Home / Romansa / Terjerat Hasrat Dunia Gelap / Bab 9. Takluk dalam diam

Share

Bab 9. Takluk dalam diam

Author: Shenna
last update Last Updated: 2025-06-10 17:51:24

Selimut menutupi tubuh Ella dari ujung kaki sampai leher. Ini sudah tengah malam dan dirinya mulai mengantuk tapi matanya tidak bisa terpejam.

Kejadian di kolam piranha terus terbayang jelas di otaknya. Bagaimana teriakan wanita itu sampai bau darahnya masih membekas, ia ingat jelas. Apa lagi saat dia meminta tolong kepada dirinya tapi Ella tidak bisa melakukan apa pun. Ia hanya diam membeku seperti orang bodoh.

Walau tidak menyentuh korban tapi orang yang melihat pembunuhan tanpa membantu tetaplah pembunuh, ia sama saja dengan pria brengsek itu. Siapa sebenarnya Alexander?

Dia sangat menakutkan. Ella juga tidak tahu sampai kapan dirinya akan hidup sebab bisa kapan saja Alexander melakukan hal serupa pada dirinya. Bahkan mungkin lebih kejam.

Rencana awal Ella yang ingin melakukan pendidikan lebih lanjut di Italia agar bisa menjadi seorang Ballerina profesional, telah hangus. Ia hanya ingin membuat kedua orangnya dapat melihat putri satu-satunya tampil sempurna di panggung Ballet. Jika mengingat keluarga, Ella jadi rindu pada ayah, ibu, dan kedua kakaknya.

Seharusnya sejak awal, ia memilih menerima beasiswa di Sydney, Australia daripada beasiswa di kampusnya saat ini.

Rasanya Ella ingin memutar waktu. Pasti menyenangkan bisa latihan Ballet, menghabiskan waktu bersama teman-temannya, dan pastinya ia masih bisa bertemu kedua orang tuanya.

"Dasar Ella bodoh," geramnya pada diri sendiri.

Terdengar suara pintu terbuka, Ella segera menutup mata tanpa menengok siapa yang masuk. Siapa pun itu, ia tidak ingin berurusan.

Ella merasa orang itu naik ke ranjangnya, semakin mendekat lalu sebuah tangan besar melingkar di pinggangnya.

"Kamu sudah tidur?" bisik Alexander tepat di telinga Ella.

Suara berat itu membuat Ella merinding tapi ia tidak ingin membuka mata. Alexander yang merasa tidak mendapatkan respon apa-apa, ikut memejamkan mata. Namun, tangannya belum mau diam.

Tangan Alexander yang awalnya berada di pinggang beralih meraba kemaluan Ella yang masih tertutup celana, lalu beralih masuk ke dalam baju wanita itu. Meremas dua gundukan dadanya secara bergantian.

Ella yang mendapatkan perlakuan itu, memendamkan wajahnya di bantal agar melampiaskan hasrat yang begitu nikmat dari tangan Alexander.

Tangan Alexander berhenti begitu saja sebelum semuanya selesai. Ia mengecup telinga Ella yang berubah menjadi warna merah dan akhirnya benar-benar memejamkan mata.

Keesokkan paginya, Ella bangun tidur sendirian di ranjang. Entah sejak kapan Alexander pergi dari kamarnya, ia tidak peduli. Mungkin pergi bekerja.

Ella mandi terlebih dahulu sebelum pergi ke bawah untuk sarapan. Perutnya tidak terlalu lapar tapi ia akan tetap turun ke bawah agar bisa melihat-lihat seluruh mansion ini. Siapa tahu menemukan jalan keluar.

"Nona ingin makan apa?" tanya pelayan menghampiri Ella yang baru sampai di meja makan.

"Aku akan makan yang sudah disiapkan saja." Ella duduk di depan meja yang sudah disediakan banyak makanan. "Apa Alexander sudah pergi bekerja?"

"Tuan ada di rumah, tapi sudah sarapan."

"Baiklah," ucap Ella. Dari sekian banyak makanan, ia mengambil roti dan selai. Sejak kejadian kemarin, Ella takut melakukan apa pun di mansion Alexander, termasuk memilih makanan.

