Share

Bab 117 Lembar baru

Penulis: Secret juju
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-08 21:40:37

Pernikahan Arga dan Kanara tidak mewah.

Tidak ada dekorasi megah, tidak ada tamu undangan, tidak ada musik romantis atau karangan bunga di setiap sudut.

Hanya mereka berdua, dua saksi, dan seorang pendeta di gereja kecil di sudut kota.

Suasana hening, tapi hangat.

Janji pernikahan mereka terucap sederhana, namun penuh makna.

Tidak ada pesta, tidak ada foto-foto glamor. Hanya dua hati yang memilih untuk kembali percaya setelah berkali-kali hancur.

***

Sesampainya di apartemen, suasana kembali sunyi. Hanya suara langkah mereka yang bergema di dalam ruangan luas itu.

Kanara berdiri di depan cermin, mencoba melepas resleting gaun putih sederhana yang ia kenakan untuk pemberkatan tadi. Ia menggerakkan tangannya ke belakang, tapi gerakannya terhenti di tengah, resletingnya macet.

Arga, yang baru masuk ke kamar setelah menerima telpon di ruang tamu, memperhatikan gerakan canggung itu beberapa detik sebelum akhirnya melangkah mendekat.

“Biar aku bantu,” ucapnya pelan.

Kanara menoleh sekilas,
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Terjerat Nafsu Kakak Tiri   Bab 146 Antara Keadilan dan Kehilangan

    Suara dering telepon baru saja berhenti ketika Kanara masuk membawa secangkir kopi ke ruang kerja Arga.Aroma kopi bercampur dengan udara siang yang terperangkap di ruangan itu, tapi suasananya terasa tegang.Arga berdiri di depan jendela, punggungnya menghadap pintu. Salah satu tangannya menekan kening, sementara tangan lainnya masih memegang ponsel. Napasnya berat. Telepon dari Athalla barusan membuat pikirannya berputar tanpa arah.Kasus ayah mertuanya semakin aneh. Terlalu banyak celah, terlalu banyak kejanggalan untuk disebut spontan.Kanara melangkah mendekat, meletakkan cangkir di meja. Pandangannya tertuju pada tumpukan berkas di atas meja kerja Arga. Tapi bukan laporan pekerjaan seperti biasanya, melainkan foto-foto TKP, rekaman hasil visum, dan salinan berita acara dari lapas.“Arga …” panggil Kanara pelan.Arga menoleh. Tatapannya sedikit terkejut, tapi berusaha tenang. Ia segera menyimpan ponselnya.“Kau belum istirahat?” tanyanya, mencoba mengalihkan.Kanara menggeleng, l

  • Terjerat Nafsu Kakak Tiri   Bab 145 Alibi yang Rapi

    Cahaya siang menembus kaca jendela, Athalla menatap tumpukan berkas di mejanya. Di antara laporan dan foto-foto TKP, ada sesuatu yang mengusik pikirannya. Terlalu banyak kejanggalan dalam kematian ayah Kanara.Versi resmi dari lapas menyebut ‘Korban meninggal akibat pengeroyokan spontan selama kegiatan kerja sosial di luar lapas.’Terlalu rapi.Terlalu dangkal.Athalla tidak mudah percaya pada laporan yang terasa terlalu bersih.Athalla sudah cukup lama bekerja di kejaksaan untuk tahu. Tidak ada kekerasan di balik jeruji yang benar-benar ‘spontan’.Ia bersandar di kursinya, mengetuk-ngetuk pena ke meja. Instingnya menolak berhenti di kesimpulan yang disodorkan begitu mudah.Kejadian ini seperti sudah disiapkan.Tanpa menunggu lebih lama, Athalla memutuskan untuk turun langsung.*Beberapa jam kemudian, ia sudah berada di kantor lapas.“Saya ingin melihat rekaman CCTV,” ucapnya tegas sambil menyerahkan surat permintaan resmi.“Termasuk siapa saja yang berinteraksi dengan para pelaku se

