Home / Romansa / Terjerat Hasrat Dunia Gelap / Bab 7. Hutan, Tubuh, dan Dosa

Share

Bab 7. Hutan, Tubuh, dan Dosa

Author: Shenna
last update Huling Na-update: 2025-06-10 15:34:11

Ella tentu tidak akan membuang-buang waktu lagi. Ia segera berlari ke luar gerbang yang menjulang tinggi itu. Dugaannya benar, rumah ini berada di dalam hutan. Hutan dengan tumbuhan besar serta liar dan sangat gelap, padahal hari belum malam. Ella juga bisa mendengar suara air.

Apa itu air terjun, sungai, laut atau apa? Entahlah dirinya tidak tertarik.

Ia juga baru menyadari jika kakinya tidak memakai alas apa pun. Namun, Ella tidak perduli, ia terus berlari ke depan.

Tiba-tiba terdengar suara geraman dalam dan mengendus. Suaranya bukan suara manusia. Sekarang suaranya makin dekat. Ketakutan Ella sudah tidak bisa dibendung. Ia harus terus berlari walau tubuhnya lemas. Tapi lari ke mana? Ia bahkan tidak tahu seberapa jauh lagi agar bertemu keramaian.

Setelah berpikir dalam waktu yang sangat singkat, Ella memutuskan mencari sumber air. Ia berlari sekencang mungkin dan akhirnya bertemu dengan air.

Akan tetapi, sumber air ini berbeda dengan bayangannya. Selain di tengah hutan ternyata rumah Alexander berada di atas tebing tinggi dan di bawah ada laut yang sangat luas dan pastinya dalam.

Ella memutuskan berbalik badan. Namun, suara geraman itu semakin dekat lalu terlihat seekor babi hutan yang sangat besar. Babi tersebut sudah melihat matanya jadi rasanya mustahil untuk lari kecuali terjun ke bawah air.

Pilihan hanya dua yaitu, mati diserang babi hutan atau mati tenggelam.

Dengan tangan gemetar, Ella mengarahkan pistol ke arah babinya. Ia menekan pelatuk pistol seperti yang diajarkan oleh Alexander.

Dor ...!

Tembakan itu berhasil membuat babinya tersungkur. Sesaat, Ella tersenyum lega. Tapi tidak lama kemudian, suara geraman itu terdengar lagi bahkan lebih berat dan keras. Mata Ella membesar ketika menyaksikan babinya bangun kembali.

Pelurunya sudah habis. Pistolnya jatuh dari tangan Ella begitu saja. Ia berjalan mundur bersamaan dengan babinya yang semakin maju.

Orang-orang bilang harus tetap tenang dalam segala kondisi, tapi bagaimana caranya agar ia tetap tenang saat ini? Situasinya membuat Ella benar-benar menuju kematian, hanya caranya yang berbeda.

"AKKHH," teriak Ella saat kakinya ampir terjatuh. Ia menoleh ke belakang, yang di mana dirinya sudah melihat jurang tinggi itu. Ia sudah benar-benar tamat.

Ella menutup mata agar tidak melihat bagaimana caranya ia meninggal dengan sadis. "Maafkan aku, ibu, ayah, Josh-"

Dor ...!

Suara tembakan itu membuat Ella terkejut, ia membuka kembali matanya untuk melihat siapa yang menembak dan apa yang tertembak, karena ia tidak merasa tubuhnya sakit terkena peluru.

Matanya terbuka secara perlahan, dan melihat Alexander memegang pistol sedang berjalan ke arah dirinya. Ella juga melihat babi hutan itu sudah berbaring di tanah dengan darah yang bercucuran.

"Kau lebih lemah dari yang kukira," kata Alexander sudah di hadapan Ella.

Ella membuang muka, air mata mulai turun membasahi pipinya. Nyawanya sudah di ujung tanduk dan pria ini dengan santai meremehkannya.

Alexander melihat wanita di depannya ini sedang menangis tapi ia tidak berniat mengusap air mata itu karena sudah tahu Ella pasti akan menepis. Pandangannya turun ke bawah kaki Ella yang sudah berdarah dan kotor.

Tanpa meminta izin, Alexander menggendong tubuh Ella.

"Turunkan aku!"

"Apa kau yakin akan bisa melanjutkan pelarianmu dengan kondisi tubuh selemah ini? Jarak untuk bertemu jalan raya masih jauh dan masih banyak binatang berbahaya di sekitar sini."

