07
Jalinan waktu terus berjalan. Tibalah hari yang ditunggu-tunggu Avreen dan kedua sahabatnya. Mereka begitu antusias untuk memulai perjalanan panjang ke negeri kangguru.
Alvaro dan Wirya serta Marley, melepas langsung keberangkatan kelompok pimpinan Nuriel. Ketiganya bersalaman dengan keempat pengawal muda, yang akan menjaga ketiga gadis, selama sebulan ke depan.
Wirya mendekap anak buahnya satu per satu. Saat tiba giliran Jauhari, Wirya memeluk asiaten kesayangannya itu lebih lama. Hati Wirya gelisah, karena dia khawatir akan terjadi sesuatu hal yang tidak baik di tempat tujuan.
"Dedi, Harzan dan Chatur, akan menemani kalian secara bergantian," ujar Wirya sembari mengurai dekapan. "Jangan lengah, Ri. Kamu andalanku, karena kamu paling senior," lanjutnya.
"Ya, Bang," sahut Jauhari.
"Jangan sungkan buat nelepon Mas Keven, Mas Bryan, Hansel atau Jourell. Mereka pasti langsung membantumu jika menemukan kendala."
"Siap."
"Kalau jadi ke Brisbane, hubungi Dilbert dan Kenrich. Mereka sudah janji buat nganterin kalian ke tempat-tempat terbaik."
"Oke."
Wirya terdiam sejenak, kemudian dia berkata, "Kalau sedang terdesak, telepon Arlow Knight, atau Orlando Hamilton. Mereka punya power cukup kuat di sana."
"Abang kayaknya parno banget."
Wirya mendengkus pelan. "Kamu makin pandai membaca hatiku."
Jauhari mengulum senyuman. "Ini hasil belajar ke Kang Hendri dan Bang Zein."
"Hmm, ya." Wirya menepuk pelan pundak kanan Jauhari. "Jangan putus zikir. Lalu ...."
"Buka pakai jurus 4, kunci pakai jurus dua dan tiga."
"Amalkan terus. Cuma itu satu-satunya cara buat melindungi diri."
"Yes, Bos!"
Belasan menit berlalu, kelompok beranggotakan tujuh orang itu bergerak memasuki ruang check in. Para pengantar berbalik dan jalan menuju tempat parkir.
Tiba-tiba Marley menghentikan langkah, lalu menunjuk ke sekelompok laki-laki yang tengah bergegas memasuki ruangan radi.
"Bang, itu kayak Ernest," tutur Marley sembari memerhatikan orang yang dimaksud.
"Kayaknya memang dia," jawab Alvaro.
"Mau ke mana, ya? Bawaannya banyak benar."
"Mungkin diusir bapaknya. Lalu ngungsi ke Timbuktu."
Marley menengadah untuk melihat pria berparas separuh luar negeri, yang jauh lebih tinggi darinya. "Abang, nih. Aku ngomong serius."
"Aku lagi nggak bisa mikir, Mar. Perasaanku nggak nyaman."
"Aku juga," sela Wirya.
"Feeling kalian ke siapa?" desak Marley.
"Ari," jawab Alvaro dan Wirya secara bersamaan.
"Ehm, apa ada sesuatu hal yang nggak kuketahui?" tanya Marley.
"Kita bicarakan di mobil," pungkas Alvaro, sebelum dia mengayunkan tungkai menjauh dari tempat itu.
Puluhan menit terlewati, Avreen membeliakkan mata saat melihat Ernest memasuki pesawat. Gadis bermata sipit tersebut spontan mengerucutkan bibir sambil menggerutu dalam hati, karena tidak menyangka akan berada dalam satu pesawat dengan sang mantan.
Ernest melintasi koridor sambil memerhatikan perempuan bertopi bisbol hitam. Dia menyentuh pundak kiri Avreen yang refleks menepis.
"Sombong banget kamu, Reen," cibir Ernest sembari duduk di kursi sisi kiri, bersama kedua sahabatnya.
"Aku nggak suka dipegang-pegang!" ketus Avreen.
"Aku cuma menyapa."
"Enggak perlu. Anggap saja kita nggak kenal."
"Bagaimana bisa begitu? Aku masih terbayang saat kita bercumbu dulu."
