Share

Bab 4 - Suami Overprotektif

Begitulah awal mula bagaimana pisau ini ada di tanganku.

Apa yang harus kulakukan? Haruskah pisau ini menancap di punggung mas Erik demi membalaskan rasa sakit mas Rudi?

Tapi mas Erik juga tidak sepenuhnya jahat, dia hanya overprotektif. Aku hanya harus menjauhkannya dari mas Rudi dan semuanya akan berjalan tanpa ada masalah.

Benar, ini hanya satu tahun. Anggap saja tahun ini sebagai penebusan dosa-dosa yang telah lalu. Kesucianku juga sudah direnggut, jadi aku tidak memikirkannya lagi.

Aku keluar dari ruang ganti dengan pakaian yang bagus. Tapi baju itu terlalu longgar dan aku tidak menyadarinya. Mas Erik pun berinisiatif mengukur lingkar pinggang dan dadaku.

Dengan cepat dia merebut tali pengukur dari si perancang busana. Tatapannya pada orang itu sangat bengis, dia terlihat aneh sekaligus berbahaya.

Aku mendekati Mas Erik guna memenangkannya. "Sudahlah mas, aku juga maunya sama kamu kok." Najis!

"Aku tidak marah sayang, hanya memperingatkan orang ini supaya tidak menyentuhmu."

Desainer baju itu kebingungan, rasanya memalukan sekali memiliki suami protektif yang kasar kepada orang lain.

Selama mengukur lingkar pinggang, mas Erik sempat melakukan hal nakal kepadaku yang membuat tanganku gatal ingin menampar pipinya.

"Baumu berbeda di belakang sini. Lebih wangi dan natural."

"Mas ... Kita bermesraannya di rumah saja ... Bagaimana kalau disini ada cctv?"

Tiba-tiba mas Erik meraba ventilasi yang berada tepat di atas kepalaku. Bola matanya membulat sempurna saat menatap benda kecil yang dia temukan menempel di antara celah ventilasi yang lebar.

Aku sangat syok, ternyata waktu aku ganti baju tadi direkam oleh kamera kecil ini yang terhubung ke perangkat seseorang.

"Kurang ajar!!"

"Linda, akan kutangkap orang ini demi kamu."

Setiap bicara dengan Mas Erik aku menyadari satu hal. Tatapannya selalu hangat dan dalam. Seperti mata adikku ketika melihat bintang di langit malam.

Kami keluar ruang ganti dengan bergandengan tangan, sebenarnya mas Erik yang duluan menggenggam tanganku.

Dia mengamuk, benar-benar mengamuk, mengamuk pada karyawan butik dan manajer, tidak peduli meskipun manajer itu teman SMA-nya. Aku tahu karena manajer itu menyinggung persahabatan mereka waktu SMA.

Amukan mas Erik sangat mengerikan, dia seperti orang kesetanan, berteriak tanpa henti bahkan beberapa kali memukul meja. Aku sendiri masih syok, takut jika video itu jatuh ke tangan orang lain akan menimbulkan aib bagi keluargaku dan Bayroad.

Aku terlambat tahu kalau butik ini milik ibu angkatnya mas Erik, sehingga mas Erik memiliki kewenangan penuh atas tempat ini. Tidak butuh waktu lama, setelah puas memaki, mas Erik membuat surat pengunduran diri.

Semua karyawan dan manajernya dipecat secara tidak hormat karena melecehkan istri tuan muda Erik Bayroad. Jika mereka mengadu ke polisi atas pemecatan sepihak itu, mas Erik bersumpah akan menghabisi mereka di pengadilan.

Maksud 'menghabisi' disini bukanlah kekerasan fisik melainkan menghabisi harapan mereka dan menjebloskan mereka ke penjara. Alhasil semua orang pun terdiam dan memilih untuk berdamai.

Aku tidak tahu kenapa mereka takut pada mas Erik, padahal kalau dibawa ke pengadilan mereka bisa saja menang dan terbebas dari tuduhan.

Lanjut mas Erik yang geram memacu mobil ke rumah dengan mengesampingkan pak sopir yang seharusnya menyetir.

Mas Erik masih marah ketika sampai di rumah. Beruntungnya saat itu ada ayahnya, sang CEO, kepala keluarga Bayroad, Revan Bayroad, yang sigap mengurus anaknya.

"Apa yang terjadi sampai wajahmu sepucat ini?" Tanya Revan dengan beberapa kali menatap ke arahku. Tapi aku yakin yang beliau tatap bukanlah aku, melainkan supir di belakangku. Pasalnya tadi mas Revan keluar dari kursi pengemudi dan menyetir dengan kecepatan tinggi.

Tapi aku tidak mengerti apa yang dia khawatirkan dari mas Erik yang kuat. Tiba-tiba mas Erik memanggilku. "Ayo kita masuk, ada seseorang yang harus kamu temui."

Kuturuti saja apa maunya, daripada dia mengamuk lagi.

Di ruang tamu ada seorang gadis berusia sekitaran 20 tahun sedang berguling di sofa. Yang menarik perhatianku adalah pakaiannya yang sangat terbuka di rumah yang ramainya seperti bandara ini.

"Siapa itu mas?" Kami sedang berjalan mendekati gadis itu.

"Itu Jena, adik angkatku, aku ingin kamu menemuinya, siapa tahu bisa akrab?"

Mas Erik menarik tanganku dan tangan Jena, mempertemukan kami di tengah badannya. Jena protes karena mas Erik terlalu kasar. Mas Erik hanya menanggapinya dengan senyuman.

