Share

Bab 8

Penulis: Tarasari
Wajah Rahadi merah padam karena dimarahi di depan umum. Dengan dua bekas tamparan di pipi, dia juga terlihat kian malu dan marah.

Melihat mata merah Rahadi, Limar tidak bisa menahan diri untuk berkata, "Ratu adalah seorang wanita bangsawan, bagaimana bisa Ratu semudah itu memanggil orang lain dengan sebutan jalang?"

Belum berhenti sampai di situ, Limar melanjutkan, "Lagi pula, Kak Rahadi nggak tahu kalau Talia akan celaka. Talia-lah yang duluan menyakiti hati Kak Rahadi dengan bersikap keras kepala. Jadi, Kak Rahadi menyuruhnya kembali ke kuil untuk introspeksi. Bagaimana Ratu bisa memukul Kak Rahadi sebelum tahu kebenarannya ...."

Plak! Berlian menampar gadis itu dengan punggung tangannya dan membentak, "Siapa kamu hingga berani memanggil putraku dengan sebutan kakak? Kenapa? Kamu belum puas panjat sosial ke Keluarga Respati, jadi sekarang ingin mendekati orang Keluarga Raja Hardana juga?"

Telinga Limar berdengung hingga isi kepalanya terasa kosong. Rahadi buru-buru menopang gadis yang terhuyung-huyung itu dan berdiri protektif di depannya.

"Ibu, ini salahku, aku sudah teledor hingga membuat Talia terluka. Tapi, Limar nggak salah apa-apa. Dia nggak pernah menyakiti Talia, justru dia baik hati dan nggak pernah ingin bersaing dengannya. Talia-lah yang suka agresif," ujar Rahadi.

"Diam kamu! Kalau dia sungguh nggak ingin bersaing, dia seharusnya tahu diri dan berdiam di Kediaman Respati, bukannya berkeliaran. Kalau dia memang memperlakukan Talia dengan baik, dia nggak akan membuat kalian meninggalkan Talia di Gunung Caraka, menyebabkan Talia hampir mati!" bentak Berlian.

"Tapi ...."

Rahadi masih ingin berkilah, tetapi Talia yang dari tadi diam tiba-tiba berkata, "Pangeran Rahadi."

Rahadi sontak menoleh dan bertanya, "Kamu panggil aku apa?"

"Pangeran Rahadi," ulang Talia.

Talia menatap raut tak percaya di wajah Rahadi. Pemuda itu tampak sakit hati, seolah-olah merasa bahwa Talia memanggilnya seperti itu hanya karena merajuk dan ingin memprovokasinya.

Talia tiba-tiba merasa jijik. Dia menundukkan pandangan, menyembunyikan senyum dinginnya. Ketika mendongak lagi, matanya berkilat acuh tak acuh. Dia berucap, "Pangeran Rahadi terus berkata kalau aku agresif. Memangnya apa yang pernah kulakukan pada Limar?"

Rahadi tertegun. Talia yang dahulu selalu menempelinya, memanggilnya kakak, dan bersikap manja, kini tengah menatapnya dengan dingin. Dia tidak bisa menahan diri untuk berucap sambil mengernyit, "Dik ...."

"Aku nggak berani menerima panggilan seintim itu dari Pangeran," sela Talia.

Rahadi tercekat mendengar kata-kata itu. Dia hanya bisa menahan amarahnya dan berucap, "Talia, jangan begini. Aku tahu kamu sakit hati, tapi kita bisa bicara baik-baik pulang nanti ...."

"Kenapa harus menunggu pulang? Aku berani bicara begini karena nggak berbuat salah. Karena Pangeran Rahadi begitu yakin dirinya benar, kenapa harus takut membicarakan ini di depan umum?" ujar Talia dengan lugas.

"Talia! Jangan keras kepala," geram Rahadi, marah melihat Talia yang kebal terhadap bujukannya.

Mata Talia berkilat dingin. Lagi-lagi kalimat ini. Rahadi kembali menyuruhnya untuk tidak bersikap keras kepala. Dia sudah terlalu sering mendengar kalimat itu di kehidupan lampau.

"Saat aku meminta penjelasan, Pangeran berkata kalau aku keras kepala. Kalau aku benar-benar bersikap keras kepala, apa Pangeran akan berkata kalau aku angkuh dan kekanak-kanakan?" balas Talia, nada bicaranya tiba-tiba berubah tajam.

