Share

Bab 2. Pelik

Author: HIZA MJ
last update Last Updated: 2022-09-30 22:22:16

Laila menaiki tangga dengan tergesa, dari kejauhan Raisa sudah memasang wajah muram serta tatapan membunuh pada Laila.

Laila sudah siap lahir batin menerima semprotan dari sahabatnya itu. Dia yang memohon untuk diaturkan janji dengan sang dosen tapi dia juga yang mengingkarinya.

“apa-apaan kamu! Kamu tau nggak aku dicecar habis-habisan sama Pak Eko. Beliau bilang aku membuang-buang waktunya. Ya ampun La! Bukan sekali ya kamu kaya gini, aku nggak mau lagi mengaturkan janji untukmu. Ngeri aku!” omel Raisa.

Laila masih terengah-engah saat Raisa sudah mencecarnya panjang kali lebar. Sesekali meringis menahan sakit di lututnya yang dia gunakan paksa untuk berlari menaiki tangga.

“maaf Sa, ada kejadian tak terduga di jalan tadi. Maaf sekali lagi kamu harus jadi tamengku menghadapi Pak Eko.” Kata Laila dengan nafas tersengal.

“kejadian apa? itu kenapa sampai sobek begitu?” tanya Raisa cemas saat melihat robekan di celana bagian lutut Laila.

“aku tadi jatuh dari motor, karena ngindarin kucing yang tiba-tiba nyelonong di depanku.” Jelasnya.

“bener deh, hidupmu penuh dengan drama Lail, ASLI!” ejek Raisa bersungut-sungut. Di dalam hatinya, jujur Raisa sangat iba terhadap sahabatnya.

Laila sebenarnya bukan gadis desa yang polos-polos banget, dia hanya anak yang terlalu baik dan penurut. Orang tuanya bekerja di desa sebagai petani yang memiliki lahan sawah, tapi Laila yang sudah terbiasa menyaksikan orang tuanya bekerja keras tak tega jika harus berpangku tangan hidup di kota dengan biaya dari orang tuanya, meskipun orang tuanya mampu.

Tapi Laila tak tega. Biaya kuliahnya tak murah dan sekarang dia memiliki banyak waktu luang, jadi dia merasa harus memenuhi kebutuhan dia sendiri tanpa harus merepotkan orang tuanya lagi.

Laila juga tak pernah neko-neko, dia anak baik. Mengingat pesan orang tuanya dengan baik bahwa ia harus menjaga diri dari pergaulan bebas. Dia harus menjaga nama baik orangtuanya dan menjadi mahasiswi yang berprestasi. Begitu pesan orang tua Laila sebelum ia merantau untuk melanjutkan studi 3,5 tahun lalu.

***

“gimana udah bisa ditemuin belum Pak Eko nya?” tanya Raisa.

“belum.. hufft, masak aku harus nunggu sebulan lagi cuma buat bahas satu bab sama beliau?” Laila menghela nafas kesal. Dia merasa harus meluapkan kekesalannya, tapi tidak tahu pada siapa. Tak mungkin pada Raisa, dia sudah banyak merepotkan sahabatnya itu.

“sabar..” Raisa mengusap bahu Laila menenangkan.

Laila semakin tertunduk lesu. Ada apa dengannya hari ini, pikirnya.

Dimulai dari bangun kesiangan, dikejutkan seekor kucing yang menyeberang jalan sampai harus menabrak mobil mewah. Dan sekarang janji yang sudah diaturnya sebulan yang lalu harus kandas sia-sia karena kebodohannya.

Laila terisak.

Memikirkan kejadian tadi pagi yang membuatnya secara mendadak terlilit hutang yang tidak kecil nominalnya membuat dadanya sesak.

Laila sudah berusaha keras selama di perantauan, kuliah sambil bekerja karena ingin belajar mandiri dan tidak ingin selalu menggantungkan pada kedua orang tuanya.

Laila pikir ia akan segera terlepas himpitan menyesakkan yang selama ini ia jalani. Nyatanya, kini justru batu yang lebih besar tengah menimpanya, menghimpitnya hingga nyaris tak bisa bernafas. Pikirannya buntu.

Laila semakin terisak. Bahunya berguncang dan itu terasa oleh Raisa.

“kok nangis? Hei.. Laila?”

Laila tak menghiraukan sapaan Raisa. Usapan tangan Raisa di bahunya justru membuatnya ingin menangis lebih keras lagi. berharap setelahnya beban yang menghimpitnya sedikit merenggang.