"Jena, perkenalkan, ini kakak iparmu."

Aku ingat pernah melihat Jena sekilas di pesta pernikahan kami. Jena menatapku penuh selidik lalu dengan ketus berkata. "Jadi ini, perempuan menyedihkan yang kabur dari pesta pernikahan?"

Aku terkejut mendengarnya. Kata-katanya benar jadi aku tidak begitu sakit hati, tapi reaksi mas Erik membuatku terkejut.

"Jangan hina anggota keluarga baru kita! Apa kau mau suamimu dihina saat menjadi bagian dari keluarga ini?"

Saat mas Erik menegurnya pandanganku masih ke Jena, jadi aku bisa melihat reaksi natural gadis itu. Bola matanya bergerak dengan liar sebelum menundukkan kepalanya.

Mas Erik membelaku, ini diluar dugaan. Bahkan anggota keluarganya yang lebih tua tidak diperbolehkan menghinaku. Apakah ini layak disebut Princess Treatment?

Tidak. Aku bukan putri yang dimanjakan, melainkan tahanan yang harus selalu berhati-hati demi menghindari hukuman. Mas Erik berperan sebagai sipil penjara yang punya kewenangan melakukan apapun padaku.

Karena itulah dia sangat protektif. Dia menganggap hanya dia yang boleh menyakitiku. Dasar lelaki durjana!

Kami meninggalkan Jena. Walaupun hanya sekilas aku bisa melihat sorot tajam Jena yang perlahan naik. Secepatnya aku meninggalkan Jena yang marah dan berlalu dengan mas Erik.

Tapi pilihan itu salah besar. Mas Erik menuntunku ke kamar kami lalu mengunci pintu.

Aku sudah pasrah kalau mas Erik meniduriku, tenagaku tidak banyak tersisa hari ini, jadi kubiarkan dia di atas. Mas Erik membuka lemari tempat botol minuman tersimpan lalu mengambil sebotor anggur mewah yang aku kira hanya botol pajangan.

Gelasnya pun sudah tersedia di kamar kami, Mas Erik mengajakku minum anggur, dia bilang ingin melihat ketahananku pada alkohol.

"Kamu menjalani hari yang berat. Aku sangat paham hal itu. Jadi mari kita minum dan lupakan masalah-masalah hari ini."

Mas Erik menenggak minuman keras itu dari botolnya langsung. Setahuku jika minum ini aku akan kehilangan kesadaran. Aku benci kehilangan kesadaran di depan pria ini.

Mabuk lebih buruk dari melakukan kegiatan biologis suami istri.

Saat tiba giliranku minum aku mencari seribu alasan, sampai mas Erik kehilangan kesabaran dan mencekokiku dengan minuman itu.

Rasa anggurnya sangat kuat dan itu tumpah ruah membasahi tubuhku. Saat aku ingin ke kamar mandi membersihkan diri, mas Erik mengikutiku, sepertinya libido mas Erik naik lagi. Namun, karena sudah tidak tahan dengan bau anggur, aku pun tetap pergi ke kamar mandi.

Untung saja mas Erik tidak menggauli diriku saat mandi sebab ada tamu yang harus dia sambut. Selama membersihkan diri di kamar mandi yang sebesar kamarku di rumah ayah aku kepikiran dengan keadaan mas Rudi.

Apa dia pergi ke rumah sakit ataukah malah melaporkan mas Erik dan anak buahnya ke kantor polisi. Tapi mengingat status mas Erik rasanya tidak mungkin mas Rudi menantangnya dengan gegabah.

Pintu kamar mandi diketuk oleh seseorang, rupanya itu adalah Jena. Jena memberitahu kalau ada polisi di luar berusaha menangkap mas Erik. Selain itu Jena juga menyindirku, menyebutku tidak becus mengurus mantan kekasihku.

Yang paling mengejutkan adalah ucapan Jena selanjutnya. Dia berkata dengan nada marah dan menendang pintu kamar mandi. "Dasar perempuan tidak berguna. Memutus hubungan dengan satu pria miskin saja tidak bisa, apalagi diberi amanah mengandung anak kakak nanti."

Tidak tahan dengan hinaannya aku pun langsung membalasnya. "Apa kamu iri padaku? Karena aku menikahi kakakmu dan kamu hanya jadi adik kandungnya?"

Jena membalas dengan suara yang lebih nyaring. "Sudah tidak berguna, bodoh pula! Aku bukan Incest. Maksudku kau seharusnya mengurus pria itu hingga tidak berani mengganggu keluarga kita!"

"Tunggu! Apa mantanku yang mengirim polisi untuk menangkap mas Erik?"

"Benar bodoh!"

Aku segera memakai baju handuk dan dalaman kemudian mendorong pintu kamar mandi. Tidak sengaja pintu itu mengenai Jena yang berdiri di baliknya.

"Kurang ajar!" Seru Jena seraya mengusap hidungnya yang ternyata berdarah.

"Maaf Jena, aku sedang buru-buru!"

Di bawah sudah ada dua polisi duduk di sofa. Aku pun segera bersembunyi di belakang tangga karena baju ini terlalu terbuka untuk dilihat orang selain suami kejamku.

Entah apa yang mas Erik bicarakan dengan kedua polisi itu. Tiba-tiba mereka memborgol mas Erik dan membawanya ke mobil polisi. Jena memintaku agar jangan khawatir.

"semua yang menantang keluarga Bayroad akan berakhir dengan cara yang memalukan. Apalagi kalau dia hanya pria miskin yang berharap menikahi anggota keluargaku."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status