Talia melanjutkan, "Hidup manusia haruslah lurus. Hati harus bersih dan perbuatannya harus jujur. Dengan begitu, dia bisa berdiri tegak tanpa merasa malu, karena hidupnya penuh integritas."

"Pangeran Rahadi, kalau hati nuranimu berkata bahwa kamu nggak pernah menyakitiku dan bahwa kejadian di Gunung Caraka bukan kesalahanmu, kenapa kamu harus menggunakan kata 'keras kepala' untuk membungkamku? Apa mungkin sebenarnya kamu sudah tahu salah, tapi memanfaatkan hubungan persaudaraan kita untuk memaksaku mengalah?" tanya Talia.

"Bukan!" sangkal Rahadi.

"Kalau bukan, lantas apa yang kamu takutkan?" tanya Talia lagi.

Seisi ruangan jatuh dalam keheningan. Hanya Atmaja yang tertawa geli. Dia menatap malas ke arah gadis kecil yang sukses membuat Rahadi terdiam dengan pertanyaan-pertanyaannya.

Talia seperti kucing yang tengah memamerkan taring dan mencakar musuhnya. Mata Atmaja berkilat jenaka. Bahkan terlihat senyuman tipis di wajahnya.

Merasa diberi semangat, Talia refleks menegakkan punggungnya. Dia meniru raut dingin dan angkuh yang ditunjukkan Atmaja saat mereka pertama kali bertemu. Katanya lagi, "Kamu selalu bilang aku menindas Limar. Izinkan aku bertanya, Pangeran Rahadi, Limar sudah tinggal selama enam bulan di ibu kota. Apa yang sudah aku perbuat hingga kamu berpikir kalau aku menindasnya?"

"Kamu ...." Bibir Rahadi terbuka hendak bicara, tetapi kepalanya terasa kosong, tidak mampu melontarkan sepatah kata pun.

Rahadi beberapa kali melihat Limar menangis ketika dia pergi ke Kediaman Respati. Gadis itu hanya terbata-bata dan berlinang air mata saat ditanya apakah dirinya diperlakukan dengan tidak adil. Selain itu, Limar selalu berwajah sembap dan takut-takut ketika bersama Talia. Talia juga selalu marah-marah.

Jadi, Rahadi tanpa sadar berasumsi bahwa Talia menindas Limar. Namun, saat ditanya apa yang telah Talia lakukan dan bagaimana dia menindas Limar, Rahadi tidak bisa menyebutkan apa pun.

Melihat reaksinya, Talia mencibir, "Apa Pangeran Rahadi tiba-tiba bisu?"

Rahadi membalas dengan malu, "Bagaimana aku tahu apa yang kamu lakukan di Kediaman Respati? Intinya, kamu pasti menindas Limar. Kalau nggak, kenapa dia selalu menangis setiap kali menyebut namamu?"

"Limar sempat hidup susah dan terlilit kemiskinan. Sekarang akhirnya dia bisa kembali ke Kediaman Respati. Dia adalah kakakmu, kenapa kamu nggak bisa memperlakukannya dengan baik? Kenapa kamu terus menyudutkannya? Karena merasa nggak diterima, dia bahkan terpaksa harus tinggal bersama keluarga inti," lanjut Rahadi.

"Bukannya dia tinggal di sana supaya bisa terus berdekatan dengan Nendra?" cibir Talia. "Lagi pula, kenapa aku harus memperlakukannya dengan baik? Dia mana pantas disebut kakakku, dia hanya ...."

"Talia!" Jantung Limar berdebar kencang. Melihat Talia hendak mengekspos rahasianya, dia buru-buru menyela dengan air mata berlinang.

"Aku tahu kamu nggak menyukaiku. Aku pun tahu aku seharusnya nggak kembali ke Kediaman Respati. Aku nggak seharusnya menyentuh lilin abadi ibumu, nggak seharusnya memohon Kak Nendra untuk membawaku ke Kuil Ruhi. Karena kamu nggak menyukaiku, kelak aku akan menjaga jarak darimu," ucap Limar.

Limar melanjutkan, "Kita adalah kakak adik, sama-sama darah daging Keluarga Respati. Ayah sudah meninggal, hanya menyisakan kita berdua di keluarga cabang. Kita harus saling menjaga. Jangan terbawa emosi dan bicara sembarangan. Paman Aris dan Nenek akan marah kalau tahu ...."

