Kapal pesiar mewah Ocean's Dream berkilauan di bawah bulan purnama, gemerlap lampu dan suara gemerincing gelas anggur menciptakan atmosfer pesta yang sempurna. Reve berdiri di atas panggung kecil, mengenakan tuksedo hitam yang dibuat khusus, sementara Shara yang cantik tampak semakin bersinar di sampingnya dengan gaun pengantin berpayet kristal yang memantulkan cahaya.“Selamat untuk pernikahan kalian!” sorak tamu-tamu undangan ketika Reve mencium Shara—sebuah ciuman singkat yang terasa seperti sandiwara bagi Reve, namun penuh kemenangan bagi Shara.Shara menggenggam lengan Reve erat-erat, senyumnya lebar dan puas. “Kau sempurna malam ini, Sayang,” ucapnya, hanya untuk didengar Reve.Reve tersenyum, sebuah ekspresi yang berusaha ditampilkannya untuk perannya kali ini. Dengan gerakan lambat, ia mengambil buah ceri dari piring di dekatnya dan menyuapkannya ke mulut Shara. Para tamu berdesakan mengambil foto, terkagum-kagum oleh "romantisme" pa
Mobil yang dikemudikan Argo melaju cepat di jalan sepi yang membelah hutan, lampu depan menyoroti kabut tipis yang mulai turun. Laura duduk di kursi penumpang, tangannya erat menggenggam tas kecil yang berisi segala yang ia miliki.“Apakah dia akan baik-baik saja, Argo?” tanya Laura, suaranya hampir tertelan deru mesin.Argo tersenyum kecil, matanya tetap fokus pada jalan. “Tuan Reve sudah merencanakannya dengan sempurna. Aku yakin kita akan berhasil.”Tiba-tiba, dari persimpangan jalan, sebuah mobil hitam tanpa plat nomor melaju mendahului mereka dan berhenti mendadak. Argo menginjak rem keras, membanting setir ke kiri. Suara ban mobilnya berdecit, beradu dengan kerasnya aspal membuat Laura berteriak dan mencari pegangan untuk bertahan di tempat duduknya. Sebelum mereka sempat bereaksi, tiga orang bertopeng hitam sudah mengelilingi mobil mereka.“Tetap di dalam!” perintah Argo, tetapi sudah terlambat.Pintu penge
Ruang kerja mewah itu terasa dingin dan sunyi ketika Thomas Dalton memasuki ruangan. Daniel yang sedang duduk di kursi kerja Reve segera bangkit, wajahnya menunjukkan sedikit kecemasan.“Ke mana dia? Kenapa kau ada di sini, Daniel?” tanya Thomas, suaranya menggelegar penuh wibawa sekaligus ancaman.Daniel menghela napas. “Paman, bukannya Paman tahu kalau Reve selama ini menyerahkan tugas-tugasnya padaku? Sekarang dia sendiri sedang tidak fokus.”Thomas mengeluarkan cerutu dari saku jasnya, melangkah menuju balkon lalu menyalakan cerutunya dengan gerakan santai yang kontras dengan kemarahan di matanya. “Selama ini dia memang kurang ajar. Dia menginginkan posisi pewaris perusahaan tapi tak ingin bekerja. Seharusnya aku memang membunuhnya sejak lama.”Daniel bangkit sepenuhnya, tangannya terangkat sedikit, menyentuh bahu Thomas. “Jangan, Paman. Bagaimanapun juga, dia anak kandung Paman. Bagaimana kalau Paman mulai mengontrol dia l
Reve baru saja pulang dari suatu tempat yang ia kenali sebagai sekolah. Saat melangkah masuk ke rumahnya, ia melihat ayahnya sedang berdiri memegang cambuk. Tak ingin penasaran dengan apa yang terjadi, Reve meneruskan langkah namun dia melihat sang ibu sudah bersimbah darah di lantai. Reve berlari ke arah wanita itu sambil berteriak.“Ibu!”Dan dia lalu membuka matanya, tersadar dari mimpi buruk. Mimpi yang selama dua puluh tahun menghantuinya. Reve terbangun dengan teriakan yang tercekik di kerongkongannya. Keringat dingin membasahi tubuhnya, jantungnya berdebar kencang seperti baru saja menyelesaikan lari maraton. Bayangan ayahnya yang kejam dengan cambuk di tangan, dan ibunya yang terbaring bersimbah darah di lantai, masih terpaku di pelupuk matanya.“Ibu!” erangnya lagi, suara parau dan penuh rasa sakit yang tertahan selama dua puluh tahun.Dia duduk di tempat tidur, tangannya gemetar. Kamar megahnya tiba-tiba terasa sepert
Reve memandangi Laura yang tertidur pulas di kamar yang terletak tak jauh dari rumah kaca, wajahnya diterangi cahaya bulan yang masuk melalui atap yang terbuat dari kaca. Dengan berat hati, Reve mengecup kening Laura. Sebuah kecupan yang berisi seribu janji dan permintaan maaf untuk wanitanya.“Aku akan kembali untukmu, Sayang,” bisiknya, dengan suara serak. “Dengan cara yang benar.”Dia berbalik kepada Argo yang berdiri menjaga di pintu. “Jaga kekasihku, Argo,” perintahnya, mata abu-abunya menatap tajam dalam kegelapan. “Pastikan dia baik-baik saja sampai rencanaku berhasil. Aku tidak ingin orang-orang Ayah atau Shara mengusiknya lagi.”Argo mengangguk. “Baik, Tuan. Saya akan menjaganya sampai darah terakhir saya, Tuan.”Reve menghela napas, lalu wajahnya berubah menjadi ekspresi dingin yang biasa ia tunjukkan pada dunia. “Aku dengar, hari ini Daniel datang?”“Ya, Tuan. Tuan Daniel sudah menunggu di perpustakaan
Sebuah ketukan di pintu terdengar, memecah kesunyian malam di kamar kecil Laura. Ia terkesiap, lalu membuka pintu. Dan Reve langsung menerobos masuk melewatinya. Dengan gerakan cepat, ia mengunci pintu dengan gerakan cepat. Sebelum Laura bisa bereaksi, tubuhnya sudah terdesak ke balik pintu, tangan Reve mengungkungnya dengan kuat.“Reve—” Laura ingin protes, tetapi suaranya tenggelam dalam ciuman Reve yang menggila dari Reve.Sebuah ciuman yang penuh kehausan, keputusasaan, dan kerinduan yang tertahan terlalu lama.“Aku tidak tahan lagi,” kata Reve di antara ciumannya, napasnya berat dan tak teratur.“Beberapa hari aku harus memaksa diriku agar tak mendekatimu, melihatmu dari kejauhan, tidak bisa menyentuh wajah ini.” Tangannya meraba wajah Laura, lalu turun ke leher, bahu, seolah ingin memastikan bahwa pertemuan itu nyata.Laura mencoba melawan, tetapi tubuhnya menyerah pada kenangan di pikirannya. Kenangan bagai