06
"Abang tadi ngomong apa sama Non Avreen?" tanya Khairani.
"Yang mana?" Jauhari balik bertanya.
"Pas nonton tadi. Kalian ngobrol lama."
"Oh. Dia nanya gerakan apa yang dipakai hero-nya. Kujelaskan."
"Cuma ngomong gitu, tapi, kok, lama banget?"
"Enggak, ahh. Sebentar, doang."
"Pake nempel lagi."
"Mana?" Jauhari mengerutkan dahi. "Kamu ngomongnya aneh. Kenapa?" desaknya.
"Beneran deketan tadi. Sama-sama ngeseser mepet."
"Jelaslah menggeser, kami kehalang satu kursi kosong."
"Aku nggak suka."
"Kenapa mesti begitu?"
Khairani mendengkus. "Abang masih nggak paham juga."
"Maksudnya?"
"Kubilang, aku nggak suka. Peka dikit coba!"
Jauhari tertegun sesaat, kemudian dia berkata, "Ran, sudah kujelaskan dari dulu, kalau aku cuma anggap kamu sebagai Adik. Aku nggak bisa ngubah hati buatmu."
"Kenapa nggak bisa?"
"Sulit dijelaskannya. Tapi, pastinya aku lebih nyaman kayak gini."
"Aku cinta sama Abang."
"I know that, dan terima kasih banyak. Tapi, aku beneran nggak bisa membalas cintamu, Ran. Benar-benar nggak bisa."
Khairani menggertakkan gigi. Dia benar-benar kesal pada Jauhari yang masih bersikukuh hanya menganggapnya Adik. Padahal Khairani sudah mencintai pria tersebut sejak lama.
Khairani mengalihkan pandangan ke luar kaca mobil. Dia mengerjap-ngerjapkan mata untuk menahan bulir bening yang nyaris keluar.
Ditolak untuk kesekian kalinya menyebabkan hati Khairani kian tidak nyaman. Tiba-tiba dia merasa lelah berjuang untuk mendapatkan hati sang sopir, dan Khairani berniat untuk memaksa hatinya agar tidak lagi mencintai Jauhari.
"Aku turun di depan," tutur Khairani sambil membuka sabuk pengaman.
"Mau beli apa?" tanya Jauhari sembari menepikan mobil ke depan deretan rumah toko.
"Aku mau makan bakso. Lagi butuh yang pedas-pedas."
Jauhari tidak menyahut. Dia mematikan mesin, lalu membuka kaitan sabuk pengaman. Jauhari terkejut saat Khairani keluar dan menghempaskan pintu kendaraan.
Pria bermata sipit itu menggeleng pelan. Sifat emosional Khairani menjadi salah satu penyebab dirinya tidak bisa mencintai gadis itu. Jauhari tidak yakin bisa sanggup bertahan menghadapi kemarahan perempuan tersebut, seumur hidupnya.
Jauhari menimbang-nimbang sesaat dalam hati, sebelum memasang sabuk pengaman kembali. Dia meraih ponsel dari dashboard lalu mengetikkan pesan yang dikirimkannya pada Khairani.
Jauhari yakin bila perdebatan tadi akan berlanjut, jika dirinya menemani gadis itu makan, seperti yang sudah-sudah. Jauhari meletakkan ponsel pada tempat semula, kemudian menyalakan mesin.
Khairani membaca pesan dari Jauhari. Dia menggerutu dalam hati, karena pria itu memilih untuk menjauh. Padahal Khairani mengharapkan dibujuk, seperti yang pernah dilakukan Jauhari di masa silam.
Perempuan tersebut tersentak, saat menyadari jika Jauhari sudah tidak pernah membujuknya jika tengah merajuk. Hal itu menjadikan Khairani sedih, karena Jauhari benar-benar membatasi untuk terlibat lebih dalam di kehidupan Khairani.
***
Jalinan waktu terus bergulir. Pagi menjelang siang itu, Jauhari jalan bersama Faruq, manajer marketing EMERALD Grup. Mereka melintasi lobi utama yang ramai orang, lalu bergerak memasuki lift ujung kanan.
Setibanya di lantai 15, pintu lift terbuka dan kedua pria tersebut keluar. Mereka mengayunkan tungkai menuju ruang pertemuan di ujung koridor.
Seusai memasuki ruangan, Jauhari spontan menegakkan badan dan memberi hormat pada sekelompok pria, yang tengah duduk di sekitar meja besar.