Setelah selesai sarapan, Ella pergi mengelilingi seluruh ruangan di lantai bawah mansion. Walau merasa tidak nyaman karena setiap sudut mansion ini selalu ada pria-pria berpakaian hitam bahkan di halaman luar lebih banyak, seperti mereka menjaga tempat ini dengan ketat

Namun, tiba-tiba ada sebuah tangan yang mendarat di pundaknya. Ella menengok ke belakang ada seorang pria tua yang sedang tersenyum kepadanya.

"Dari tadi aku melihat anda seperti sedang mencari sesuatu. Ada yang bisa dibantu, Nona?" tanya pria itu.

"Emmm aku sedang melihat-lihat mansion ini."

"Kalau begitu aku bisa membantu. Sudah lama diriku tinggal di sini jadi tahu di mana saja tempatnya."

"Baiklah, tapi siapa nama anda?"

"Perkenalkan namaku Benjamin Tomassi, Nona bisa memanggilku Ben atau apa pun senyamannya," jawab Ben.

"Anda terlihat berbeda dengan pria lainnya di sini."

"Maksud anda apa yang berbeda?"

"Pria di sini bertubuh besar dan menyeramkan, sedangkan anda terlihat ramah."

"Anda benar, fisikku memang sudah tua dan posisiku tidak sama dengan mereka. Aku kepala pelayan mansion ini."

"Sedangkan mereka apa? Mereka berani menyimpan senjata dalam pakaiannya. Apa mereka semua bodyguard Alexander?"

"Bisa dikatakan begitu. Tugas mereka adalah menjaga Tuan."

"Tapi apa perlu sebanyak itu?"

"Ini hanya sedikit, jumlah sebenarnya lebih banyak."

"Wow bahkan warga sipil bisa memiliki lebih banyak pengawal daripada presiden."

Ben tertawa kecil, perkataan Ella berhasil mengenai humornya yang tinggi. "Tuan memang warga sipil tapi di keluarga ini, Tuan orang penting."

"Yang kudengar bisnis Alexander bergerak di bidang property. Apa bisnisnya begitu besar? Atau dia punya pekerjaan lain?"

"Itu benar, Tuan pewaris perusahaan milik keluarga Hoffa."

Ceklek ...!

Pintu di samping mereka terbuka membuat pembicaraan Ben dan Ella terhenti. Ella menoleh, melihat Alexander dan seorang wanita asing keluar secara bersamaan.

"Ternyata ada mainan baru di sini," kata wanita itu. Dia memperhatikan Ella dari ujung kaki sampai ujung kepala. "Tapi pelacur satu ini terlihat berbeda. Apa seleramu berubah, Alexander?"

"Aku bukan pelacur," sanggah Ella cepat.

"Benarkah? Lalu apa?"

"Aku dikur-"

"Pergilah, Alice!" potong Alexander.

"Kau galak sekali dengan adikmu sendiri. Biasanya kau galak dengan pelacur yang masih tinggal di sini setelah melayanimu. Tapi sekarang kau membela wanita bayaran."

"Sudah kubilang, aku bukan wanita bayaran!" tegas Ella.

"Lalu apa? Kau bukan pacar atau tunangan saudaraku."

"Saudaramu itu seorang bajingan, dia membawaku secara pak-"

Alexander menarik lengan Alice segera menjauh dari Ella. Bukan takut rahasianya terbongkar, hanya saja ia memang tidak suka keluarganya mencampuri urusan pribadinya.

Setelah mengusir paksa adiknya keluar, Alexander kembali menemui Ella dan Ben. "Anda bisa pergi."

"Baik, Tuan," jawab Ben lalu pergi.

"Kamu sudah makan?"

"Sudah." Ella melanjutkan perjalanannya untuk melihat seisi mansion.

"Kamu tertarik dengan mansionku tenyata." Alexander mengintili Ella dari belakang.

"Sedikit."

"Jika kamu pikir akan menemukan jalan keluar, hilangkan saja pikiran dan niatmu itu. Tapi jika hanya ingin melihat-lihat, akan kutunjukkan. Ikuti aku."

Ella sempat ragu ketika melihat punggung Alexander yang akan memimpin. Seperdetik kemudian, keduanya pergi bersama melihat-lihat isi mansion.

Alexander mengajak Ella melihat kolam ikan Piranha, kolam renang, ruang gym, dan ruang billiard. Namun, itu hanya sebagian karena Alexander tidak memberitahu Ella semua isi mansion tersebut.