Avreen memelototi lelaki yang tengah tersenyum miring. Gadis berjaket hitam hendak melontarkan kata-kata pedas. Namun, terpaksa diurungkannya, karena Avreen telah dipanggil Jauhari yang berada di kursi depan.
"Non, pindah ke sini. Biar Irham yang duduk di situ," pinta Jauhari sambil berdiri agar Irham bisa lewat.
Avreen tidak membantah dan langsung bangkit. Dia bergegas menempati kursi tengah antara Nuriel dan Jauhari. Sementara Irham duduk di tempat sang nona.
Ernest mendelik tajam pada Jauhari yang sedang memindahkan tas Avreen dari belakang. Dia kesal karena pria itu sudah menggagalkan rencananya untuk terus menggoda Avreen.
Ernest mengalihkan pandangan pada Irham. Dia spontan menelan ludah, karena pengawal yang badannya paling besar di kelompok itu, balas memandanginya dengan tajam.
Ernest pernah dijegal Irham, yang kala itu tengah mengawal Avreen, untuk menggantikan posisi Nuriel yang sedang off. Ernest masih mengingat dengan jelas, ketika pria berbadan besar tersebut mendorongnya hingga nyaris terpelanting.
Tatapan Ernest kembali terarah pada Jauhari. Meskipun pria itu lebih tinggi darinya, tetapi postur badan Jauhari sama dengannya. Ernest tidak takut untuk beradu tinjuan dengan pria tersebut. Bahkan dia sangat ingin melakukannya.
Ernest melirik ke belakang untuk memerhatikan Chalid. Ajudan Panglima itu memang paling tinggi di antara keempat pengawal. Namun, bodynya standar, seperti halnya Nuriel.
Penerbangan selama tujuh jam lebih itu terasa sangat panjang bagi Jauhari. Dia hanya bisa tidur selama dua jam awal. Selanjutnya dia terus berjaga.
Avreen yang juga kesulitan untuk tidur lama, akhirnya meraih bungkusan kudapan favoritnya dari tas. Gadis berhidung bangir tersebut membagikan cemilan itu pada Jauhari. Sedangkan Nuriel tidak dikasih, karena tengah terlelap.
"Non, apa Non tahu? Tujuan Ernest itu mau ke mana?" tanya Jauhari di sela-sela mengunyah keripik kentang.
"Enggak tahu, Om," sahut Avreen. "Aku juga kaget pas lihat dia masuk tadi," lanjutnya.
"Ehm, bisa nggak? Panggilannya diganti ke Abang? Aku merasa tua banget dipanggil Om."
Avreen mengamati pria berjaket abu-abu yang balas menatapnya saksama. "Umur Om, berapa, sih?"
"30."
"Tanggal dan bulan lahir?"
"8 Februari."
"Aquarius, ya?"
"Hu um."
"Aku, Gemini."
Jauhari manggut-manggut. Dia sudah hafal biodata gadis tersebut. Bahkan Jauhari tahu jika Avreen takut pada kecoa.
"So, bisa, kan, diganti? Kita cuma beda 9 tahun," pinta Jauhari.
"Ehm, oke. Tapi, usahakan jangan serius terus mukanya. Nggak cocok. Aneh gitu, lihatnya."
"Jadi aku harus sering senyum-senyum?"
"Enggak juga, sih. Biasa aja ekspresinya."
"Kayak gini?' Jauhari menjulingkan matanya yang menyebabkan Avreen terkekeh.
"Ihh! Bukan gitu juga," tukas sang gadis setelah tawanya lenyap.
Jauhari mengulaskan senyuman yang menjadikan lesung pipinya tercetak dalam. Tanpa sadar Avreen mengulurkan tangan kiri dan menyentuh lekukan di wajah Jauhari.
Keduanya serentak terdiam. Sebelum akhirnya Avreen menarik tangannya dan merunduk, untuk berpura-pura mencari sesuatu dari tasnya.
Jauhari masih mengamati perempuan berambut panjang itu selama beberapa saat. Kemudian dia mengubah posisi duduk, lalu menyandar ke belakang.