Talia menatap wajah menangis Limar, orang yang pernah begitu berkuasa dan menghancurkannya hanya dengan setetes air mata. Sekarang, dia masih ingin menggunakan nama Indriya dan Aris untuk menekannya? Dia juga berani menyebut ayahnya? Tidak tahu malu!

"Limar, aku nggak pernah terbawa emosi hingga bicara sembarangan. Aku hanya ingin Pangeran Rahadi mengerti kalau aku nggak pernah melakukan kesalahan apa pun padamu!" ucap Talia yang duduk di kursi roda, sama sekali tidak tampak melunak. Dia justru terlihat jijik.

"Setengah tahun lalu, kamu datang dari Provinsi Argani bersama Paman Tresna. Aku diberi tahu kalau kamu adalah putri ayahku yang tinggal di luar. Kamu menunjukkan surat cinta dari ayahku untuk ibumu selama hubungan singkat mereka. Kamu berkata sambil menangis kalau ibumu sudah meninggal dan kamu nggak punya tempat untuk dituju," ujar Talia.

Talia menambahkan, "Kamu berlutut dan memohon tempat tinggal padaku. Aku mengasihanimu dan setuju. Demi melindungi reputasi Keluarga Adipati, Paman Aris dan Nenek memaksaku untuk berkata pada semua orang kalau kamu adalah putri pelayan pribadi ibuku."

"Aku nggak ingin bersikap picik, lagi pula aku kasihan dengan latar belakangmu. Jadi, aku menuruti perintah Paman Aris dan Nenek, membiarkanmu yang seorang putri wanita simpanan diangkat menjadi putri selir dan menikmati status serta martabat putri Keluarga Adipati. Tapi, kamu nggak seharusnya menindasku seperti ini!" tandas Talia.

Kepala Limar berdengung seakan-akan hendak meledak. Semua orang di depan dan dalam aula Kediaman Mandaka langsung gempar.

Rahadi berucap dengan nada tak percaya, "Omong kosong apa kamu? Putri wanita simpanan apa?"

"Apa Nendra nggak memberitahumu? Ibu kandung Limar bukan pelayan ibuku, dia bahkan nggak pernah diterima secara resmi di Kediaman Respati," ujar Talia.

Rahadi sontak menoleh ke arah Limar.

Gadis itu berusaha menyangkal, "Bukan, aku putri selir Keluarga Respati ...."

"Kalau begitu, apa kamu berani pergi ke Balai Pemerintahan untuk memeriksa buku silsilah ibumu? Apa kamu berani mengeluarkan surat pengangkatan selirnya?" tantang Talia.

Mendengar ini, wajah Limar seketika memucat. Segala sesuatu berjalan dengan lancar sejak dia kembali ke Kediaman Respati.

Aris dan yang lainnya menyuruh Limar berpura-pura menjadi putri selir keluarga cabang. Talia cukup lembek, setelah mereka membujuknya selama beberapa saat, dia akhirnya setuju meskipun merasa tidak senang.

Satu-satunya pemegang keputusan di keluarga cabang adalah Talia. Selama Talia memercayai identitas Limar, Aris dan yang lainnya tidak perlu repot-repot mengoreksi buku silsilah ibunya, apalagi mengurus surat pengangkatan selir. Sekarang, kedua catatan itu menjadi bukti yang tak terbantahkan.

Dilihat dari ekspresi bersalah di wajah Limar, semua orang segera tahu kebenarannya. Keluarga Respati memperlakukan seorang putri wanita simpanan sebagai putri selir!

Rahadi menggertakkan giginya dan berseru marah, "Kamu membohongiku?"

"Aku nggak bohong," bantah Limar, mencoba meraih lengan baju Rahadi.

Namun, Rahadi menepisnya dan bertanya, "Ternyata kamu seorang putri wanita simpanan?" Dia menatap garang gadis dengan mata berkaca-kaca di depannya, tidak lagi merasa iba.

Rahadi menyukai Limar karena gadis itu lembut dan baik hati, dia juga iba dengan hidupnya yang susah sebelumnya. Dengan catatan, Limar lahir secara terhormat, serta kelembutan dan kepolosannya bukanlah pura-pura. Namun, Limar ternyata menyembunyikan hal sebesar itu darinya.

Limar rupanya adalah putri wanita simpanan dengan latar belakang memalukan dan tidak jelas. Dirinya, pangeran dari Kediaman Raja Hardana yang terhormat, malah memperlakukan gadis itu seperti harta karun!