Jauhari dan Faruq menyalami semua orang di ruangan itu. Sebelum mereka menempati kursi kosong di dekat ujung kiri meja.
"Ri, kok, duduk di situ?" tanya Tristan Cyrus, CEO Cyrus Grup.
"Enggak apa-apa, Pak. Di sini juga enak," jawab Jauhari.
"Pindah ke sini," timpal Hadrian Danadyaksha, owner Danadyaksha Grup.
"Enggak perlu takut, Ri. Ivan sudah disuntik anti rabies," seloroh David Wirapranata, komisaris Wirapranata Grup.
"David, kumat!" desis Arrivan Qaiz Latief, presdir Latief Grup.
"Ri, buruan pindah," tukas Rahagi Hamnani, CEO RM Grup.
"Ari takut dibully," kelakar Samudra Adhitama. Direktur operasional Adhitama Grup.
"Dia ngeri dipelototin Mas Chandra," sela Theodore Liem, direktur utama TMG.
"Bukan. Ari khawatir digodain Anto," ungkap Chandra Kamandaka, pemilik kantor tersebut.
"Aku sudah insyaf. Nggak lagi nyandain Ari," papar Ferdianto Atmaja, komisaris Atmaja Grup. "Sekarang aku lagi suka ngerjain adiknya," lanjutnya seraya tersenyum.
"Adikku, gimana kerjanya, Pak?" tanya Jauhari seusai berpindah ke kursi di samping kanan Ferdianto, yang akrab dipanggil Anto.
"Bagus. Dia paling gesit, sekaligus paling ceria di regu-nya," jelas Anto. "Banyak pegawai yang suka sama Jariz. Yang pengen jadiin dia Adik ipar pun, antre," sambungnya.
"Kok, ipar? Bukan pacar?" tanya Tristan.
"Pegawaiku kebanyakan sudah menikah, Mas. Ada yang masih single, tapi umurnya di atas 27 tahun. Nggak mungkinlah pacaran sama ABG," terang Anto.
"Jariz umurnya berapa?" desak Hadrian.
"21, Kang. Baru wisuda bulan Januari kemarin," tutur Jauhari.
"Kukira masih 18 tahun. Mukanya imut banget," celetuk David.
"Abangnya aja imut, gitu. Banyak yang ngira Ari masih kuliah," lontar Ivan, panggilan akrab Arrivan.
"Ari pakai formalin," canda Samudra.
"Abaikan, Ri. Samudra iri, karena dia sudah tua," ledek Rahagi.
Pintu terbuka dan sekelompok orang memasuki ruangan. Jauhari kembali berdiri tegak untuk memberi hormat pada para bosnya di PBK, yang datang bersama beberapa bos PC dan PCD.
Artio Laksamana Pramudya, putra sulung Sultan, membuat perusahaan gabungan dengan 49 rekan-rekannya. Perusahaan itu disingkat PG.
Kemudian Artio membentuk PC, alias Perusahaan Cabang, yang beranggotakan 100 pengusaha muda Indonesia, yang dimentori para anggota PG.
Sebab masih banyak pengusaha muda yang ingin bergabung dalam koalisi tersebut, akhirnya Artio membuat PCD atau PC Dua.
Jauhari dan kesembilan rekannya di tim pengawal lapis tiga, menjadi anggota kelompok tiga dan empat PCD. Mereka dibuatkan perusahaan oleh Artio, Alvaro, Wirya, Marley, Dante, Benigno, Linggha, Baskara, Heru dan Atalaric. Supaya para junior andalan tersebut bisa menjadi pebisnis sukses di masa depan.
Rapat dimulai Chandra dengan untaian doa. Kemudian dia meminta sang direktur operasional menerangkan detail proyek baru, yang akan mereka kerjakan bersama-sama.
Jauhari mendengarkan penuturan pria berkumis tipis tersebut dengan saksama. Dia menuliskan beberapa hal penting di buku agendanya yang sudah hampir penuh.
Puluhan menit terlewati, rapat telah usai. Jauhari berpindah ke kursi dekat Yusuf, Aditya, Damsaz Qalbi Dewawarman, Freddy Hanafi, Zainal Ervansyah, Kenzo Darka dan Lainufar Suwardana. Mereka berbincang dengan serius, karena harus berkolaborasi di bagian khusus tim PCD.
"Kapan kita mau berangkat ke lokasi?" tanya Damsaz.