“kamu lagi ada masalah? Cerita La, aku akan bantu kalau aku mampu.”

Laila menggeleng. Dia meyakinkan dirinya untuk berusaha sendiri. Ia akan berusaha keras mengeluarkan segala kemampuannya untuk mengatasi masalahnya kali ini. Raisa, sudah banyak ia repotkan perihal kuliah dan tugas akhir. Ia tidak mungkin membebani sahabatnya itu dengan masalah barunya.

Meskipun ia sangat yakin bahwa Raisa tak akan menolak jika ia meminta bantuannya. Laila benar-benar besyukur memiliki sahabat seperti Raisa.

***

Sore itu, selepas urusan di kampusnya selesai, sebenarnya tidak bisa dibilang selesai, karena dimulai saja belum, janji temu yang ia atur sedemikian lamanya justru gagal begitu saja karena ulahnya sendiri.

Laila berjalan resah menuju motor maticnya, bertengger disana dan meraba sesuatu di dalam tas nya. Sebuah kartu nama yang tadi pagi dilemparkan oleh seorang yang sangat angkuh kepadanya.

“Malik Satya Bagaskara, Batara Energy, Tbk. Direktur Utama? Aku berurusan dengan orang besar rupanya, huuft, nasibmu hari ini kenapa begini Lail..” laila menggumam seorang diri di atas motornya.

Di detik selanjutnya ia mengeluarkan ponselnya mengetikkan nomor yang tertera di kartu nama tersebut lalu menghubunginya.

“hallo--, saya yang tadi pagi menabrak mobil Bapak-- ah itu mmm, saya bisa ketemu bapak dulu? Saya ingin membicarakan perihal tadi pagi. Jika bapak berkenan meluangkan waktu sebentar saja.. “

“di Alloco Coffie, iya saya tahu itu. baik terimakasih” sepanjang menerima telefon itu, badan Laila menegang, nafasnya tercekat seolah tanpa sadar ia tahan.

Kini ia menghembuskan nafasnya lega. Setidaknya ia berhasil menghubunginya dan akan meminta tenggat waktu untuk pelunasan ganti rugi itu.

***

Di tempat lain, gedung pusat Batara Energy menjulang tinggi. Di puncak tertinggi gedung itu duduklah Malik dengan gagahnya sedang membuka berkas-berkas hasil rapat yang harus segera ditanda tanganinya.

Sore itu cukup padat baginya, karena pagi yang menyebalkan membuatnya malas bekerja lalu memilih bercengkerama bersama teman-temannya.

Dan kini pekerjaan yang ia tinggalkan hanya beberapa jam tadi sudah menumpuk di mejanya. Mengejarnya seolah ingin segera diselesaikan.

Diantara kesibukannya, ia merasakan getar di meja nya. Satu panggilan dari nomor baru di ponsel canggihnya.

“hallo? Siapa ini? Oh, kamu, akhirnya muncul juga, gimana? Sudah siap uangnya?”

..

“Bertemu? Kenapa?”

..

“baiklah kita bertemu di Alloco Coffie kamu tahu tempat itu?”

..

“ok”

Malik mencampakkan ponselnya ke meja, dan kembali berkutat dengan berkas-berkas pentingnya. Ia telah mengatur janji sore ini, tepatnya pukul 18.00. Sedangkan jam saat itu masih menunjukkan pukul 4.

Malik tenggelam dalam pekerjaannya, rapat siang tadi membuat pikirannya terasa penuh karena masalah yang sedang perusahaan hadapi terkait perijinan dengan pemerintah, ditambah protes dari warga sekitar lokasi pertambangan.

Waktu menunjukkan pukul 18.30 dan Malik belum menyadarinya. Dia lupa tentang janji yang tadi ia sepakati. Lalu ponselnya kembali bergetar.

“ya? Siapa ini?”

“janji? Oh. Aku sibuk tadi, aku kesana sebentar lagi.”

Malik tidak berbohong, dia memang sibuk hingga melupakan janjinya. Tapi dia tidak mungkin mengakui bahwa ia lupa.

Mobil sedan S-Class berwarna hitam sudah meluncur menuju daerah Menteng, letak kafe itu berada. Mobilnya yang tadi pagi tidak mungkin ia pakai lagi. Mobil itu sudah terparkir rapi menunggu jemputan dari showroom untuk segera diperbaiki. Butuh waktu tak sebentar untuk menuju kesana, karena jam-jam macet merayap membuat ia melambat.