Ella diam tak bergeming. Tubuhnya memang masih terkejut dengan apa yang barusan terjadi.

Alexander menggendong Ella sampai ke dalam mansion. "Bawakan kotak obat ke kamar," pintanya pada pelayan. Ia mendudukkan Ella di ujung ranjang. Alexander sendiri yang membersihkan luka kaki tersebut.

Ada tanah, kaca, ranting pohon, dan batu-batu kecil. Ella terus menggigit bibir selama Alexander mengobatinya agar tidak mengeluarkan suara kesakitan.

"Berlari hanya dengan memakai piyama tanpa ada alas kaki, lain kali lihat kondisimu dulu sebelum kabur. Sok berani padahal malah membuat kakimu sakit," ledek Alexander selesai mengobati.

"Aku seperti ini karenamu. Kenapa kau malah membawa diriku ke rumahmu?"

"Pertama, ini bukan sekedar rumah. Ini adalah mansion milikku."

"Aku tidak perduli. Cepat antar aku kembali ke tempat semalam."

"Semalam kau di club dan club itu milikku. Mau ke sana lagi?"

"Arrgghh sialan, seharusnya aku tidak usah ikut," kesal Ella.

"Salah. Kejadian semalam tidak berpengaruh besar. Kesalahan fatalmu adalah memilih pergi ke Italia."

"Semua orang bebas ingin ke mana saja. Lagi pula memang sepenting apa dirimu di sini, hah?"

"Kau akan tahu itu setelah tinggal bersamaku."

"Apa? Aku sama sekali tidak mau tinggal bersamamu!"

"Dan aku tidak sedang meminta izin pada siapa pun."

"Kau tidak bisa melakukan tindakan seenaknya pada. Kau ak-"

Toktoktok ....!

Ketukan pintu memotong perdebatan mereka. Alexander membuka pintu dan menutupnya kembali. Ada nampan di tangannya. "Makanlah, kau belum sarapan." Alexander menaruh nampan berisi buah, dada ayam, sandwich tuna, dan air putih di samping Ella.

Ella menatap makanannya tanpa nafsu, malah membuatnya semakin pusing. Ia sudah tidak tahan lagi. Ella membuang nampan tersebut ke lantai, membuat makanan berserakan.

Walau kakinya masih sakit, Ella tetap ingin pergi dari tempat ini. Ia bangun berniat akan pergi. Namun, baru dua langkah, Alexander dengan mudah membanting tubuh wanita itu ke ranjang. Ella meringis atas tindakan Alexander yang kasar

"Kau sangat keras kepala!" Alexander naik ke atas tubuh Ella. Ia menahan kedua tangan wanita itu dengan tangannya sendiri lalu menaruhnya di atas kepala Ella. "Aku sudah memberikan kesempatan untuk pergi tapi kau malah menyia-nyiakan kesempatannya dan aku tidak suka memberikan kesempatan kedua pada siapa pun."

"KELUARKAN AKU DARI SINI!"

"Jadi kau sangat ingin keluar ya?" Tangan Alexander meremas kedua payudara milik Ella secara bergantian. "Ini sedikit lebih besar padahal kamu seorang Ballerina. Apa sekarang harus kuanggap kamu sebagai seorang wanita dewasa bukan perempuan kecil lagi?"

"Singkirkan tangan kotormu itu, bajingan!" Ella terus mencoba memberontak tapi tetap tidak bisa. Tubuh Alexander terlalu besar dibandingkan dirinya.

Alexander mulai melumat bibir Ella dengan kasar, namun, wanita itu tidak membuka mulutnya. Lalu Alexander menggigit bibir bawah Ella membuatnya membuka mulut. Meskipun begitu, Ella tetap tidak mengikuti gerakan Alexander, yang berhasil membuat pria itu menghentikan ciumannya.

Ia menatap tajam mata lawannya yang sudah mengeluarkan air mata. Sialan, membuat suasananya berantakan. Alexander tidak pernah ditolak oleh wanita mana pun, bahkan para jalang bersedia membuka pahanya kapan saja. "Jangan menangis! Ikuti aku atau kau akan mendapatkan lebih banyak masalah!"

Alexander kembali mencium bibir ranum tersebut dengan gerakan sesukanya. Terserah pada dirinya yang ingin bermain kasar atau lembut, yang pasti wanita yang ia tiduri harus mengikuti keinginannya agar bisa merasa puas.

