Home / Romansa / Terjerat Hasrat Dunia Gelap / Bab 8. Kolam Piranha

Share

Bab 8. Kolam Piranha

Author: Shenna
last update Last Updated: 2025-06-10 16:08:40

Alexander menatap jendela kamarnya yang menampilkan pohon-pohon besar nan sepi. Pandangannya beralih ke dua jemari yang masih basah. Setelah kembali dari kamar Ella, Alexander memang belum mencuci tangan atau sekedar mengelap.

Dengan penuh kesadaran, Alexander memasukkan jarinya ke mulutnya sendiri. Mengemut cairan tersebut sampai habis.

"Rasanya masih sama. Manis seperti madu," cakapnya sendiri.

Tapi dalam hitungan detik ia merasa marah lagi. Alexander membanting barang-barang di kamarnya.

"AKKKHH SIALAN."

Alexander meremas rambutnya sendiri, sekarang ia merasa frustasi karena hasratnya tidak berhasil di puaskan. Ia terus mendengar suara tangis Ella selama dirinya bermain.

Itulah alasan Alexander tiba-tiba pergi sebelum permainannya selesai. Ia tidak suka mendengar suara tangis saat sedang bercinta, hal itu membuatnya seperti melakukan pemerkosaan.

Alexander mengambil ponsel untuk menghubungi Lionello. "Bawakan seorang jalang ke sini!"

***

Bunyi burung hantu membuat Ella membuka matanya perlahan. Hal yang pertama ia lihat adalah tangannya yang masih diborgol. Dadanya langsung terasa sesak tapi ia tidak berniat menangis lagi. Lagi pula jika menangis, Alexander tidak akan melepaskannya. Sejak pagi sampai malam, Ella terus menangis membuat tenaganya terkuras banyak.

Mungkin diserang babi hutan lebih baik daripada kembali lagi ke tempat ini. Ia bahkan tidak tahu alasan pria itu melakukan semuanya. Ella hanya ingin berkuliah selama di Italia karena mendapatkan beasiswa. Kenapa hidupnya malah kacau?

Ceklek ...!

Pintu kamar terbuka, Alexander dan tiga orang pelayan masuk. Satu pelayan membawa makanan dan duanya membawa baju yang sangat banyak. Mereka meletakkan makanan di laci samping ranjang dan mereka juga membereskan makanan yang sempat dibuang asal oleh Ella. Setelahnya mereka keluar dan menyisakan Alexander dan Ella.

"Bagaimana rasanya di sini? Nyaman?" tanya Alexander lembut tanpa merasa bersalah. Ia duduk di pinggir ranjang dekat Ella.

"Tolong lepaskan borgolnya."

"Kenapa aku harus melepaskannya?"

"Tanganku sudah sangat kesakitan."

"Itu karena kamu terlalu banyak bergerak, jangan salahkan borgolnya."

"Sebenarnya apa salahku?"

"Kenapa kamu memberikan pertanyaan itu? Memang aku pernah mengatakan bahwa kamu bersalah?"

"Kalau begitu, apa alasanmu melakukan ini?"

"Aku melakukan apa?"

Ella sungguh dibuat tercengang dengan ucapan Alexander yang benar-benar manusia tidak punya hati. "Kau sungguh tidak tahu?"

"Tidak."

"Baiklah lupakan saja. Aku juga akan melupakan semua ini, aku tidak akan melaporkan kepada siapa pun tentang apa yang telah kau lakukan padaku, jadi tolong lepaskan aku. Kau tidak perlu takut mendapatkan berita buruk yang bisa membuat nama perusahaanmu jadi jelek," jelas Ella.

Alexander tertawa. "Apa maksudmu, Nona? Melaporkanku? Memang apa yang akan kamu laporkan? Kamu bicara seolah aku telah menyakitimu."

"Kau ... kau sungguh orang yang tidak tahu malu. Penculikan dan pemerkosaan, kau tidak merasa?"

"Jadi itu yang mau kamu laporkan," Alexander mengangguk mengerti. Tangannya mengelus pipi lembut Ella. "Aku tidak menculikmu, kamu ada pada tempat yang seharusnya dan aku juga tidak memperkosamu. Buktinya semalam aku tidak memasukkan milikku."

"Kau psikopat gila, Alexander!"

"Aku tidak akan gila jika tidak dibuat gila. Semua itu tergantung pada orang yang sedang kuhadapi." Alexander mengambil nampan dari atas laci, menaruhnya di dekat Ella. "Aku telah memberikan makanan enak untukmu, apa kamu tetap menyebutku sebagai psikopat? Makanlah dan jangan membuangnya lagi. Jangan membuatku marah," perintah Alexander. Ia bangun dari duduknya berniat akan pergi.