Padahal ia tahu si wanita itu pasti sudah menunggu berjam-jam sejak sore tadi.

Pukul 19.30 ia baru sampai di kafe tersebut. Malik melihat Saka tengah duduk berdua dengan seorang gadis muda. Entah siapa. Gadis itu nampak sangat lugu, manis sih, tapi sangat polos sepertinya. Begitu pikirnya.

Kafe itu milik Saka memang, tapi tidak setiap saat ia berada di kafe itu, hanya sesekali untuk tetep mengawasi kinerja staffnya.

“lama bener lo, dari tadi ditungguin juga. Macet?” tanya Saka. Malik mengernyit lalu mengangguk.

Tahu darimana dia gue mau kesini. Batinnya.

“tahu dari mana lo gue mau kesini? Gue nggak ngabarin perasaan.”

“lo mau ketemu sama mbak ini kan.. Dia udah nungguin lo sejak 1,5 jam yang lalu. Aku bilang pasti lo lupa, tapi dia tetep mau nunggu. Udah gih, selesein.”

“gue kira dia pacar lo..” bisik Malik saat Saka berdiri di sampingnya. Lalu terkekeh.

“belum..setidaknya saat ini.” Saka terkekeh, lalu meninggalkan Malik dan Laila.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Hutang Mr. Arogant   End

    Beberapa bulan kemudian.Tangis balita memenuhi ruangan. Suaranya menggema riuh rendah, padahal hanya satu bayi. Cucu kebanggaan Keluarga Bagaskara telah hadir di tengah-tengah kesunyian yang melanda rumah besar itu.Bu Lina bahagia luar biasa, ingin rasanya terus menimang-nimang kalau saja ia bisa. Sayangnya, ia sudah harus beristirat tidak diperbolehkan terlalu lelah oleh dokter. Sejak sebulan yang lalu Bu Lina harus kembali menggunakan tongkat untuk membantu berjalan dan kursi roda jika diperlukan, beliau terpeleset sewaktu di kamar mandi, dan riwayat patah tulang dahulu kala menjadikan kecelakaan kali itu bukan hanya terpeleset biasa. Tapi membuka luka lama dan memperparahnya.Padahal ingin sekali ia menikmati waktu menimang-nimang cucu satu-satunya saat itu.Sambil terus bersemoga agar Mahardika dan Raisa segera diberi keturunan.Ya. Mahardika berhasil meyakinkan orang tua Raisa bahwa ia benar-benar menginginkan Raisa dan mencintainya.Beberapa bulan yang lalu.Dengan tangan berg

  • Terjerat Hutang Mr. Arogant   Extra Bab 2

    Malik memegang ponselnya diputar-putar lalu berhenti dan mencari aplikasi pesan. Menatapnya lama, lalu kembali memainkan ponselnya.Sekian kalinya lalu ia berhenti dan mantap mengirimkan sebuah pesan.‘Wanita memang butuh kepastian, Bang. Tapi mereka juga tidak akan suka dengan kesemena-menaan. Aku udah pernah melakukan itu, jadi Abang tidak perlu mengulangi kesalahanku. Dia ada di rumahku sekarang kalau Abang mau meluruskan masalah kalian.’Pesan yang cukup panjang. Lalu Malik tutup dengan helaan nafas panjang. Ia tidak tahu masalah apa yang Dika lalui hingga mendapatkan status duda itu. Tapi melihat kesembronoan Dika, rasanya Malik segera mengerti bagaimana sikap Mahardika jika berhadapan dengan perempuan.Benar-benar mirip dengannya. Beruntungnya, Laila cukup mau bersabar menghadapinya dan mau memaafkan semua tingkah lakunya hingga ia tidak jadi menyandang status duda itu. Jika saja… Ah, jangan sampai. Malik tak mau berandai-andai.Laila dan Raisa bercengkerama sekian lamanya hingg