Tanpa perlu mendongak, Rahadi sudah bisa merasakan tatapan mengejek orang-orang di sekitar. Dia bahkan sudah bisa membayangkan bagaimana dia akan menjadi bahan lelucon setelah kejadian hari ini tersebar.

Rahadi memaki dengan marah, "Gadis jalang!"

"Kak Rahadi," panggil Limar dengan wajah pucat pasi.

"Jangan panggil aku kakak!" hardik Rahadi sambil menepis jijik tangan Limar yang hendak meraihnya.

"Talia, aku nggak tahu ...." Rahadi ingin berkata pada bahwa dia tidak mengetahui identitas Limar yang sebenarnya.

Namun, Talia hanya melempar tatapan mengejek pada Rahadi, tidak ingin melepaskannya semudah itu. Dia berkata dengan sinis, "Kak Rahadi benar-benar bodoh."

"Talia!" seru Rahadi.

"Kak Rahadi bodoh karena ditipu seorang gadis, bodoh karena dibohongi Nendra, lebih bodoh lagi karena membela seseorang tanpa mengetahui kebenarannya," ejek Talia.

Wajah Rahadi memerah karena dicela seperti itu, apalagi saat melihat orang-orang di sekitar yang mati-matian menahan tawa hingga bahu mereka bergetar. Dia langsung pergi dengan perasaan marah dan malu.

Atmaja menopang kepalanya di tangan. Bulu matanya yang lentik sedikit terkulai, menyembunyikan binar geli di matanya. Magnolia Kecil ini galak juga.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjerat Kasih Sayang Tuan Atmaja   Bab 50

    Indriya merasa seperti baru pertama kali mengenal cucunya. Dia mengamati Talia, lalu berujar, "Kenapa kamu bicara begini? Kejadian jatuh dari tebing itu cuma kecelakaan, kenapa kamu terus mengungkit mati?"Indriya melanjutkan, "Kalau tahu kamu begitu takut, aku akan tetap berusaha menjemputmu pulang biarpun sakit hingga nggak bisa turun dari tempat tidur beberapa hari lalu."Indriya hendak menarik tangan Talia, tetapi dia menyadari luka di tangannya yang dibalut kain sangat parah. Indriya terpaksa merangkul bahu Talia dengan lembut. Matanya memerah dan dia berkata seraya terisak, "Nenek yang salah, seharusnya Nenek nggak membiarkan kamu menderita di luar."Talia dipeluk neneknya. Hanya saja, dia malah bergidik. Talia tidak pernah menyadari ternyata neneknya sangat pandai bicara. Perhatiannya bisa membuat Talia terbuai.Jika bukan karena sudah pernah melihat kekejaman Indriya, takutnya Talia benar-benar percaya orang tua di depannya memang menyayanginya.Talia mencubit luka di jarinya d

  • Terjerat Kasih Sayang Tuan Atmaja   Bab 49

    Dari dulu, nenek Talia adalah sosok yang "penyayang". Di kehidupan sebelumnya, Indriya yang memukul Nendra dan menghukum Limar setelah Talia pulang dengan keadaan terluka. Dia juga langsung meminta maaf kepada Berlian.Indriya memeluk Talia sambil menangis tersedu-sedu. Dia memarahi Nendra, Rahadi, dan Nugraha. Indriya yang merasa kasihan pada Talia terus menemaninya di samping tempat tidur sambil berlinang air mata. Dia berharap bisa menggantikan Talia, sepertinya dia lebih sedih daripada Talia yang terluka.Kemudian, Indriya juga yang bersikap dingin saat menyuruh Talia berhenti merajuk. Dia memperingatkan Talia untuk tahu batasan dan memikirkan kepentingan Keluarga Respati. Indriya melarang Talia merusak masa depan Nendra karena masalah sepele.Indriya melihat Talia dikurung di paviliun terbengkalai. Dia membiarkan Nendra dan lainnya menghina Talia. Indriya melihat mereka membantu Limar merebut semua barang peninggalan ibunya Talia secara perlahan dan menyokong Limar menjadi wanita