  • Terjerat Nafsu Kakak Tiri   Bab 144 Maaf yang Tak Sempat Terucap

    Langit mendung sore itu seolah ikut berkabung. Angin lembut berhembus, membawa aroma tanah basah yang bercampur dengan wangi bunga tabur. Ayah Kanara dimakamkan tepat di samping pusara mendiang istrinya. Seolah takdir memberi kesempatan bagi mereka untuk kembali berdampingan setelah sekian lama terpisah oleh waktu dan penyesalan. Kanara menunduk di depan nisan itu, tangan mungilnya menaburkan bunga perlahan, seakan takut mengganggu ketenangan orang yang kini terbaring di bawah sana. Air matanya sudah kering sejak tadi, hanya menyisakan sembab di sudut mata. Kali ini, ia tidak ingin terlihat rapuh. Ia sudah menangis cukup banyak. Tatapannya jatuh pada foto ayahnya di atas batu nisan basah itu. Wajah yang dulu keras dan penuh marah, kini hanya tinggal kenangan diam dalam bingkai kecil. Kanara menghembuskan nafas panjang, pelan namun berat. "Semoga Ibu menyambutmu di sana," ucapnya lirih, sebelum menunduk memberi penghormatan terakhir. Arga berdiri di sampingnya, tidak ber

  • Terjerat Nafsu Kakak Tiri   Bab 143 Terulang Lagi

    Langkah Kanara goyah, tapi ia tetap maju perlahan, mendekati tempat tidur itu. Setiap langkah terasa berat. Seolah jarak yang hanya beberapa meter itu memakan seluruh tenaga yang tersisa di tubuhnya.Beberapa hari lalu, ia masih melihat ayahnya tersenyum. Sehat. Duduk di ruang kunjungan penjara, memandangi Kanara sambil menyuap potongan kecil makanan kesukaannya.“Ayah senang sekali kau bawakan ini,” begitu katanya waktu itu, dengan senyum lebar yang selalu menenangkan.Tapi hari ini, senyum itu lenyap. Wajah yang sama kini tampak pucat, tertutup oksigen mask, dikelilingi selang dan suara monoton alat medis yang membuat dada Kanara sesak.Ia menelan ludah susah payah, mencoba menahan gejolak yang tiba-tiba naik ke tenggorokan.Beberapa hali belakangan, Kanara memang tak sempat menjenguk karena kandungannya semakin besar dan tubuhnya cepat lelah. Tapi ia tak pernah abai. Setiap hari ia memastikan makanan dikirim ke penjara, memastikan ayahnya makan dengan baik.Dan kini, semua itu seol

  • Terjerat Nafsu Kakak Tiri   Bab 142 Jawaban Di Rumah Sakit

    “Kondisinya masih kritis, Tuan. Tadi sempat terjadi henti jantung,” lapor seseorang yang Arga perintahkan berjaga di rumah sakit, lewat sambungan telepon.Arga yang sedari tadi duduk di kursi kerjanya mendadak terdiam. Jemarinya yang menggenggam ponsel menegang, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. “Bagaimana bisa?” tanyanya pelan, suaranya nyaris bergetar tapi tetap berusaha tenang.“Saya juga belum tahu detailnya, Dokter masih di ruang ICU. Tapi kondisinya belum stabil.”Arga menutup matanya sejenak, menahan tarikan napas berat. Ia tahu, ini bisa jadi kesempatan terakhir, atau penyesalan seumur hidup jika ia terlambat.“Terus pantau. Aku akan segera kesana.”Begitu panggilan berakhir, Arga terdiam sejenak. Suara di seberang sana seolah bergema di kepalanya, mengguncang setiap detak tenangnya. Tanpa pikir panjang, ia meraih jas yang tersampir di sandaran kursi kerjanya dan menyampirkannya ke lengan.Dalam hati, ia bergumam pelan.“Semoga belum terlambat...”Ia tahu

  • Terjerat Nafsu Kakak Tiri   Bab 141 Berita yang Tertunda

    Makan malam kali ini terasa berbeda dari makan malam pertama mereka yang dulu penuh ketegangan dan agenda tersembunyi. Malam ini, suasananya benar-benar hangat. Tak ada jarak, tak ada rahasia. Hanya kebersamaan yang terasa tulus.Luna tiba hampir bersamaan dengan Athalla. Mereka tidak datang bersama, hanya kebetulan bertemu di depan gerbang. Masing-masing membawa sesuatu di tangan. Luna dengan kotak besar berbungkus pita biru pastel, sementara Athalla membawa bingkisan sederhana yang dibungkus kertas coklat elegan.Kanara yang berdiri di samping Arga menyambut keduanya dengan senyum lebar. “Seharusnya tidak perlu repot membawa apapun,” katanya lembut. “Kehadiran kalian saja sudah hadiah istimewa.”Luna terkekeh kecil sambil mengangkat bingkisannya. “Tapi aku sudah menunggu sekali momen ini,” ujarnya riang. “Aku beli hadiah ini sejak dengar kalian pindah rumah. Kalau tidak kuberikan sekarang, rasanya sayang banget.”Arga tersenyum kecil, menerima bingkisan itu sebelum menyerahkannya ke

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status