  • Terjerat Hutang Mr. Arogant   Extra Bab

    Laila disambut pelukan hangat suaminya begitu tubuhnya muncul dari balik pintu besi lapas yang menjulang tinggi. Gurat kekhawatiran sangat jelas di wajah suamiya, sebab takut kalau-kalau Gladis gelap mata dan menyerang istrinya yang tengah berbadan dua. “Kamu enggak apa-apa kan, Sayang?” Tanya Malik segera setelah melepaskan pelukannya. Meraba-raba wajah dan tubuh istrinya memastikan tidak ada yang kurang dan bertambah. Bertambah ada luka atau lebam. “Enggak apa-apa Mas. Kami cuma ngobrol kok.” “Aku takut kalau sampai dia nekad.” Katanya sambil menuntun Laila memasuki mobil. “Mbak Gladis kasihan sekali, Mas. wajahnya tirus dan kelihatan sangat tertekan. Tubuhnya kurus sementara perutnya menggembung buncit.. Aku enggak tega.” Ia kembali mengingat rupa Gladis sebelum dan sesudah peristiwa itu. Dulu, Gladis adalah perempuan yang cantik. Tubuhnya tinggi dan montok. Wajahnya merah segar tidak seperti yang ia lihat baru saja. Matanya yang belok terlihat semakin belok karena semakin t

  • Terjerat Hutang Mr. Arogant   Bab 113 Tamu Tak Terduga

    Suasana rumah besar keluarga Bagaskara kini semakin akrab untuk Laila terlebih ketika mama mertuanya sudah berubah untuknya. Sudah menerimanya dan semakin sayang padanya.Bermacam-macam hadiah yang diberikan sang mertua untuknya, terutama untuk kebutuhan ibu hamil dan menyusui.Sepulangnya dari Bali, Laila dan Malik tidak langsung ke rumahnya sendiri. Tapi terlebih dulu ke rumah orang tuanya, melepas rindu sekaligus memberikan oleh-oleh yang dibawanya.Ternyata, bukan hanya dia yang memberikan oleh-oleh itu, Laila juga menerima hadiah yang telah disebutkan tadi dari ibu mertuanya.“Ini banyak sekali, Ma..” Kata Laila terharu sekaligus terperangah.Lina mengeluarkan semua belanjaannya berkarton-karton paper bag untuk Laila.“Mama tadinya ingin sekalian belanja baju bayi untuk anakmu, karena kamu pasti lelah setelah perjalanan dari Bali. Kandungan mu juga semakin besar. Tapi Mama enggak mau lancang, ini anak pertama kalian, pasti kalian antusias ingin belanja kebutuhannya sendiri.” Ungk

  • Terjerat Hutang Mr. Arogant   Bab 112 Laki-laki Gila

    “Kamu jangan main-main! Lamar-lamar anak orang! Siapa dia, siapa orang tuanya, dari mana asalnya kita enggak tahu. Hanya karena dia adalah teman Laila kemudian kita akan menerimanya? Apa orang tuanya tahu kamu membawanya kemari?” Cecar Mama Lina sepeninggal Raisa.Meski dalam hati ia ikut tergelak sebab anak sulungnya meminta dilamarkan seorang gadis. Namun. Ia tetap tidak bisa menerima sikap sembrono Dika, anaknya.“Kamu itu sudah tua, Dika. Jangan main-main soal menikah.” Lanjutnya ketika jawaban yang diharapkan tak kunjung keluar.“Dika enggak main-main, Ma.” Jawab Dika sungguh-sungguh.Pak Agung hanya duduk mendengarkan celotehan istrinya yang ditanggapi anak sulungnya biasa-biasa saja. Benar-benar duplikat Agung Bagaskara.“Lalu dimana rumahnya? Siapa orang tuanya?” Tanya Lina lagi.Dika menggeleng. “Dika hanya tau apartemennya, tapi rumah orang tuanya Dika belum tanya.”“Lihat anakmu, Pa. Papa sebut dia dewasa? Umurnya saja yang tua, tapi pikirannya, ya ampun… Papa saja yang uru

  • Terjerat Hutang Mr. Arogant   Bab 111 Menikahimu

    Surya sore menyemburat menembus pohon-pohon di taman itu hingga menciptakan bias dan pendar yang menyapa dua insan yang duduk di sana. Duduk berjauhan bak orang asing. Satu perempuan dan satu laki-laki, tidak saling menatap tapi gesture mereka mengisyarakatkan bahwa mereka serasi menjadi sepasang kekasih. Tatapan mengernyit dari si perempuan dan wajah datar si laki-laki mempertegas bahwa hubungan mereka memang sedang berjarak. “Maksudnya apa?” Tanya Raisa tak sabar. “Ikutlah ke rumahku.” “Iya, tapi untuk apa? Ngomong yang jelas! Bisa enggak sih jadi laki-laki yang tegas gitu. Ngomong sepotong-potong bikin aku bingung. Sikapmu itu bikin aku bingung tau enggak. sebentar ngasih perhatian, sebentar ngilang.. Sekarang tiba-tiba ngajak ke rumah? Untuk apa? Aku sudah pernah ke rumahmu dan sudah kenal orang tuamu ngomong-ngomong, kalau itu maumu. Enggak perlu kalau setelah ini kamu akan tiba-tiba ngilang lagi.” Cecar Raisa. Ia sudah tak tahan lagi bermain tarik ulur seperti ini. Ia merasa