Namun, Ella menahan tangan Alexander. "Ka ... kamu mau ke mana?"

"Makan ke bawah."

"Kenapa tidak mengajakku? Kenapa malah menyuruhku makan di kamar? Aku juga ingin makan di sana."

"Aku tahu yang terbaik untukmu, jadi tetaplah makan di sini."

"Tidak mau, aku tidak mau."

"Di depanmu sudah ada banyak makanan lezat."

"Ya, tapi suasana juga berpengaruh pada selera makanku," balas Ella cepat. "Aku mohon."

Alexander mendekatkan bibirnya ke telinga Ella, lalu berbisik, "Jika kamu kabur, dagingmu yang akan menjadi sarapanku." Ia mengambil kunci borgol dari kantong celana dan membukanya. Begitu borgol terlepas, ia bisa melihat betapa merahnya lengan wanita itu.

Kemudian, keduanya pergi menuju meja makan. Kemarin Ella memang sudah melihat bagaimana besarnya mansion ini tapi sekarang ia baru sadar bahwa tempatnya lebih besar dari yang Ella kira. Bahkan mereka turun ke bawah menggunakan lift, pantas saja kemarin Alexander mengejar dirinya sangat cepat.

Meja makannya sangat besar, ada banyak makanan di atasnya. Ella sampai bingung memilihnya, ia ingin memakan semua yang disediakan tapi sebagai Ballerina Ella harus menjaga berat badannya.

"Dari pagi tidak ada yang masuk dalam perutmu. Makanlah yang kamu inginkan."

Ella mengambil omelet. Melihat makanannya sambil tersenyum.

"Alexander," panggil seorang wanita.

Ella yang baru akan memasukkan makanannya ke mulut, berhenti. Ia menoleh ke arah sumber suara. Garpunya ia taruh kembali ke piring, dirinya menjadi fokus kepada wanita yang sedang bergelayut di tubuh Alexander.

Dia hanya memakai kemeja putih menerawang tanpa bawahan, Ella bisa melihat celana dalam wanita itu dan dadanya tidak memakai bra.

"Pergilah!" usir Alexander menepis kasar tubuh wanita itu.

"Kenapa kamu kasar sekali? Apa kamu lupa dengan apa yang terjadi pagi tadi? Akan kuingatkan lagi, kamu bergerak sangat liar di atasku. Kita juga melakukannya sangat lama, padahal matahari masih bersinar terang. Kamu bahkan minta lagi saat siang."

"Kubilang pergi saat aku sudah tidak membutuhkan pelayananmu!" tekan Alexander menatap tajam wanita bayaran tersebut.

"Iya. Tapi tubuhku sangat lemas sampai pingsan jadi tidak kuat untuk pulang."

"Dari sekian banyaknya orang di sini, kenapa tidak ada yang berani membuang jalang ini ke tengah jalan saja!" marah Alexander pada anak buahnya. Membuat para pengawalnya terdiam menunduk.

"Ucapanmu sangat kasar." Tangan wanita itu mengelus bahu Alexander. "Jika aku di sini, diriku bisa menghiburmu kapan pun di tempat yang sesepi ini."

"Jadi kau yakin bisa menghiburku sekarang juga?"

"Ya, tentu. Ak- AAKKHH"

Alexander langsung menarik lengan wanita itu dengan kasar. Ella terkejut akan tindakan kasar Alexander yang tiba-tiba. Bahkan Alexander bukan membawa tapi menyeret. Ella mengikuti Alexander dari belakang yang entah akan membawa wanita itu ke mana.

Mereka sampai di tempat yang terdapat sebuah kolam. Kolam itu lumayan besar, cocok digunakan untuk berenang tapi warna air kolamnya sama sekali tidak jernih.

"AAA JANGAN JANGAN," teriak wanita itu saat Alexander membawanya ke tepi kolam.

"Kenapa jangan? Kau bilang bisa menghiburku? Dan inilah hiburanku, Piranha."

"Aku minta maaf, aku akan pergi dari sini sekarang juga. Biarkan aku pergi, Alexander."

"Jangan menyebut namaku, jalang! Kau membuat namaku jadi jelek."

"Baiklah, aku minta maaf. Tolong maafkan aku."

Alexander meronggo kantong celana mengambil sesuatu, ternyata itu adalah pisau kecil tapi sangat tajam. "Kau tahu, ikan Piranha tidak menyerang manusia jika tidak ada darah."