"Aku bisanya awal bulan depan," jawab Lainufar.
"Hayok. Kebetulan aku juga lowong di minggu pertama," sahut Freddy.
"Oke," timpal Aditya.
"I'm ready," cakap Yusuf.
"Kalian aja, ya. Aku mesti dinas," imbuh Jauhari.
"Mau ke mana, Bang Ari?" desak Kenzo.
"Australia, Ken. Ngawal Non Avreen selama sebulan," terang Jauhari.
"Oh, Adik sepupunya Marley, ya?" tanya Lainufar.
"Ya, Mas. Ponakan Bu Winarti," papar Jauhari.
"Pacarnya Ari itu," goda Yusuf.
"Ari terjerat daun muda," canda Aditya.
"Beneran, Ri?" Zainal memandangi pria berkulit kuning langsat yang spontan menggeleng. "Tapi, intuisiku mengatakan begitu," lanjutnya.
"Manalah mungkin dia mau sama aku, Bang. Anak konglomerat. Umurnya pun beda lumayan jauh dariku," kilah Jauhari.
"Beda berapa tahun?"
"Sembilan."
Zainal manggut-manggut. "Masih belum terlalu jauh."
"Tapi, dia manggil aku dengan sebutan Om," celoteh Jauhari yang menjadikan rekan-rekannya terbahak.
107Ruang tunggu khusus penumpang pesawat pribadi atau carteran, sore itu tampak ramai orang dengan berbagai tampilan. Sebab rombongan yang akan berangkat sangat banyak, membuat para ketua rombongan membedakan warna baju setiap kelompok.Tim Eropa yang dipimpin Carlos, mengenakan kemeja putih dan celana biru. Tim Kanada yang dipimpin Harun, memakai kemeja biru muda dan celana hitam. Sedangkan tim Australia yang dipimpin Nadhif, menggunakan kemeja hijau dan celana krem. Keluarga puluhan pengawal muda, terlihat lebih sedih dibandingkan pengantar lainnya. Sebab anak-anak mereka yang berangkat itu semuanya berusia di bawah 24 tahun, dan baru pertama kali bertugas ke luar negeri. Hal berbeda dilakukan keluarga pengawal lama, yang sudah lebih kuat hatinya ditinggal anak untuk berdinas. Para orang tua tersebut tampak ceria dan saling bercengkerama, karena sudah cukup akrab. Menjelang keberangkatan, para manajer dan staf masing-masing kelompok, dipanggil Wirya untuk berkumpul di sudut kan
106Pagi menjelang siang, Ishwar dan keluarganya tiba di kediaman Jauhari. Tidak berselang lama, Mediawan dan Lituhayu beserta keluarga Pramudya, juga turut hadir. Jalan blok depan rumah Jauhari seketika dipenuhi banyak mobil mewah. Beberapa ajudan muda akhirnya memindahkan mobil-mobil ke blok belakang yang masih kosong. Jauhari meringis ketika mendengar percakapan Tio, Mediawan, Sultan, dan Marley, yang tengah membahas rencana renovasi rumah. Jauhari bingung, bagaimana caranya untuk menyampaikan keberatannya pada keluarga Avreen. Selain karena sungkan, Jauhari juga tidak mau menyinggung perasaan mereka yang berniat membantu. Kala Alvaro datang bersama keenam sahabatnya, Jauhari menarik tangan Alvaro dan Wirya, untuk memasuki kamar utama. Jauhari bahkan sampai mengunci pintu, supaya tidak ada yang menerobos. Jauhari duduk di kursi dekat meja rias. Dia menyampaikan kegundagannya tentang percakapan Sultan dan yang lainnya. Alih-alih langsung menjawab, Alvaro dan Wirya justru tersen
105*Grup PBK New Original*Alvaro : Tes. Tes. Zulfi : Naha' bikin grup PBK New deui? Alvaro : Yang ini khusus kita bertujuh belas. Wirya : Aku baru mau ngusulin bikin grup khusus begini. Biar lebih enak ngobrolnya, dan nggak terlalu rame. Yoga : Yoih. Supaya lebih terkontrol. Yanuar : Mataku siwer. Huruf R, nggak kelihatan. Jadi terk-on-tol.Andri : Kumat! Haryono : Sipitih, Mesum! Jauhari : Bang Yan! Yusuf : Baru juga buka grup, sudah ngakak aku. Hisyam : Aku sampai baca ulang. Takut salah. Qadry : Maafkan Abang iparku, Teman-teman. Chairil : Nasibmu, @Qadry. Jeffrey : Aku lagi minum, sampai nyembur lihat komenan Bang Yan. Aditya : Bang Yan menodai mataku. Nanang : Merampas kesucianku. Fawwaz : Merenggut masa mudaku. Ibrahim : Menggelapkan duniaku. Yanuar : Kalian lebay! Alvaro : Elu duluan yang mulai, @Yanuar. Zulfi : Ho oh. Kita lagi mau mulai obrolan serius, jadi buyar pikiranku. Wirya : Stop dulu rapat kerjaan, capek otakku. Andri ; Iya, ihh. Aku lagi pengen
