Inicio / Romansa / Terjerat Nafsu Kakak Tiri / Bab 3 — Godaan dalam Diam

Compartir

Bab 3 — Godaan dalam Diam

Autor: Secret juju
last update Última actualización: 2025-07-21 23:45:52

Kanara membeku. Dadanya bergolak antara marah, jijik, dan rasa tidak percaya. Namun, di balik amarahnya, dia juga sadar. Arga tampan, terlalu tampan bahkan. Tapi semua itu tak ada artinya kalau isinya busuk. Laki-laki itu, di matanya, tetap brengsek, seindah apa pun tampilan luarnya.

Kedua tangan Kanara mengepal di sisi tubuhnya. Tubuhnya gemetar, bukan karena dingin, tapi karena amarah yang dia tahan mati-matian.

Dia datang ke rumah ini bukan untuk dipermainkan, bukan untuk direndahkan oleh orang-orang sok berkuasa yang minim akhlak, yang merasa uang bisa membeli segalanya, termasuk harga diri manusia.

“Brengsek,” desis Kanara dingin, sebelum akhirnya berbalik, melangkah pergi meninggalkan Arga.

Namun belum sempat dia menjauh, genggaman kuat menahan lengannya. Arga menariknya pelan, memaksanya berbalik menghadapi tatapan laki-laki itu lagi.

“Kau masih merasa bisa sombong, Kanara?” suara Arga terdengar lebih rendah, lebih tajam. “Ibumu mungkin sudah tidak tertolong saat kau sampai di sana.”

Kalimat itu seperti pukulan telak ke dada Kanara. Napasnya tercekat, emosi meledak. Tanpa pikir panjang, dia mengangkat tangannya, menampar pipi Arga dengan keras.

“Jaga mulutmu!” serunya, suaranya bergetar antara marah dan luka.

Tapi Arga hanya tertawa. Bukannya tersinggung, dia malah mengangguk kecil, seperti pria yang sudah memperkirakan semua reaksi Kanara.

“Mungkin kau butuh waktu,” ucap Arga santai, senyumnya kembali mengembang. “Ranjangku siap menunggumu untuk dihangatkan… kapanpun kau siap.”

Tanpa menunggu balasan, Arga menyerahkan payung hitam besar itu ke tangan Kanara. Jemarinya menyentuh jemari Kanara sekilas, dingin… namun penuh kesan menguasai.

Lalu dia pergi, meninggalkan Kanara berdiri sendiri di bawah hujan, bersama harga diri yang remuk dan pilihan yang makin sempit.

***

Kanara sampai di rumah sakit dengan pakaian yang masih setengah basah. Tubuhnya menggigil, entah karena dingin, hujan, atau karena hidupnya yang terasa semakin kosong.

Langkahnya terhenti di depan pintu ruang perawatan. Dari balik kaca kecil di pintu itu, dia melihat ibunya terbaring lemah. Wajah pucat, tubuh yang makin kurus, selang infus terpasang di pergelangan tangan, dan alat medis yang terus memantau detak jantungnya.

Dadanya langsung sesak. Napasnya tercekat. Semua beban seolah menindihnya dalam satu waktu.

Tanpa sadar, lutut Kanara melemah. Tubuhnya jatuh, merosot perlahan ke lantai dingin koridor rumah sakit. Punggungnya bersandar di dinding, lututnya ditarik ke dada, seluruh tubuhnya gemetar.

Tangis itu akhirnya pecah, tak terbendung lagi.

Namun Kanara buru-buru menutup mulutnya dengan telapak tangan, mencoba meredam isakannya agar tak terdengar. Dia tidak mau orang lain melihatnya hancur, tidak mau ibunya mendengar tangis putus asa putrinya di luar sana.

Tapi rasanya… menyakitkan. Terlalu menyakitkan.

Hatinya seperti dicabik-cabik. Dia tidak tahu harus bagaimana lagi. Tidak tahu harus bertahan dengan cara apa. Semua pintu seolah tertutup, semua pilihan terasa menghina harga dirinya.

"Tuhan… aku harus bagaimana?" bisiknya dalam hati, suara hatinya nyaris tak terdengar di tengah kekacauan emosinya sendiri.

"Aku tidak punya siapa-siapa. Aku tidak tahu harus minta tolong ke siapa lagi. Aku… lelah."

