Share

3. Malam Pengantin

"Apa yang ingin kau lakukan!?" pekik Lena mengumpat pada Oliver yang menggendongnya masuk ke dalam kamar lalu kemudian menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur.

"Aku? Suamimu ini ingin memberimu pelajaran, karena kamu terus mengutukku, Lena.” 

Tatapan intensnya yang dipenuhi api gairah itu benar-benar membuat Lena merasa sangat terintimidasi. Dia merasa seperti kelinci yang terpojok dalam terkaman singa.

Dalam kepanikan itu, Lena tak tinggal diam. Dia berjingkat bangun dan segera berlari menuju pintu kamar untuk kabur dari terkaman Oliver yang mengerikan. Namun, secepat kilat pula Oliver meraih pinggang Lena dan dengan ringannya pria itu menggendong Lena di bahunya, sementara dirinya mengunci pintu kamar ini rapat-rapat.

"Lepaskan aku!" pekik Lena seraya terus menerus memberontak dan berulang kali melayangkan pukulan keras pada punggung Oliver.

Tubuh Oliver yang mejulang tinggi dengan otot-otot bisep yang terlatih itu terasa begitu keras ketika Lena memukulnya, dan hal itu pula lah yang membuat tiap pukulan yang dilayangkan perempuan itu seperti tak ada pengaruhnya sama sekali untuk Oliver.

"Tak akan semudah itu," tukas Oliver sembari mengumbar seringai puas.

Dengan langkah lebar, Oliver berjalan ke arah ranjang dan tanpa aba-aba dia kembali menghempaskan tubuh Lena ke atas ranjang lalu kemudian merangkak menindih tubuh perempuan yang sudah resmi jadi istrinya itu.

Digenggamnya kedua tangan Lena agar perempuan itu tak lagi memberontak, dan tanpa memberikan kesempatan bagi Lena untuk mengutarakan protesnya, Oliver sudah lebih dulu membungkam bibir Lena dengan ciuman dalamnya yang kian menuntut lebih. 

Api gairah berkilat-kilat di kedua mata Oliver, ketika dia menatap Lena lekat-lekat dalam jarak yang sedekat itu. Dia mencumbu tanpa sekalipun menutup matanya. Sebegitu hebatnya Oliver memuja seorang Aralena, sampai dia tak ingin kehilangan barang sedikitpun momen untuk mengagumi keindahan perempuan yang dicintainya ini. 

Sementara Lena sudah sedari tadi menggelinjang, berusaha melepaskan diri dan sekuat tenaga menolak setiap hal tak senonoh yang Oliver lakukan padanya. Namun, tubuh besar pria itu semakin menindih tubuhnya dan menekan segala tenaga yang dia punya, sehingga dirinya tak bisa melakukan apapun selain menangis.

"Malam ini adalah malam pengantin kita, Aralena. Kenapa kau terus menolakku? Aku tak akan menyakitimu," ucap Oliver lembut. Dia sejenak melepaskan ciumannya karena Lena yang kehabisan napas, lalu ditatapnya perempuan itu dengan tatapan teduh.

Berbanding terbalik dengan Lena yang terus saja menatapnya dengan tatapan penuh kebencian. "Aku tak pernah bersedia jadi istrimu, Oliver, aku terpaksa!"

"Tapi aku tak pernah terpaksa menikahimu," ucap Oliver ringan. Tak sekalipun dia merasa terganggu dengan sikap kasar juga ucapan kejam Lena terhadapnya. Oliver tetap tenang.

Ketika Lena masih berusaha mengatur napasnya, Oliver justru secepat kilat sudah bertelanjang dada. Lena terkesiap keras saat Oliver yang kembali merangkak ke atas tubuhnya.