  • Terjerat Kasih Sayang Tuan Atmaja   Bab 48

    Indriya menjadi bersemangat. Dia tiba-tiba merasa Talia yang terluka di Gunung Caraka kali ini adalah hal bagus. Setidaknya mereka bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk mendekati Atmaja.Tidak peduli apa yang disukai Atmaja dari Talia. Yang penting Keluarga Respati bisa mendapatkan keuntungan.Sementara itu, Retni tidak merencanakan apa pun. Dia hanya merasa cemburu pada Talia yang mendapatkan kediaman semewah ini. Beberapa hari ini, Keluarga Respati sangat cemas. Namun, Talia malah hidup tenang.Retni melihat bawahan Kediaman Magnolia membawa mereka masuk ke aula depan, tetapi dia tidak melihat Talia keluar.Retni berkomentar, "Apa yang dilakukan Talia? Bu, kamu sudah datang, tapi dia nggak keluar untuk menyambutmu. Sebaliknya, dia malah membiarkan senior menunggu di luar. Benar-benar nggak tahu aturan ...."Dina menyajikan teh. Ekspresinya sangat muram saat berucap, "Nyonya Retni, luka di tubuh Nona Talia belum sembuh. Dia masih harus minum obat setiap hari. Waktu kalian datang, tab

  • Terjerat Kasih Sayang Tuan Atmaja   Bab 47

    Mereka tidak mungkin membiarkan Indriya menunggu di luar, tetapi Talia bisa menghindari Indriya dengan alasan sakit.Mendengar ucapan Dina, Talia menggeleng dan menanggapi, "Menunda nggak bisa menyelesaikan masalah. Kediaman Raja Hardana cukup jauh dari Gang Awar. Biarpun Bibi mendapatkan kabar, dia juga nggak sempat datang."Talia menambahkan, "Lagi pula, hari ini mereka datang untuk menemuiku. Walaupun sekarang aku sekarat, aku tetap nggak bisa menghindari Nenek yang mau bertemu denganku.""Tapi Nona ...," ucap Nia. Dia takut Talia disakiti saat menghadapi kedua orang itu.Talia memang takut kepada Indriya, tetapi terkadang dia tetap harus menghadapi masalahnya sendiri. Talia tidak mungkin selalu bergantung pada Atmaja dan Berlian.Talia berujar kepada Dina, "Bi Dina, tolong suruh orang bawa mereka ke aula depan. Bilang saja aku akan segera ke sana setelah selesai mengobati lukaku."Dina terpaksa keluar setelah melihat Talia sudah membuat keputusan. Namun, dia tetap khawatir. Dina di

  • Terjerat Kasih Sayang Tuan Atmaja   Bab 46

    Sewaktu Indriya pergi ke Gang Awar, cuacanya sangat bagus. Kamala datang ke kediaman untuk mengobati luka Talia.Kuntum bunga mawar di halaman sudah tumbuh. Daun-daun menjalar di bambu. Puri dan Dina mengarahkan beberapa pelayan untuk membuat ayunan di luar.Talia yang bersandar di jendela mengobrol dengan Kamala. Dia mendengar Kamala menceritakan hal menarik yang dialaminya di Suhan saat mengobati orang sakit.Kamala berkata, "Kamu nggak tahu orang-orang aneh yang kutemui. Akhir tahun lalu, aku bertemu dengan orang yang sekujur tubuhnya berbulu. Bahkan bulunya panjang dan hitam pekat. Wajahnya ditutupi bulu sampai-sampai cuma kedua matanya yang terlihat.""Pria itu takut dilihat orang lain, jadi dia menyusup ke balai pengobatan dan berdiri di depan pintu kamarku saat tengah malam. Aku kira dia itu siluman beruang hitam waktu melihat tubuhnya yang hitam. Aku sangat ketakutan dan hampir pingsan," lanjut Kamala.Kamala meneruskan, "Suatu kali, aku kekurangan 1 jenis bahan obat-obatan wak

  • Terjerat Kasih Sayang Tuan Atmaja   Bab 45

    Selama ini, reputasi Keluarga Respati selalu dijaga dengan baik. Keluarga Nugraha pun telah banyak membantu dan gelar kebangsawanan tinggal selangkah lagi untuk diwariskan. Namun, kini semuanya hancur di tangan Talia.Retni berbicara dengan nada penuh amarah, "Kalau gelar Keluarga Respati benar-benar dicabut dan reputasi Nendra rusak karena kejadian ini hingga membuat Kaisar membencinya, aku nggak akan tinggal diam terhadap Talia.""Cukup! Kamu kira situasi ini belum cukup kacau?" Indriya menegur. Melihat Retni masih tidak bisa menerima, Indriya meneruskan dengan kesal, "Waktu kalian memulai semua ini, seharusnya kalian membereskan segalanya sampai bersih.""Kalian ingin menerimanya, tapi nggak mengurus identitasnya dengan baik. Sekarang kalian malah menyalahkan orang lain karena menemukan celah kalian?"Wajah Aris pun menjadi semakin suram. Dia tak pernah menyangka, Talia yang biasanya patuh dan lembut, bisa begitu kejam hingga tak meninggalkan ruang untuk berunding.Indriya menarik n