Tangannya mengusap kasar air mata yang mengalir di pipinya. Tapi semakin dia mencoba kuat, semakin besar keputusasaan itu menelannya.

"Apa ini ujungnya? Aku cuma mau Ibu sembuh… cuma itu. Tapi kenapa jalannya sesempit ini?"

"Apa aku harus serendah itu? Apa aku harus menerima tawaran Arga, jual diri sendiri… demi biaya rumah sakit?"

Tangisnya tertahan di tenggorokan, membentuk gumpalan yang sakitnya bukan main.

"Kalau aku menerima… apa aku masih bisa lihat wajah Ibu tanpa rasa malu? Apa aku bisa tetap menghargai diriku sendiri?"

Tapi di benaknya, bayang-bayang Arga masih mengendap. Tatapan laki-laki itu, kata-katanya yang menghina… namun kini perlahan terdengar seperti satu-satunya jalan keluar.

Sialnya… dia mulai berpikir tentang itu.

Dan itu saja sudah cukup membuatnya muak pada dirinya sendiri.

Continúa leyendo este libro gratis
Escanea el código para descargar la App

Último capítulo

  • Terjerat Nafsu Kakak Tiri   Bab 99 Keputusan

    Malam itu, Arga tidak tinggal diam. Ia memacu mobilnya langsung menuju rumah Athalla.Sesampainya di depan pagar besar yang tertutup rapat, langkahnya terhenti. Dalam gelap, hanya sorot lampu jalan yang samar-samar menerangi wajahnya. Frustrasi jelas tergambar di sana.Dari balik jendela kamar lantai dua, Kanara memperhatikannya. Jemarinya menggenggam gorden begitu erat hingga buku-buku jarinya memutih. Ia bisa merasakan goyahnya pertahanan dalam dirinya hanya dengan melihat Arga berdiri di sana. Ia takut. Takut jika sekali saja ia keluar, semua alasan yang membuatnya pergi akan runtuh.Di halaman depan, satpam berjaga sesuai instruksi Athalla: tidak seorang pun boleh masuk tanpa izin.Arga menoleh cepat ketika sorot lampu mobil mendekat. Kendaraan itu berhenti tepat di sampingnya. Satpam segera membuka pagar, mengenali mobil majikannya.Athalla keluar dengan langkah tenang, bahkan sempat melempar senyum tipis, sebuah senyum yang lebih mirip ejekan bagi Arga.Pintu mobil ditutup cukup

  • Terjerat Nafsu Kakak Tiri   Bab 98 Kepergian Kanara

    Bab 98 Kepergian KanaraArga pulang saat langit sudah pekat. Begitu pintu apartemen terbuka, kegelapan menyambutnya. Lampu belum dinyalakan. Alisnya berkerut. Kenapa gelap begini? Kanara biasanya tidak seperti ini.Ia menutup pintu dengan hati-hati, matanya menyapu ruangan yang masih rapi, tanpa tanda-tanda pembobolan. Rasa was-wasnya belum reda. Ia menekan saklar lampu, lalu berkeliling apartemen dengan langkah cepat.“Kanara?” panggilnya pelan. Tidak ada jawaban.Arga melepaskan kancing lengan kemejanya dan menggulungnya ke siku. Dadanya mulai sesak. Ia melangkah ke kamar, tapi ruangan itu kosong. Tirai tergerai diam. Tempat tidur rapi.Ini tidak benar…Ia meraih ponsel dan langsung menekan nama Kanara. Panggilan pertama tersambung, tapi tidak kunjung diangkat. Panggilan kedua justru direject.Arga menghembuskan nafas berat. Tangannya gemetar saat menurunkan ponsel. Kenapa kau tidak mau bicara denganku, Kanara?Entah dorongan dari mana, ia membuka lemari. Begitu pintu lemari terbuk