"Ini tempat terakhir yang akan aku tunjukkan. Sudah puas?" tanya Alexander. Mereka sedang berada di ruang gym.

Ella mengangguk, ia melihat alat-alat gym yang besar dan lengkap. "Pantas saja para penjaga di sini bertubuh besar," celetuk Ella.

"Ya, orang yang bekerja sama denganku harus mempunyai ketahanan fisik dan mental yang kuat. Aku tidak menerima orang yang lemah, yang hanya akan menyusahkan. Seperti dirimu," ejek Alexander. "Tapi jika kamu menilai tempat ini adalah tempat olahraga mereka, itu salah. Ini hanya tempat untuk diriku."

"Begitu," jawab Ella malas.

"Kamu tidak memuji otot tubuhku?"

"Tidak."

"Padahal saat di Australia, kamu bilang tubuh sangat sempurna, bahkan milikku ... mau melihatnya lagi?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 87. Ruang VIP

    "Apa kau pegawai baru di sini?" tanya seorang pria, matanya mengikuti setiap gerak Ella."Iya," jawab Ella, meletakkan bir di atas meja yang dihuni empat pria. "Selamat menikmati." Ia berniat pergi setelah tugasnya selesai."Hei, tunggu dulu," cegat salah satu dari mereka. Tangannya menggenggam tangan Ella. Jari-jari itu menyentuh lembut namun menyebalkan bagi yang menerima sentuhan. "Duduklah di sini, kita akan memberimu tip banyak.""Tidak perlu, Tuan," jawab Ella dengan suara bergetar, mencoba melepaskan cengkraman itu. Ketakutan mulai merayap, tatapan mereka membuat tubuhnya membeku. "Aku harus kembali bekerja.""Melayani kami juga tugasmu, bukan? Jadi tinggallah di sini.""Tidak! Tolong lepaskan!"Tiba-tiba, pria lain menarik pinggangnya, membuat tubuh Ella mendarat di paha orang asing itu. Tawa kasar mereka mulai bergema, mengejek. "Kau seksi sekali, Nona. Bermainlah sebentar dengan kami.""Tidak!" Ella memberontak, akan tetapi, tangan pria tak sopan itu mengunci tubuhnya. Pani

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 86. Casino

    Casino Royale adalah simbol kemewahan, keserakahan, dan rahasia gelap yang dimiliki keluarga Hoffa. Malam ini, putra kedua Reagan hadir, setelan jas tuxedo melengkapi penampilannya dengan sempurna.Setiap langkah Alexander penuh percaya diri, tak ada ketakutan, tak ada keraguan. Mata panjangnya menelisik setiap sudut, menangkap para pengunjung yang larut dalam kesenangan mereka, serta klien-klien yang berlebihan dalam memamerkan kekayaan. Ia tidak tergoda, meski tindakan beberapa pria menjijikkan itu memaksa alisnya sedikit terangkat.Lift membawanya ke lantai paling atas, ke dunia manusia-manusia yang haus kekuasaan, tempat yang bahkan tidak layak disebut manusia. Di sana, wanita-wanita berpakaian minim menghibur enam pria tua dan gemuk yang tertawa lepas di meja poker."Tuan kecil, akhirnya sampai juga," ledek Bartolomei, seorang pria tua berambut putih, suaranya dipenuhi ejekan, disertai tawa kasar teman-temannya."Tuan kecil? Dia bahkan berani mempermalukan Ayahnya karena melangga

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 85. Tahap Selanjutnya

    "Argh, apa-apaan kau ini," desis Chloe, menyingkirkan tangan Francesco dari wajahnya.Sejenak, rahang Francesco menegang. Tangannya yang ditolak mengepal, namun ia cepat menguasai diri. Senyuman samar segera muncul di bibirnya. "Aku hanya ingin membantumu.""Mengajakku minum memang membantu. Tapi barusan itu tidak. Kau bukan berniat menolong, kau ... menyukaiku.""Iya," jawabnya tenang. "Apa itu salah?"Chloe terdiam, lalu terkekeh kecil. "Tentu saja salah. Aku ini masih tunangan adikmu. Apa kau benar-benar ingin mengkhianatinya? Kau ingin menyalakan api drama keluarga? Ugh, terlalu merepotkan.""Pertunangan kalian sudah di ujung tanduk. Jadi apa lagi yang perlu dipertahankan?""Ujung tanduk bukan berarti mati!" Chloe menekankan kata-katanya. "Dengar, aku memang cantik. Tapi itu bukan alasanmu untuk menaruh perasaan padaku. Jangan memperumit keadaan. Kita ... hanya main-main."Francesco menyipitkan mata. "Aku punya rencana. Kita bisa mengembalikan keadaan, dan-""Mengembalikan? Lalu a