Jauhari memejamkan mata. Dia bingung, karena sentuhan Avreen tadi terasa mengejutkan. Jauhari tidak menduga akan dipegangi wajahnya oleh sang nona. Namun, hatinya berdesir.
Kala terdengar pengumuman dari pramugari jika sebentar lagi pesawat akan mendarat, Jauhari membuka matanya dan menegakkan badan. Dia mengambil tisu basah dari ransel hijau, lalu mengusapkannya ke wajah dan leher.
Avreen dan Nuriel juga melakukan hal serupa. Saat sang gadis berdandan, Jauhari mengamati Avreen selama beberapa saat, sebelum memutar badan ke belakang untuk berbincang dengan Irham dan Chalid.
Setelah pesawat berhenti sepenuhnya, Jauhari meminta anggota kelompoknya untuk tetap di tempat. Dia melirik Ernest yang terlihat tidak sabar untuk segera keluar, lalu Jauhari menggeleng pelan.
Ketika hampir semua penumpang telah keluar, barulah Jauhari mengajak kelompoknya untuk turun dari pesawat. Nuriel jalan terlebih dahulu. Diikuti, Avreen, Jauhari, Tyas, Viviane, Chalid dan Irham.
Setibanya di lorong panjang, tiba-tiba Avreen kehilangan keseimbangan. Jauhari bergegas menarik tangan kiri gadis tersebut, lalu mengaitkan ke lengannya. Jauhari terus melangkah maju dan Avreen mengikutinya sembari menenangkan dadanya yang berdebar-debar.
100Ballroom hotel BPAGK di pusat Kota Malang, Minggu siang itu terlihat ramai. Dekorasi indah bernuansa ungu dan sliver, menjadikan banyak orang terpukau. Fikri dan Rinjani kembali berduet menjadi MC. Keduanya menyebutkan banyak pejabat dan pengusaha di seputar Kota Malang, yang diundang dalam acara tersebut. Petugas khusus berseragam jas abu-abu, mengitari area dan membagikan buku kecil, yang berisikan nama-nama perusahaan bentukan bos PG dan PC. Sekaligus dengan nama semua komisarisnya. Pada acara kuis nanti, pertanyaannya adalah seputar itu. Sebab tidak semua tamu mengetahui nama perusahaan dan para komisaris, tim panitia sengaja membuat kamus kecil tersebut. Hampir 30 menit berselang, perhatian seluruh hadirin mengarah ke pintu utama. Lima bocah laki-laki yang mengenakan tuksedo hitam, dan lima gadis kecil bergaun ungu muda, muncul sambil memegangi keranjang kecil. Arjuna yang menjadi ketua kelonpok bocah, menunggu kode dari Urfan yang menjadi ketua ring tiga. Kemudian Arjun
99Pesawat carteran yang disewa Tio, tiba di bandara Kota Malang, sore waktu setempat. Aswin yang menjadi ketua rombongan, menjadi orang pertama yang turun dari pesawat. Kedua puluh pengawal muda mengikuti langkah Aswjn menuruni tangga hingga tiba di jalan. Mereka membantu petugas yang tengah mengeluarkan bagasi, dan menyusunnya di mobil khusus. Jaka, Fajar, Salman dan Satrio, mengatur anggota rombongan yang hendak keluar. Sedangkan Hisyam dan rekan-rekannya memastikan tidak ada barang yang tertinggal di semua bagasi kabin. Setelah semua penumpang turun, barulah tim Hisyam keluar dari pesawat. Mereka jalan cepat mengikuti langkah orang-orang yang tengah bergerak ke ruang tunggu. Puluhan menit terlewati, rombongan itu telah berada di beberapa bus dari hotel BPAGK, yang akan menjadi tempat resepsi ngunduh mantu, sekaligus tempat menginap para tamu. Akan tetapi, khusus keluarga Gahyaka dan Pramudya, tidak ikut menginap di hotel. Mereka akan menempati kediaman masing-masing, hingga w