Mulut Ella terus mengikuti permainan kasar Alexander, bersamaan dengan air mata yang terus mengalir semakin deras. Ia merasa tangan Alexander mulai masuk ke dalam celana dalamnya. Jari-jari itu mulai bermain di bawah sana.

Ciuman Alexander turun ke leher Ella, membuat bercak merah. Jari-jarinya bermain di surga dunia, ia jadi tidak sabar memasukkan dirinya di dalam sana. Bagaimana rasanya? Apakah akan berbeda dari sebelumnya?

Ella menutup mulutnya rapat-rapat selama sentuhan Alexander memanjakan tubuhnya. Ia tidak ingin mengeluarkan desahan untuk Alexander. Namun, saat Ella sebentar lagi mencapai klimaks, tiba-tiba jari dan ciuman pria itu berhenti.

Alexander menjauhkan jarak mereka. Ia berjalan ke arah laci dan mengambil borgol. Dengan cepat Alexander meraih tangan Ella lalu memborgolnya di ranjang.

"Jangan! Tolong jangan lakukan itu!" pinta Ella.

Alexander tentu tidak akan menuruti omongan Ella. Ia pergi menutup pintu kamar dengan membawa kunci borgol. Meninggalkan Ella sendirian di kamar dengan keadaan menangis, pakaiannya berantakan dan sekarang tangannya sakit karena borgol.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 119. Janji Pembunuh

    Mobil melesat dalam gelap, ban menggumam di aspal basah. Sementara kepalanya terus mencaci dirinya sendiri. Kenapa begitu lengah dan tolol terhadap setiap tanda yang terbuang?Ia bersumpah pihak mana pun yang terlibat, semuanya runtuh, dengan tangannya sendiri. Alexander akhirnya tiba di depan gedung apartemen. Tak ada pihak kepolisian. Bagus. Semuanya tenang seperti biasa.Ia langsung menuju lantai atas. Begitu sampai, tanpa mengetuk, jemarinya menekan cepat password-nya.Teresa yang duduk di sofa tersentak mendengar pintu dibuka. Matanya sayu tapi penuh lega. "Oh syukurlah kau datang."Alexander tak menjawab. Pandangannya menyapu setiap sudut ruangan, mulai dari meja, lantai, dapur, balkon. Semua tampak rapi, tak meninggalkan jejak.Ia melangkah ke kamar, membuka setiap pintu, setiap celah, mencari sesuatu yang mungkin bersembunyi di sana. Teresa mengikutinya dari belakang sambil terus menggenggam tangannya yang bergetar. "Sudah kucek semuanya ... dan Ella tidak ada.""Apa kau tid

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 118. Kelalaian

    "Siapa?" "Aku Teresa. Tetangga Ella dan ... dan sekarang aku tidak melihatnya."Alexander tak menjawab. Hening. Hanya suara napasnya yang terdengar lewat sambungan. "Apa maksudnya? Hilang?""Dia tidak ada di tempatnya! Apartemennya kosong! Ponsel tergeletak di lantai begitu saja. Apa kau sangat bodoh, hah?" Suara di sebrang terdengar meninggi, frustasi, sekaligus takut. Lalu berganti menjadi isakan. "Aku tidak tahu harus bagaimana. Tolong temukan dia."Alexander diam. Satu tangan bertumpu di pagar balkon, sementara jemari lainnya menggenggam ponsel begitu kuat sampai kuku jemarinya memutih. "Kapan terakhir kau melihat Ella?""Sudah lama. Aku baru pulang dari luar kota. Dan ... dan saat tiba, aku ... aku tidak melihatnya. Ini sangat membingungkan.""Jadi sekarang kau berada di dalam apartemennya, begitu?""Iya." "Apakah ada orang lain?""Tidak ada. Hanya ada aku dan anjingku."Alexander memejamkan mata sejenak, rahangnya mengeras. Memikirkan siapa dan langkah apa yang harus dilakukan