104Hari berganti. Senin pagi, Jauhari telah berada di ruang rapat lantai lima kantor PBK. Dia dan teman-temannya memfokuskan pandangan ke depan, di mana Wirya tengah mengumumkan nama para pengawal muda, yang harus bersiap-siap dikirim ke luar negeri. Semua orang bersuit kala nama Riaz disebut Wirya, dalam tim yang akan diberangkatkan ke London, awal tahun depan. Jauhari dan teman-temannya sudah menduga, jika Riaz-lah yang akan dipersiapkan untuk menggantikan Lazuardi, untuk menangani area Eropa.Jauhari dan rekan-rekannya tidak mempermasalahkan jika karier Riaz lebih melesat dibandingkan angkatan lama. Sebab mereka tahu, Riaz telah digembleng keras oleh Alvaro, Wirya dan Zulfi. Selain itu, para pengawal lapis tiga hingga sepuluh, mengakui kemampuan Adik Zulfi tersebut, dalam memimpin pasukan besar. Setelah Riaz dan rekan-rekan satu tim-nya kembali duduk di tempat semula, Wirya beralih mengumumkan kelompok pengawal muda yang akan dikirim ke Kanada, awal Januari tahun depan. "Untuk
103Jamuan makan malam di restoran milik Hadrian di kawasan Lebak Bulus, berlangsung meriah. Selain tim PBK, kelompok Rupert, tim Spanyol, Australia, Kanada, Eropa, dan Taiwan juga berada di sana. Seusai bersantap, Jauhari mengajak Avreen ke panggung kecil yang telah disiapkan panitia. Keduanya berbisik-bisik, kemudian mereka mengarahkan pandangan ke depan. "Silakan dilanjutkan makannya. Kami hanya ingin mendongeng sedikit," tutur Jauhari memulai pidatonya. "Aku dan Avreen, ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya pada semua pihak, yang telah membantu menyukseskan acara pernikahan kami," ungkap Jauhari. "Dimulai dari acara lamaran yang tidak bisa kuhadiri karena masih terkurung di dalam jeruji. Acara pengajian, siraman, akad, pesta pertama hingga pesta kedua," cakap Jauhari. "Aku tahu, miliaran ucapan terima kasih dari kami, tidak akan cukup untuk membalas kerja keras kalian," tukas Avreen. "Sebab itu, aku dan Abang, hanya bisa berdoa supaya kalian selalu sehat, berl
102 Jumat pagi, Jauhari dan Avreen berpamitan pada kedua orang tua dan keluarga lainnya. Kemudian pasangan tersebut menaiki mobil MPV hitam, yang segera melaju menjauhi kediaman Ishwar. Sepanjang perjalanan menuju Jakarta, Avreen sibuk berkomunikasi dengan rekan-rekannya di grup pesan alumni kampus. Setelahnya, Avreen beralih untuk berbincang dengan karyawan ZAMRUD kantor Jakarta, tempat yang tengah dituju perempuan tersebut. Puluhan menit berlalu, Jauhari menghentikan kendaraan di depan gedung belasan lantai. Dia dan Avreen turun, lalu mereka jalan menuju lobi utama. Sapaan para pegawai dibalas keduanya dengan ramah. Kemudian mereka menaiki lift untuk mencapai lantai 3, di mana kantor PBK berada. Teriakan rekan-rekan Jauhari menyambut kedatangan pasangan pengantin baru tersebut, yang membalas dengan senyuman. Mereka menyalami tim lapis empat hingga tujuh, yang menempati deretan kubikel di sisi kanan bangunan. Jauhari dan Avreen meneruskan langkah menuju ruangan luas di sisi ki