereka menyalami tim lapis empat hingga tujuh, yang menempati deretan kubikel di sisi kanan bangunan. Jauhari dan Avreen meneruskan langkah menuju ruangan luas di sisi ki
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen