Share

4. Tak Bahagia

Author: Kareniavorg
last update Last Updated: 2023-10-04 16:49:36

Setelah pertengkaran mereka di malam pengantin dan berakhir dengan Oliver yang marah dan pergi begitu saja. Sampai hari ini, sudah 1 minggu lamanya, Lena tak pernah melihat batang hidung Oliver lagi.

"Apa peduliku. Syukurlah dia tak pernah pulang, aku bisa bernapas dengan baik sekarang. Aku harap dia tak pernah kembali," ucap Lena seraya menaikan kedua bahunya ringan lalu kemudian menghembuskan napas lega.

Sesekali sering terbersit tanya dalam kepalanya tentang ke mana kiranya Oliver pergi setelah pertengkaran mereka itu, tapi buru-buru Lena menepis pikiran itu.

"Tidak, kau tak semestinya memikirkan hal tak penting seperti itu, Aralena. Jangan jadi perempuan gila yang ingin tahu ke mana kiranya musuhmu pergi, bukankah hal bagus kalau dia tak pernah pulang lagi? Itu artinya kau bebas," gumam Lena lagi berbicara pada dirinya sendiri.

Namun, ternyata sekalipun Lena berusaha menampiknya, tapi tetap saja ada secuil rasa penasaran di hatinya tentang ke mana perginya Oliver sampai selama ini? Tak mungkin dia pergi hanya karena marah setelah mendapatkan penolakan dari Lena. Hal-hal janggal terus berputar di pikiran Lena, sampai akhirnya dia merasa muak dan memilih mengambil ponsel juga tas selempangnya lalu pergi keluar dari kamar hotel ini dan pergi ke suatu tempat.

"Boleh kirimkan alamat tempat Vincent ditahan?" ucap Lena pada seseorang yang dihubunginya di seberang telepon sana.

***

"Kau di sini?" sapa Vincent dengan suara yang serak.

Wajah tampan yang begitu dipuja oleh Lena itu kini terlihat pucat dan tak terawat. Rahang tegas Vincent kian terlihat jelas, kentara sekali kalau pria yang dicintai Lena itu sudah banyak kehilangan berat badannya. Tubuh tinggi tegap yang selalu Lena peluk dengan nyaman itu kini bahkan terlihat ringkih.

Hati Lena berdenyut Sakit melihat keadaan pria yang sangat dicintainya itu jadi terlihat sangat memprihatinkan. Sampai tanpa sadar air mata mengucur deras membasahi pipinya.

"Iya aku disini, Vincent," sahutnya dengan suara yang tercekat. 

Dengan nelangsa ia menyeka air matanya dan tersenyum sendu, penuh kerinduan pada Vincent.

"Kenapa malah ke sini? Kau pasti bahagia sekali karena dinikahi pamanku kan, Aralena? Apa yang kau beri pada Oliver sampai-sampai dia berani menjebloskanku ke penjara hanya untuk menikahimu, apa tanpa sepengetahuanku kau memberikan tubuhmu pada bajingan itu?" tuduh Vincent tanpa tedeng aling-aling. Desis tajamnya juga kemarahan yang berkilat di kedua matanya yang menatap Lena dengan benci, membuat Lena seketika mematung di tempatnya dengan tatapan tak percaya sekaligus bingung.

"Apa maksudmu, Vincent? Aku tak pernah melakukan hal tercela seperti itu, kenapa kau bisa mengatakan hal kejam seperti itu padaku? Aku tak pernah-"

"Lalu apa alasan aku sampai dijebloskan ke penjara, Aralena! Sebegitu inginnya dia memilikimu sampai-sampai dia menjebloskanku tanpa aba-aba. Apa kau tak tahu kalau aku sangat tersiksa di sini, ha?!" bentaknya murka.

Lena memejamkan matanya rapat-rapat untuk meredam rasa nyeri di hatinya, lantas kemudian dia pun menggelengkan kepalanya lemah. "Aku bahkan tak tahu atas alasan apa semua ini terjadi. Aku juga kebingungan mengapa tiba-tiba aku harus mendengar kau menjualku seharga 1 juta dollar agar aku jadi pengantinnya Oliver. Aku juga terluka ketika mendengar permintaanmu yang menyuruhku tetap menikahi Oliver ketika aku sangat membencinya."

"Kalau kau membencinya tak mungkin Oliver sebegitu inginnya memilikimu," ucap Vincent masih menuduh Lena. Dia bahkan tak sekalipun berusaha mendengarkan ucapan Lena.

"Pembatalan pernikahan, aku yang dijual seharga jutaan dollar, aku yang harus menikah dengan orang yang tak pernah aku inginkan, pria yang ku cintai masuk penjara lalu ditambah kau menyalahkan aku atas semua ini ketika aku bahkan tetap menikah karena kau yang memohon padaku hari itu? Aku melakukan semua ini demi dirimu, Vincent!" ujar Lena putus asa. Dia menatap Vincent dengan tatapan yang sangat terluka. 

"Tapi Oliver masih menginginkanmu." Lagi, Vincent mengucapkan kalimat yang sama secara berulang-ulang. Seolah begitu ingin menekankan kalau seluruh kemalangan yang terjadi pada mereka adalah salah Lena.

"Lalu apa alasan Oliver begitu menginginkanku? Apa alasan kau harus dipenjara dan apa hubungannya Oliver dengan kau yang harus masuk penjara? Apa alasanmu menjualku seharga jutaan dollar? Apa alasanmu mengajukan pembatalan pernikahan ketika kita sudah sepakat mendaftarkan pernikahan kita dan akan menggelar pesta pernikahan dalam waktu dekat? Apa alasanmu mengirimiku pesan untuk datang menemuimu di kamar hotel sedangkan yang ada di dalam sana adalah Oliver bukan kau?" cecarnya dengan wajah yang berderai air mata. Sesekali isak pilu lolos dari bibirnya, tapi pada momen itu pula Lena terus berusaha menyeka air matanya. "Kau pasti sudah mendapatkan uang satu juta dolar milikmu, makanya kau sejahat ini padaku kan Vincent?"

Kilat marah dan benci di kedua mata Vincent tiba-tiba mereda dan perlahan berganti dengan tatapan sendu yang begitu putus asa.

"Itu semua salah Oliver. Oliver yang menjebakku. Dia membuatku membawa satu koper obat-obatan terlarang lalu melaporkanku sebagai seorang bandarnya. Aku memintanya mengeluarkanku dari penjara, tapi dia memberiku syarat."

"Syarat apa?" tanya Lena disela-sela tangisannya. 

"Syaratnya, dia ingin aku memberikanmu sebagai pengantinnya lalu dia akan membebaskanku dari segala tuduhan di pengadilan yang akan berlangsung 3 hari lagi dari sekarang. Aku tak pernah menjualmu, Lena... aku tak pernah melakukan itu. Sebaliknya, Oliverlah yang menawariku uang jutaan dolar demi memilikimu tapi aku tak melakukannya. Maafkan aku Aralena... maafkan aku yang memilih membatalkan pernikahan kita karena aku sudah sangat putus asa. Aku disiksa oleh polisi selama introgasi dan aku tak bisa menahannya lagi, jadi aku memenuhi keinginan Oliver."

Lena membekap mulutnya rapat-rapat untuk menahan isak tangisnya yang mungkin kian kencang setelah pengakuan itu. Dia bahkan mulai kehilangan kata-kata. Dia ingin sekali marah pada Oliver, tapi melihat bagaimana kondisi pria yang sangat dicintainya itu benar-benar sangat memprihatinkan, membuat Lena kembali dirundung rasa iba.

"Aku sudah melalui banyak hal yang tak adil sejak Oliver menjebakku, Lena. Kau mungkin marah padaku, tapi tolong lebih marahlah pada Oliver. Balaskan dendamku padanya." 

Lena diam.

"Kenapa hanya diam, apa setelah menikahi Oliver kau jadi sangat bahagia?" tuduhnya lagi, sembari menyunggingkan senyuman kecut. Sedangkan Lena langsung membalasnya dengan menggelengkan kepala.

"Tidak sama sekali. Kau salah, Vincent. Aku tak bahagia," jawab Lena serak.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
amymende
baru sampe bab ini, ceritanya dah garing
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Terjerat Gairah Paman Suamiku   140. Nestapa Vincent (Extra part)

    Kali pertama dalam hidupnya, Vincent baru merasakan kalau melihat langit biru dengan awan putih yang bergerak ternyata begitu membahagiakan setelah ia bebas dari penjara. Dulu, sebelum hidupnya jungkir balik seperti sekarang, Vincent tidak pernah merasa bersyukur pada hal sekecil apa pun yang ia dapatkan. Fokus Vincent pada hal besar serta hal-hal yang belum ia dapatkan sehingga ia melupakan hal yang sudah ia punya dan raih selama ini. “Udara pagi ini terasa begitu segar. Tidak pernah kudengar kicauan burung semerdu ini.” Vincent berkata pada dirinya sendiri sembari tersenyum kecut. Hari-hari yang ia lewati sebelum hari ini adalah hari penyiksaan. Hidup di penjara bagaikan neraka. Hanya jeruji besi, atap, baju dan selimut tipis yang menemani Vincent selama di penjara. Hidup Vincent di penjara tidak pernah menyenangkan. Ia dipaksa oleh keadaan untuk menyesuaikan diri. Mengerjakan pekerjaan kasar yang sebelumnya tidak pernah ia lakukan. Menyapu, mencuci, membersihkan

  • Terjerat Gairah Paman Suamiku   139. Kebahagiaan (Extra part)

    "Sayang, apa kamu sudah siap?" teriak Esme dari dapur. Wanita itu tampak sibuk menata bekal untuk anak-anaknya dan juga untuk Sebastian tentunya. Karena tidak mendengar jawaban apa pun, Esme menjeda terlebih dahulu kegiatannya dan berjalan untuk masuk ke kamar putrinya. Dia takut kalau ada yang perlu dibutuhkan oleh putrinya. "Kamu perlu bantuan?" tanya Esme saat baru membuka pintu kamar putrinya. Gisel, gadis berusia sembilan tahun itu masih berdiri di depan cermin dengan seragam sekolahnya itu tersenyum manis. "Sebenarnya aku ingin bersiap sendiri tanpa bantuan Mama, tapi sepertinya aku tetap ingin dibantu. Lihat, terlihat masih belum rapi, kan?" tanya Gisel sambil melihat seragamnya yang kusut. Esme tersenyum, lalu mendekati putrinya itu. Dengan cekatan dia membantu merapikan seragam yang sudah dipakai Gisel agar terlihat lebih rapi. "Anak gadis Mama rupanya ingin belajar lebih mandiri, ya. Seragamnya sudah cukup rapi, Mama hanya perlu membenarkan sedikit saja," tuturnya. Gi

  • Terjerat Gairah Paman Suamiku   138. Adik Mathias (ENDING)

    "Sayang!" Lena berseru saat keluar kamar menuju ruang tamu, membawa perutnya yang kini sudah sebesar semangka lalu duduk di samping Oliver. "Apa, Sayang?" tanya Oliver tanpa menghentikan gerakan tangannya menggulir tab. Kurang dari lima belas menit lagi dia harus berangkat ke kantor, tetapi sampai sekarang masih sibuk mengurusi materi meeting siang nanti. "Lihat ini dulu sebentar." Lena menyodorkan ponselnya hingga menutupi layar tab. Membuat si empunya menghela napas pasrah dan terpaksa menekan tombol home. Pada layar ponsel Lena, terpampang gambar sebuah taman bunga. Sebagian besar isinya diisi oleh bunga mawar, sedangkan yang lain Oliver tidak paham. Lelaki itu mengangkat sebelah alis sembari bertanya, "kamu mau ke situ? Memang itu di mana? Dalam negeri atau luar negeri? Nanti kita ke situ setelah kamu melahirkan dan anak kita cukup besar." "Aku maunya lihat sekarang!" Lena cemberut dan langsung membelakangi tubuh Oliver. "Iya, tapi ...." Belum sempat Oliver menyelesa

  • Terjerat Gairah Paman Suamiku   137. Perayaan Kehamilan

    Pagi ini kediaman Oliver lebih ramai daripada biasanya. Banyak orang berlalu lalang untuk mempersiapkan acara tujuh bulanan Lena yang akan dilaksanakan sore nanti. Oliver mempersiapkan acara ini dengan sangat matang. Dia menyewa vendor terbaik untuk membantu terselenggaranya acara. Ruang keluarga yang luas disulap dengan dekorasi cantik yang penuh dengan bunga karena Lena menyukai itu. Oliver sengaja memesan semua bunga segar. Ada mawar, tulip, lili, ester hingga bunga matahari. Semua itu ditata dengan begitu apik. Membuat acara perayaan kehamilan Lena yang sudah memasuki usia tujuh bulan itu semakin terasa meriah. Di sisi kiri dan kanan ruangan juga ditata dengan meja yang sudah dihias. Nantinya meja tersebut akan diisi dengan aneka minuman, dessert serta hidangan utama. Tentu saja Oliver memesan semua hidangan terbaik dan memanjakan lidah. Awalnya Lena menginginkan acara digelar di halaman belakang tetapi Oliver tidak setuju mengingat cuaca sekarang yang tidak menentu.

  • Terjerat Gairah Paman Suamiku   136. Sate Kelinci

    Mobil Sebastian sudah berhenti di depan rumah Oliver, pria itu turun dari mobil dan menekan bel. Suasana rumah masih terlihat sepi, sepertinya dia datang terlalu pagi, tapi jika dia tidak datang pagi-pagi takutnya Matthew nanti merepotkan.Setelah menekan bel dua kali, akhirnya Oliver sendiri yang membukakan pintu. Dari wajahnya, Oliver baru bangun tidur."Oh, kamu rupanya. Aku kira siapa," ucap Oliver dengan suara serak lhas orang baru bangun tidur."Maaf aku datang pagi sekali. Sebenarnya aku ingin menjemput Matthew kemarin malam, tapi aku pulang terlalu larut. Jadi kupikir lebih baik aku menjemput pagi ini saja agar tidak mengganggu kalian." Sebastian merasa tidak enak.Oliver tersenyum. "Tidak masalah. Ayo masuk."Lena juga baru saja beranjak dari sofa, wanita itu menggulung rambutnya agar lebih rapi. "Kamu datang pagi sekali, Matthew masih di kamar dan sepertinya dia belum bangun," ucapnya."Aku akan menggendongnya saja, tid

  • Terjerat Gairah Paman Suamiku   135. Kembali merasakan ngidam

    Malam ini Matthew tidur di tengah-tengah Oliver dan Lena sebab Sebastian dan Esme mengatakan akan menghabiskan waktu berdua saja di hotel sebagai perayaan. Tentu saja keputusan itu disambut baik dengan mereka berdua karena Oliver sudah menganggap Matthew sebagai putranya sendiri. "Apa kau senang bisa tidur bersama kami?" tanya Oliver. "Tentu saja aku sangat senang sekali!" jawab Matthew antusias. "Baguslah. Kau memang anak pintar," puji Oliver sembari mengusap lembut kepala Matthew. Di sisi lain, Lena senyum-senyum sendiri sambil menatap ke arah suaminya dan Matthew secara bergantian. Sepertinya Lena sangat bahagia dengan situasi sekarang ini. Siapa sangka sikapnya tersebut ternyata disadari oleh Oliver. "Sepertinya ada yang senang juga di sini selain Matthew," celetuk Oliver. Lena sedikit terkejut ketika Oliver menegurnya. Namun, ia tak dapat menyangkal jika ia memang sangat senang. 

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status