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 117. Evan

    Alexander melangkah masuk ke kamar setelah memastikan Chloe di ruang sebelah belum juga siap berangkat. Entah apa yang membuat wanita itu begitu lama, yang jelas waktu terus berjalan dan kesabarannya mulai menipis.Ia berdiri di depan cermin, sekali lagi merapikan dasi kupu-kupu yang sudah terpasang sempurna di leher kemeja hitamnya. Jasnya masih tergantung di sandaran kursi. Alexander menghela napas pelan, menggeleng kecil, berusaha menahan diri untuk tidak mengomel.Drrtt ...!Alexander langsung menoleh kearah ranjang dengan kening yang berkerut. Ponsel? Bukankah tadi ia meninggalkannya di ruang tamu?Pria itu mengambil benda tersebut, menatap layar yang menyala. Sebuah nama muncul di sana, Evan.Namun Alexander langsung tahu siapa sebenarnya di balik nama itu.Ella.Sebelum mengangkat panggilannya, ia menengok ke arah pintu yang tertutup rapat. Aman. Lalu jarinya terangkat hendak menekan tombol hijau di layar. Tapi sebelum sempat menekan ...Toktoktok ...!Suara ketukan lembut di p

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 116. Umpan

    Wanita itu terdiam sejenak, mencerna situasi dengan cepat. Lalu segera mengangkat Miu ke pelukannya dan berbalik. Dengan napas tersengal dan langkah tergesa, Ella berlari sekuat tenaga menuju unitnya. Pria itu jelas ikut berlari mengejarnya. Tapi Ella tetap fokus ke tujuannya tanpa berhenti sebentar pun. Dengan jantung berdebar liar, ia hampir tersandung saat berhenti di depan pintu unitnya. Napasnya memburu, tangan gemetar sambil menekan angka-angka di keypad. "Ayo ... ayo ... cepat ..."Bip ...!Bunyi kunci digital terdengar. Lampu kecil di panel berubah hijau. Ia menarik napas lega sepersekian detik sebelum menoleh sekilas ke samping.Pria itu sudah sangat dekat, hampir menjangkaunya. Tatapan matanya liar, penuh amarah.Ella langsung mendorong pintu, masuk ke dalam, dan berusaha menutupnya secepat mungkin. Tapi sebelum benar-benar rapat ...Brak ...!Sebuah kaki menahan celah pintu itu."AAAAA DASAR JALANG! BUKA PINTUNYA!" teriak pria itu dari luar, kesakitan.Ella menggertakkan

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 115. Pria di Taman

    Layar televisi di ruang tamu terus menyala, menyorot cahaya redup yang berkedip di dinding apartemen itu. Suaranya lirih, hanya gumaman penyiar berita yang bercampur dengan denting hujan di luar jendela."Pihak berwenang telah mengonfirmasi adanya kerusuhan di dalam Blok C Penjara Santa Malvina, Milan. Belum diketahui jumlah pasti tahanan yang melarikan diri, namun sumber internal menyebutkan sedikitnya dua puluh orang berhasil kabur dalam aksi terkoordinasi yang terjadi sekitar pukul sebelas malam waktu setempat ..."Ella menggeliat pelan di sofa. Udara dingin menusuk kulitnya yang terbuka di balik pakaian tipis. Rambut cokelatnya kusut, sebagian menutupi pipi yang masih lelah. Suara penyiar yang terus bergema di latar membuat matanya perlahan terbuka.Cahaya dari layar TV menyorot wajahnya. Ia menyipit, mencoba fokus pada gambar yang berganti-ganti di layar, ada barisan polisi, lampu sirine, kawat berduri, dan helikopter yang berputar di atas penjara."Dalam insiden tersebut, salah

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 114. Bidik Target

    Pukul 11:00 PM, lampu-lampu di blok penjara sebagian sudah padam. Suasana hening memeluk setiap sel, terdengar hanya napas berat para tahanan yang telah terlelap di tempat masing-masing. Berbeda dengan empat orang di sel khusus itu, yang masih terjaga, merencanakan permainan mereka dengan penuh ketelitian dan antisipasi.Ruggero menoleh kanan-kiri, mengamati setiap kemungkinan langkah kaki yang bisa terdengar kapan saja. "Tidak ada orang," ucapnya membalikkan tubuh menghadap rekan lainnya. "Bagus," sahut Ettore. "Ini jam pergantian shift penjaga. Jika kita gunakan waktu ini dengan tepat, rencana kita bisa berjalan hampir tanpa hambatan."Ettore memegang pensil mekanik itu lebih dekat ke wajahnya. Kemudian menekan ujungnya hingga bagian kecil di dalamnya muncul, sebuah potongan logam tipis, hampir seperti jarum, yang berkilau samar di remang lampu. Lalu ia menyodorkan potongan itu ke arah Tano. "Lakukan tanpa kesalahan. Benda kecil itu hanya ada satu.""Tenang saja, kakak. Kau tahu se

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status