"Jangan berani-beraninya melalukan hal itu padaku, Oliver kau-" Aleah tak sempat menyelesaikan ucapannya ketika kalimat-kalimat penuh kemarahan itu justru tertahan di batang lehernya karena Oliver kembali melumat bibirnya dengan sangat kasar dan kian menuntut, sementara tangan besarnya itu mulai membuka resleting gaun pengantin yang dikenakannya.

Aralena menggeram marah, dia sekuat tenaga menggerakan kakinya untuk menendang Oliver agar menjauh dari tubuhnya, tapi sialnya semakin dia bergerak, maka semakin kuat juga Oliver menindihnya.

Namun, kali ini Lena tak bisa hanya pasrah saja. Dalam keputusasaan itu, dia menggigit bibir Oliver sekuat tenaga tak peduli rasa amis darah yang terasa seperti besi itu menguar dalam mulutnya.

Dan berhasil. 

Oliver menyudahi ciumannya dan menatap Lena dengan tatapan terkejut. Bibir pria itu benar-benar berdarah dan bengkak!

"Kenapa kau melakukan itu?" tanya Oliver  sambil menyeka darah yang terus mengalir dari bibirnya.

Sementara Lena yang tak merasa bersalah pun semakin menatp marah kepada Oliver. 

"Karena kau menjijikan!" hardiknya

"Aku?"

"Tentu saja! Kau pria tua yang mencuri calon istri keponakanannya sendiri dengan cara licik. Kau menjijikan, di mataku kau sangat menjijikan, Oliver!"

"Jangan bicara seperti itu padaku. Kau tak tahu apapun tentangku, Aralena."

"Apa yang aku tak tahu? Aku tahu betul kalau kau hanya pria tua yang membebani orang tua Vincent. Aku pikir dosamu hanya sebagai seorang pria tua penganguran dan tukang mabuk tak tahu diri yang menumpang hidup pada keluarga kakaknya. Tapi ternyata kau lebih daripada itu, Sialan! Kau menjebak Vincent! Kau pasti mengancam dan memenjarakannya dengan sangat tak adil, makanya dia tak punya pilihan selain merelakanku denganmu!" maki Lena dengan menggebu-gebu.

Dadanya naik turun karena ledakan amarah yang tak bisa dia kendalikan lagi. Bahkan, air mata saat itu mulai mengucur deras membasahi pipinya dan Lena pun mulai menangis terisak-isak diantara amarahnya itu.

"Kau hanya salah menilaiku, Aralena. Aku tak seperti yang kau pikirkan," Lagi Oliver   menegur dengan nada suara tenangnya. Walaupun kini kekecewaan perlahan terlukis begitu jelas di wajahnya.

"Aku tak peduli!" murka Lena yang tak sekalipun merasa kalau dirinya sudah sangat melukai perasaan Oliver. "Kau sudah merusak mimpi terindah yang kupunya. Harusnya aku menikahi pria impianku, harusnya aku bahagia di hari pernikahanku, harusnya... aku jadi pengantin paling bahagia bersama Vincent, bukan kau. Kau merusak segalanya. Kau merusak hidupku. Kau bukan manusia, Oliver... kau iblis! Bahkan kau lebih hina daripada iblis! Kau manusia yang paling aku benci, kau sangat menjijikan!"

Detik itu pula Oliver berjingkat bangun dan menjauhkan dirinya dari Lena. Letupan gairah yang sebelumnya berkilat di kedua mata Oliver, kini lenyap tanpa jejak. Kedua mata Oliver kini dikelilingi kabut hitam, dan perlahan menatap Lena dengan tatapan kosong. 

Kali ini Oliver benar-benar terluka oleh perkataan Aralena.

"Sepertinya kau sudah selesai mengatakan segala kalimat buruk yang kau punya," gumam Oliver dingin. Lantas tanpa kata dia beralih meraih kemejanya dan memakainya kembali. "Aku pikir kau adalah Aralena yang sama yang kutemui belasan tahun yang lalu. Ternyata aku salah. Aku sangat kecewa padamu, Aralena."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status