98Pasangan pengantin baru, memasuki restoran yang tengah ramai orang. Wajah keduanya yang semringah, menimbulkan senyuman dari orang-orang yang memahami arti senyuman itu. Jauhari mengajak Avreen ke meja besar yang ditempati keluarga mereka. Jauhari membantu Avreen duduk di kursi antara Mayuree dan Liana. Kemudian dia memutari meja dan duduk di dekat Alvaro serta Yanuar. Pria berparas blasteran menyenggol lengan kiri Jauhari yang tengah mengaduk kopinya. Mereka berbisik-bisik, kemudian Alvaro terkekeh dan mengejutkan yang lainnya. Yanuar dan Marley menggeser kursi mereka mendekati Alvaro serta Jauhari. Yanuar mendesak sang pengantin baru yang hanya cengengesan. "Kamu bikin aku penasaran, Ri," keluh Yanuar. "Nanti kuceritain, Bang. Sekarang, aku mau makan dulu. Lapar," jelas Jauhari. "Pasti ngomongin malam pertama," ledek Marley dengan suara pelan agar tidak terdengar yang lainnya. "Enggak, Mas," kilah Jauhari. "Pipimu blushing." Marley menepuk pelan lengan kanan iparnya. "Nga
97Malam kian larut. Perhelatan akbar usai beberapa saat setelah jam 10. Semua tamu telah pergi. Sementara tim panitia dan keluarga pengantin sudah beristirahat di kamar masing-masing di hotel Janitra. Jauhari dan Avreen baru selesai salat Isya berjemaah, yang dilanjutkan dengan salat sunnah. Jauhari masih duduk bersila di sajadah, sedangkan Avreen bergegas bangkit dan jalan ke pintu. Perempuan bergaun tidur biru, membuka pintu depan president suite. Avreen mengulaskan senyuman, lalu menarik pintu agar terbuka lebih lebar, supaya petugas bisa masuk sambil mendorong troli penuh makanan. Tidak berselang lama, pasangan tersebut telah berada di sofa depan televisi. Avreen sibuk mengunyah potongan kue pengantin, sementara Jauhari menghabiskan dua porsi puding. Tiba-tiba Jauhari tersedak, seusai membaca pesan di grup petinggi PBK new. Dia cepat-cepat mengambil gelas dari meja, dan meneguk minumannya hingga habis. "Kenapa?" tanya Avreen. "Aku diledekin para Abang di grup," jelas Jauhar
96Anjani meneriakjan slogan PBK yang dibalas teman-temannya dengan semangat. Kemudian Anjani mengibarkan bendera berlogo PBK, sebelum bersiap-siap untuk turun. Satu per satu orang turun dari formasi. Kemudian mereka berpindah ke dekat dinding, sambil menunggu tim lainnya muncul. Musik berubah menjadi lagu khas Jawa. Para penari muncul dengan menggunakan kostum berwarna-warni dan dilengkapi dengan selendang. Zivara dan Cyra memimpin di depan. Sementara Edelweiss, Irshava, Fairish dan Malanaya di belakang. Mereka menampilkan tarian khas Jawa dengan gemulai. Lalu perlahan berubah cepat seiring dengan musik yang temponya bertambah. Kelompok pendekar perempuan bergabung dengan rekan-rekan penari. Hadirin bersorak ketika belasan perempuan tersebut berganti menampilkan gerakan silat Jaipong, sambil berpindah posisi ke belakang. Kedelapan pendekar bergeser ke tengah-tengah panggung. Penonton memekik, kala Delany, Sabrina, Kyle dan Laura melakukan salto menyilang. Disusul oleh Wirya, Zul
95Ruang ballroom hotel Janitra di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, malam itu tampak ramai orang. Namun, nyaris tidak ada yang berbincang. Sebab perhatian mereka tertuju pada video pre wedding yang ditayangkan menggunakan proyektor, dan dipantulkan pada dinding bercat hitam di sisi kanan ruangan. Jauhari mengerjap-ngerjapkan matanya, kala melihat potongan video, ketika dirinya memasuki sel khusus di kantor polisi pusat Kota Sydney, untuk pertama kalinya. Berbagai aktivitas sehari-hari yang dilakukan Jauhari bersama Harzan, Chalid, Irham dan Nuriel, tergambar jelas dalam video itu. Jauhari menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan, ketika video berganti menjadi saat pembacaan vonis hukuman buatnya di pengadilan negeri Kota Sydney. Pria bertuksedo silver tersebut, masih mengingat jelas momen itu. Sentuhan di tangannya menyebabkan Jauhari menoleh ke kiri. Senyuman Avreen dibalas Jauhari dengan hal serupa. Kemudian mereka kembali mengarahkan pandangan ke dinding untuk