"Tolong jangan lakukan itu. Maafkan aku."

Alexander segera menyayat lengan wanita itu cukup panjang membuat darah segar mulai keluar. "Sudah terlanjur. Bagaimana ini? Ikan-ikan ini juga sudah tidak diberi makan dua hari, pasti mereka senang diberi santapan besar."

"Tolong biarkan aku pergi." Dengan air mata di wajahnya, wanita itu melihat ke arah Ella. "Hei tolong aku."

"Dia tidak bisa menolongmu, mungkin dia juga akan bernasib sama jika membatah diriku," ucap Alexander melirik Ella yang masih diam tak berkutik. "Mari kita jangan membuang waktu untuk acara hiburannya."

Byyuurr ...!

Ella membulatkan matanya dan tangannya langsung menutup mulut yang terbuka karena terkejut bahkan ia merasa takut. Tanpa rasa bersalah Alexander melempar wanita itu ke dalam kolam yang dipenuhi ikan Piranha.

Warna kolam berubah menjadi warna merah. Wanita itu masih hidup, dia menjerit meminta pertolongan. Namun, tidak ada yang menolongnya termasuk Ella.

Alexander melangkahkan kakinya ke arah Ella bersamaan dengan Ella yang ikut mundur. Tangan Alexander langsung meraih pinggang Ella, menghilangkan jarak mereka. "Ini hanya menjadi peringatan bahwa kau harus menurutiku!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 14. Tidur dalam Dekapannya

    Alexander mendongak, menatap sang ayah dengan tatapan yang sulit dibaca. Kemudian, menarik napas panjang sebelum menjawab, "Dia masih terlalu muda.""Umurnya sudah 20 tahun, sudah cukup untuk menikah.""Aku bukan pedofil," tolak Alexander lagi."Wanita itu sendiri yang sudah setuju dengan rencana pernikahan ini, jadi kau tidak akan dianggap orang jahat oleh masyarakat.""Dia mengatakan itu karena masih kecil. Belum memikirkan kehidupan pernikahan setelahnya.""Kau bisa membimbingnya. Umurmu juga sudah kepala tiga.""Aku bukan seorang guru.""Kau terlalu banyak alasan, Alexander. Perjodohan ini sangat menguntungkan bagi kita. Pernikahan bukan hal yang sulit. Kau hanya perlu tidur bersama agar mempunyai keturunan, dan memberinya banyak kemewahan. Wanita akan suka saat diberi hadiah. Hanya itu yang perlu kau lakukan selama masa pernikahan, tidak perlu melibatkan cinta.""Walau tidak harus melibatkan perasaan, tapi tetap harus melibatkan komitmen. Aku tidak suka menjalin hubungan serius d

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 13. Penjualan Kotor

    "Ah jangan membahas itu," ucap Chloe."Kenapa? Itu 'kan kabar luar biasa. Ella juga pasti senang mendengar beritanya.""Benar. Aku terkejut dan senang bisa bertemu langsung dengan keluarga pendiri kampus. Apalagi di sini aku mendapatkan beasiswa penuh," kata Ella."Benarkah? Memang awalnya kamu kuliah di mana?" tanya Teresa."Aku kuliah di kotaku, Melbourne. Di Lynwoosh University.""Jadi kamu anak baru ya?" tanya Chloe dengan mata yang berbinar dan senyum lebar."Iya. Aku baru masuk.""Yee akhirnya ada anak baru juga." Chloe memeluk Ella sebentar. "Aku juga anak baru. Aku senang mendapatkan teman yang sama.""Iya. Kuharap kita terus berteman baik," balas Ella. Wajahnya tidak kalah ramah. "Tapi ... kenapa kamu pindah?" Chloe menggaruk tengkuk yang tak gatal. Pipinya juga tiba-tiba memerah malu. "Aku ... hanya ingin.""Dia berbohong. Chloe itu sebenarnya sudah bertunangan dengan pengusaha Italia, dan alasan dia ke kampus ini adalah karena pria itu. Lihat saja cincin di jarinya, sangat