  • Terjerat Hutang Mr. Arogant   Bab 110 Menghampirimu

    Tok tok tokPintu kamar Lina diketuk lembut dari luar. Sudah hampir tiga hari ia tak keluar kamar dan menolak ditemui Dika, anak sulungnya.Lina mendengus. Sejujurnya ia sudah terlalu tua untuk merajuk, tapi apa yang dilakukan Mahardika menurutnya telah keterlaluan dan menyakitinya.“Ma.. Dika mohon buka pintunya.” Seru Dika dari balik pintu.“Temui dia, Ma. Sudah berhari-hari mama enggak keluar kamar. Dika juga berhari-hari seperti orang gila karena terkurung di dalam rumah. Padahal dia harus ke kantor membantu Papa.” Bujuk Pak Agung.“Papa yakin dia sudah benar berubah? Dia enggak akan pergi lagi?” Bu Lina menelisik mata suaminya mencari kesungguhan disana. Meminta keyakinan dan diyakinkan sebenarnya.“Papa yakin.” Jawab Pak Agung.Bukan apa-apa, Bu Lina hanya ingin di usianya senjanya semua anak-anaknya berada di dekatnya. Rejeki bisa nanti dicari, dan pengalaman, dia rasa sudah cukup bagi Dika menghabiskan bertahun-tahun untuk mencari pengalaman itu di luar belantara sana.Tok tok

  • Terjerat Hutang Mr. Arogant   Bab 109 Kekecewaan Lina

    “Apa maksudmu?” Tanya Lina pelan-pelan. Sejujurnya dadanya sudah bergejolak marah karena anak sulungnya ternyata menyembunyikan berita besar.“Dika sudah pernah menikah.” Jawab Dika singkat.Dika sudah tak mungkin lagi berkelit. Ia harus jujur sekarang juga atau mamanya akan terus menuntutnya soal menikah. Namun, reaksi mamanya sungguh diluar dugaan.“Bicara yang benar, Mahardika! Mamamu yang tua ini enggak ngerti. Menikah dengan siapa? Dimana? Kenapa enggak bilang sama mama dan papamu?” Bentak Lina yang sudah sabar dengan sikap Dika yang santai dan cuek.“Maafin Dika, Ma.”“Siapa? Siapa yang kamu nikahi? Dimana dia sekarang?” Cecar Lina lagi. Melihat Dika hanya diam, membuat kesabaran Lina semakin menipis.“Katakan Dika! Jangan diam saja? Mau ditaruh mana muka mama kalau sampai kamu menelantarkan anak gadis orang!”“Dika tidak pernah menelantarkannya, Dika mencintainya, tapi orang tuanya yang tidak menyukai Dika karena menurutnya Dika menelantarkan anaknya karena Dika terlalu lama pe

  • Terjerat Hutang Mr. Arogant   Bab 108 Ibu dan Anak

    Satu bulan kemudian.“Sudah siap?”Laila mengangguk merona. Sambil terus menyunggingkan senyum mereka akan melakukan perjalanan ke Bali karena ingin menikmati baby moon sekaligus honey moon mereka yang tak pernah terlaksana.Malik menyeret koper di tangan kirinya dan tangan kanannya menggenggam tangan Laila erat. Berjalan menyusuri lorong resort tempat mereka menginap. Mereka memilih daerah uluwatu dan kintamani untuk menghabiskan masa baby moon mereka selama satu minggu.Menyewa resort di tepi pantai untuk menikmati masa-masa tinggal berdua dan memperdalam hubungan mereka setelah berbagai badai yang menyambut awal rumah tangga mereka.Malik sudah sepenuhnya pulih, ia memutuskan untuk sebentar mengambil libur sebelum kembali benar-benar terjun mengurusi perusahaan sang papa.Lagi-lagi, Dika lah yang dijadikannya tumbal. Terpaksa masih harus memenuhi permintaannya yang seperti tak kunjung ada ujungnya. Dika bahkan tak bisa menikmati waktu kencan berdua.Ya, kencan. Dika sudah memantapk

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status