94*Grup Iring-iringan Pengantin* Yanuar : Gaes, sudah jalan? Zulfi : Yes. Sedang menuju gerbang kompleks utama. Alvaro : @Zulfi, Wirya ke mana? Zulfi : Dia ikut rombongan motor besar. Dibonceng Hisyam. Alvaro : Banyakkah yang pakai motor?Zulfi : Ya, sekitar 30-an motor. Alvaro : Berarti orangnya 60.Zulfi : Enggak. Yang boncengan cuma Wirya, Hisyam, Zein, Rupert, Dedi, Harwill, Rangga, Cayden, Aditya, Geoff, Harper, Harun, Gilbert, Beni, Paul, Nanang, dan tim Spanyol. Bos PG bawa motor sendirian. Yanuar : @Bakti, siapkan area khusus motor. Bakti : Siap, Komandan! Alvaro : Aku nelepon Yusuf, nggak diangkat. Yoga : Yusuf lagi jadi sopir mobil pengantin. Alvaro : Bukannya itu tugas Yono? Andri : Dia lagi sakit perut. Mobilnya jadi penutup konvoi. Haikal : Yono pasti sakit perut gara-gara sambal bakso kemarin malam. Aswin : Yups. Isi mangkuknya, cabe semua. Mardi : Aku lihat kuahnya, merinding. Jaka : Aku sempat nyobain. Sudahlah pedas, asem pula. Hamid : Yono lagi ngid
93Acara siraman Jauhari berlangsung penuh haru. Hampir semua orang turut menitikkan air mata, kala Ishwar dan Pujiyanti memandikan putra sulung mereka yang tengah terisak-isak. Kedua Nenek Jauhari, dituntun anak masing-masing untuk menyirami sang cucu. Kemudian giliran para Paman dan Bibi yang bergantian memandikan calon pengantin tersebut. Selanjutnya, giliran para tetua dari bos PG dan PC, yang dekat dengan Jauhari. Dimulai dari Sultan, Gustavo, Mediawan, Frederick, Kakek Edmundo, Babeh Aziz, Harsaya Kartawinata, Qianfan Vong, Frans, Finley, dan Ayah Zulfi. Para bos PG yang sangat dekat dengan Jauhari juga mendapatkan kesempatan untuk menyirami sang calon pengantin. Dimulai dari Baskara, Dante, Heru, Benigno, Ivan, Hadrian, Anto, Samudra, Harry, dan Ethan. Dilanjutkan dengan para pengawal lapis satu, yang diwakili Hamid, Haikal, Idris, Ilyas, Rusli, Darma dan Hans. Wirya menjadi pemimpin Power Rangers. Pria berbaju koko putih itu memeluk asisten kesayangannya sembari melafazka
92Rabu sore, tepat seusai asar, kediaman Ishwar dipenuhi ratusan orang. Mereka berkumpul di pekarangan depan yang telah ditutupi tenda biru.Jauhari mendatangi para tamu untuk beramah-tamah. Dia mendengarkan berbagai petuah tentang pernikahan, dari tetua keluarga dan para sahabat orang tuanya. Bila ada yang berpamitan, maka Jauhari akan memberikan tas berisikan souvenir pernikahan, nasi kotak dan aneka kue. Khusus untuk para bocah, Jauhari memberikan amplop berwarna-warni berisikan uang yang jumlahnya sama, yaitu 20 ribu per orang. Itu merupakan salah satu nazar Jauhari, yakni berbagi rezeki pada anak-anak, baik dari keluarga maupun warga sekitar. Tepat sebelum azan magrib, acara selamatan itu berakhir. Jauhari memasuki kamarnya untuk berganti pakaian, lalu mengambil wudu. Matahari sudah gelap sepenuhnya, kala belasan mobil berbagai tipe melaju keluar dari kompleks kediaman Ishwar. Seunit mobil van operasional PBK yang dipinjam Jauhari untuk mengangkut banyak makanan, melaju me