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 12. Menjadi Teman

    Tanpa rasa malu, Alexander membuka ikat pinggang serta kancing dan resleting celananya sendiri. Membuat Ella melebarkan mata, tercengang dengan apa yang dilakukan pria di depannya. Dia memang pria gila. Ella berniat melarikan diri, namun, Alexander lebih cepat menarik lengannya, lalu membawa Ella duduk di sofa. "Kau tidak boleh lari sebelum memenuhi perkataanmu sendiri!" protes Alexander."Sudah kubilang aku sedang datang bulan. Dasar gila.""Tenang saja, Nona. Aku tidak akan memasukkan ke dalam milikmu. Tapi ..." Jari Alexander bergerak membuka mulut Ella. "Tapi memasukkannya ke dalam mulutmu."Ella diam membeku, melihat Alexander mulai membuka celana dalamnya. Sekarang benda panjang itu terpampang jelas di mata Ella.Alexander menyentuh kepala Ella. "Masuklah, tunggu apa lagi?""Jangan melakukan hal gila kepadaku!""Berhenti mengumpat, lakukan saja tugasmu."Ella terus diam, membuang muka dari benda yang sudah tegang di hadapannya. Namun, itu yang membuat Alexander menjadi sedikit

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 11. Permainan Billiard

    "Baru saja. Silakan lanjutkan permainanmu," balas Alexander menutup pintu ruangan tersebut.Chloe mengambil Cue/Tongkat biliard berwarna merah kepada Alexander. "Ayo bermain biliard bersama.""Tentu." Alexander mengarahkan tongkat ke bola biliard yang berada di meja biliard. Dalam sekali memukul, dua bola masuk ke dalam lubang meja biliard."Woah! kamu memang hebat," puji Chloe bertepuk tangan."Ini biasa saja.""Bagi orang hebat sepertimu pasti biasa saja, tapi bagi orang yang payah sepertiku, ini luar biasa. Aku baru berhasil memasukkan satu bola padahal sudah bermain sebelum kamu datang.""Kamu tidak payah, hanya perlu berlatih.""Emm jadi ... bisakah kamu mengajariku ... secara dekat? Maksudku mengajariku dengan detail agar aku lebih mudah mengerti.""Ya, tentu," jawab Alexander setelah berpikir sejenak.Alexander memposisikan dirinya di belakang Chloe, membuat tubuh mereka saling bersentuhan. Tongkat digenggam oleh tangan keduanya, mengarah ke lubang meja biliard."Kamu harus fo

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 10. Tunangan

    "Tidak! Dasar mesum!" tolak Ella cepat. Seketika wajahnya memerah, mengingat malem itu. Memalukan, menyakitkan, dan menyenangkan. "Sepertinya kau sering tidur dengan jalang," ujar Ella tiba-tiba. "Siapa yang bilang?" "Aku. Buktinya barusan wanita yang kau bilang bernama Alice itu mengatakan aku jalang dan kemarin, wanita yang kamu bunuh adalah wanita panggilan, bukan?" "Pertama, aku tidur dengan mereka hanya jika ingin. Tapi kamu tidak bisa menganggapku pria brengsek hanya karena sering meniduri jalang. Aku membantu mereka mendapatkan uang. Kedua, aku tidak membunuh wanita itu. Sayangnya ikan Piranha hanya melukai beberapa bagian tubuhnya." "Itu sama saja, kau melakukan tindakan kriminal. Apa kau tidak takut pada hukum?" "Tidak, jika hukum berlaku padaku, pasti aku sudah di dalam penjara sejak lama." "Kau benar-benar pria mengerikan. Apa kau seorang buronan? Seperti ... mafia?" "Terserah padamu menganggapku seperti apa. Yang pasti pekerjaanku membuat diriku kaya raya." "Jangan

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 9. Takluk dalam diam

    Selimut menutupi tubuh Ella dari ujung kaki sampai leher. Ini sudah tengah malam dan dirinya mulai mengantuk tapi matanya tidak bisa terpejam. Kejadian di kolam piranha terus terbayang jelas di otaknya. Bagaimana teriakan wanita itu sampai bau darahnya masih membekas, ia ingat jelas. Apa lagi saat dia meminta tolong kepada dirinya tapi Ella tidak bisa melakukan apa pun. Ia hanya diam membeku seperti orang bodoh. Walau tidak menyentuh korban tapi orang yang melihat pembunuhan tanpa membantu tetaplah pembunuh, ia sama saja dengan pria brengsek itu. Siapa sebenarnya Alexander? Dia sangat menakutkan. Ella juga tidak tahu sampai kapan dirinya akan hidup sebab bisa kapan saja Alexander melakukan hal serupa pada dirinya. Bahkan mungkin lebih kejam. Rencana awal Ella yang ingin melakukan pendidikan lebih lanjut di Italia agar bisa menjadi seorang Ballerina profesional, telah hangus. Ia hanya ingin membuat kedua orangnya dapat melihat putri satu-satunya tampil sempurna di panggung Ball

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status