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 84. Kesepakatan

    "Kau serius, Alexander?" tanya Reagan lagi."Ya. Dia hanya seorang wanita. Aku tidak mungkin menyia-nyiakan kesempatan besar hanya karena dirinya.""Dan jika suatu hari kau masih menemuinya?""Aku akan menjauhinya. Tidak ada alasan bagiku untuk kembali pada sesuatu yang hanya akan melemahkanku."Reagan mengisap rokoknya dalam-dalam, bara merahnya memercik singkat. "Tidak ada salahnya berjaga-jaga. Maka dengar ini, nyawanya akan berada di tanganku saja, karena kau berbuat bodoh untuk kedua kalinya."Alexander menegang. "Apa maksudmu?""Aku akan melenyapkannya," kata Reagan datar, seolah kalimat itu tak lebih dari keputusan bisnis biasa. "Setuju?"Alexander terdiam. Suara detak jantungnya sendiri terasa memekakkan telinga, sementara pikirannya dipenuhi riuh akan kesepakatan mendadak ini."Apa lagi yang harus kau pikirkan?" Reagan menekan suaranya, melihat putranya tampak ragu-ragu untuk pertanyaan mudah. "Nikahi tunanganmu, dan jauhi wanita yang tidak memberi keuntungan. Masalah cinta,

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 83. Tiga Bulan Terakhir

    "Tidak. Aku tidak pernah menggunakan perasaan padamu."Ucapan itu sederhana, namun bagi Ella rasanya seperti pisau yang menusuk jantungnya berkali-kali. "Jadi ... kamu sadar perasaanmu ada pada Chloe?""Chloe?" Alexander tersenyum tipis, penuh keremehan. "Aku tidak memiliki perasaan apa pun padanya."Alis Ella berkerut. "Lalu sebenarnya apa yang kamu inginkan, Alexander?""Aku hanya menginginkan kekuasaan. Bukankah sudah kukatakan itu?"Ella terdiam. Telinganya panas, kepalanya berdenyut. Ternyata orang-orang yang gila akan kekuasaan bukan hanya tokoh dalam drama yang biasa dirinya tonton. Tapi kini, ia berhadapan langsung dengan wujudnya. "Jadi kenapa kau menarik aku dan Chloe ke dalam permainanmu?""Seru. Ini menyenangkan hidupku."Wajah Ella berubah pucat. "Kau ... kau bajingan sampah! Memanfaatkan wanita, apa kau pikir itu membuatmu terlihat hebat?"Alexander mendekat, jemarinya mengelus lembut pipi Ella, kontras dengan kata-katanya yang dingin. "Tidak. Tapi hidup ini ... selalu d

  • Terjerat Hasrat Dunia Gelap    Bab 82. Memilih

    "Kau tidak berhak!""Kenapa tidak?!" balas Chloe dengan mata berkilat marah. "Aku adalah putri keluarga Landtsov. Aku bisa singkirkan jalang itu dengan mudah. Jangan remehkan diriku, Alexander!"Alexander tersenyum tipis. "Baiklah," ucapnya tenang. "Coba lakukan semampumu." Pria itu pun berbalik, melangkah keluar kamar tanpa menoleh sedikitpun."Alexander! Kau mau ke mana?" Chloe menyusul, tumit sepatunya menghantam lantai marmer dengan nada tak sabar.Tak ada jawaban."Alexander! BERHENTI!" Suaranya semakin meninggi, pecah bersama amarah yang menelan habis akalnya. "Katakan padaku apa kekuranganku! Apa yang kulakukan salah?!"Langkah Alexander tetap tak goyah. Tubuhnya kaku, dingin, tegap, seolah Chloe hanyalah bisikan samar yang tertiup angin malam. Hingga akhirnya, pintu lift terbuka. Alexander masuk ke dalamnya, dengan wajah tetap datar serta membisu.Kaki Chloe terhenti tanpa bisa melangkah lagi. Air matanya bergetar di pelupuk, jemarinya mengepal hingga pucat. "Alexander, kembal

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status