  • Terjerat Kasih Sayang Tuan Atmaja   Bab 44

    Atmaja bangkit dan melangkah keluar dari dalam istana, lalu menggunakan saputangan untuk menyeka bahunya yang tadi ditepuk. Ekspresinya menunjukkan rasa jijik."Tuan Atmaja, Tuan Aris dan Tuan Nendra masih berdiri di sana," lapor salah satu penjaga.Atmaja melempar saputangan itu ke lantai, lalu melirik ayah anak yang sudah tampak limbung disinari terik matahari. Dia berujar, "Yang Mulia sudah pergi ke tempat selirnya dan nggak meninggalkan pesan. Hanya bilang nanti akan memanggil mereka."Penjaga itu langsung paham. Ternyata kabar yang beredar itu benar. Ayah dan anak dari Keluarga Respati ini telah membuat Atmaja murka.Semua orang tahu, kalau Kaisar sudah masuk ke bagian belakang istana, dia tidak akan kembali ke aula sampai besok pagi.Penjaga itu tak berani berkata banyak dan kembali berdiri di tempatnya. Sementara Aris dan Nendra yang telah berdiri sejak pagi sampai sore hari, mulai pucat karena dehidrasi dan kelelahan.Mereka sempat ingin mencari seseorang untuk bertanya apa mak

  • Terjerat Kasih Sayang Tuan Atmaja   Bab 43

    Atmaja tak menanggapi tatapan penuh senyum Kaisar Atharwa, seakan-akan tak mendengar maksud tersembunyi di balik ucapannya.Dia hanya menjatuhkan bidak hitam ke papan catur, menunduk sambil berkata, "Memang lumayan cocok. Kalau nggak, saya juga nggak akan repot-repot membawa pulang seseorang dari Gunung Caraka yang begitu besar.""Yang Mulia juga tahu, akhir-akhir ini saya sedang pusing dengan urusan transportasi pangan ke ibu kota. Beberapa keluarga bangsawan itu seperti tempurung kura-kura, nggak bisa ditemukan celah apa pun. Saat saya sedang buntu, langit tiba-tiba menunjukkan belas kasih, menganugerahi saya pertemuan ini."Mendengar itu, Kaisar Atharwa tertawa terbahak-bahak. "Kamu ini sungguh berhati batu. Sama sekali nggak tahu caranya mengasihi perempuan.""Saya ini hanya seorang kasim. Mau mengasihi siapa?""Padahal gadis kecil itu kasihan sekali, 'kan?""Saya menyelamatkan nyawanya, memberinya tempat tinggal. Apa yang perlu dikasihani? Kalau nggak ada saya, dia pasti sudah jat

  • Terjerat Kasih Sayang Tuan Atmaja   Bab 42

    Talia sudah menetap di Gang Awar sehingga Kediaman Wicaksana menjadi sangat sunyi.Di luar tampak tenang, tetapi kericuhan di Keluarga Mandaka masih belum mereda. Para anggota Keluarga Respati dan Nendra beberapa hari ini hidup dalam tekanan besar, benar-benar seperti berada di neraka.Aris sebelumnya mengira Talia mudah dikendalikan, sehingga tidak menangani dengan benar dan membiarkan masa lalu Limar terungkap. Fakta bahwa ibu kandung Limar adalah seorang wanita simpanan tak dapat disembunyikan dari orang-orang yang ingin menyelidikinya.Begitu terkuak bahwa Limar adalah anak dari seorang wanita simpanan, sementara Keluarga Respati menganggapnya sebagai anak selir, bahkan membiarkannya menindas keturunan sah hingga hampir membuat Talia yang patim piatu celaka, Keluarga Respati langsung dihujat habis-habisan.Baru saja sidang pagi di istana dimulai, Aris dan Nendra langsung mendapatkan pengaduan dari para pejabat pengawas. Yang satu dituduh tak mampu mengurus rumah tangga, yang satu l

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status