  • Terjerat Nafsu Kakak Tiri   Bab 97 Diantara Dua Keputusan

    Pagi itu, Kanara terbangun oleh sentuhan lembut di perutnya. Tangan Arga menyusup di balik pakaiannya, mengusap perlahan perutnya yang masih datar. Tidak ada kata-kata, hanya gerakan yang hangat dan tenang.Kanara tersenyum samar. Ia membalas dengan mengusap kepala Arga yang terbaring di dadanya.Namun, suasana hangat itu runtuh seketika ketika suara Arga terdengar pelan. “Apa kau sudah yakin akan mempertahankannya?”Senyum Kanara menghilang. Ia menatap Arga lekat, memastikan kalau ia tidak salah dengar. “Apa maksudmu?”Arga tidak menoleh, masih menempelkan wajahnya di dada Kanara. “Kau masih terlalu muda, Kanara. Masa depanmu masih panjang. Bagaimana dengan kuliahmu? Dengan cita-citamu?”Kanara membeku, lalu bangkit duduk. Tatapannya tertuju pada Arga yang tetap tenang di posisinya. “Kau ingin membunuhnya?”Arga mengangkat wajahnya, kaget dengan kesimpulan itu. “Aku tidak bilang begitu. Aku hanya—”“Dia masih belum bernyawa, begitukan maksudmu?” potong Kanara, suaranya meninggi.Arga

  • Terjerat Nafsu Kakak Tiri   Bab 96 Seseorang

    Jemari Kanara masih menggenggam tangan Arga erat ketika pria itu tersentak pelan. Kelopak matanya bergetar sebelum perlahan terbuka. Nafasnya masih berat, keringat dingin menempel di pelipis.“Arga…” Kanara memanggil lembut, suaranya seperti bisikan yang menenangkan.Arga menoleh, matanya tampak kebingungan, seolah belum sepenuhnya sadar ia sudah terjaga. Tatapannya turun pada tangan Kanara yang menggenggam erat miliknya.“Kau berkeringat banyak.” Kanara meraih tisu di meja, mengusap lembut pelipisnya. “Kau mimpi buruk?”Arga terdiam beberapa detik. Lalu, alih-alih menjawab, ia menutup wajah dengan satu tangan, berusaha menenangkan dirinya. Nafasnya tersendat, rahangnya menegang.“Aku tidak bisa… bahkan di tidurku, aku tidak bisa lepas darinya.” Suaranya pecah pelan, seolah bicara pada dirinya sendiri.Kanara menatapnya lekat, mencoba membaca maksud kata-kata itu. Ia tahu Arga jarang sekali membuka celah tentang isi hatinya, apalagi soal keluarganya.Perlahan, Kanara duduk di samping

  • Terjerat Nafsu Kakak Tiri   Bab 95 Yang Perlahan Tersingkap

    Kanara kini tahu dengan jelas hubungan macam apa antara Athalla dan Arga. Percakapan singkat mereka barusan cukup untuk menyatukan potongan yang selama ini tercerai-berai di kepalanya. Ada ikatan darah di antara keduanya, dan juga jurang yang dalam. Meski kanara belum tahu motif di balik Athalla yang ingin membalas dendam kepada Jennifer.Athalla akhirnya beranjak pergi. Kanara mengantarnya sampai ke depan pintu, berusaha tenang meski degup jantungnya kacau. Begitu ia hendak menutup pintu, tangan Athalla menahan daun pintu. Gerakan itu membuat Kanara tersentak, seketika rasa khawatir menyusup. Jangan sampai dia bicara macam-macam di sini… Arga masih di dalam.Athalla mencondongkan tubuhnya, suaranya rendah namun menghujam.“Kau tidak lupa tujuanmu, Kanara. Jangan biarkan perasaanmu pada Arga menghalangi rencana kita.”Kanara menahan napas, matanya otomatis melirik ke belakang. Dari ruang tengah, Arga masih duduk memperhatikannya. Tatapan itu membuat kulitnya serasa terbakar.Athalla m

  • Terjerat Nafsu Kakak Tiri   Bab 94 Kenangan Lama

    Keduanya berdiri berhadapan di ambang pintu. Tidak ada ucapan selamat datang, tidak ada gerakan mempersilahkan masuk. Hanya tatapan dingin yang terkunci, seolah sorot mata mereka saling menantang, saling melukai.Athalla tidak terganggu. Senyumnya mengembang tipis, penuh provokasi. “Apa kau hanya akan diam? Tidak menyuruhku masuk?” suaranya terdengar tenang, tapi ada tekanan yang sengaja diselipkan.Arga merapatkan rahangnya, menahan gejolak yang tidak ingin ia tunjukkan. “Ada perlu apa kau kemari?” suaranya berat, dingin, tapi jelas menunjukkan kewaspadaan.Keheningan menyusul. Apartemen itu seakan menahan napas, menunggu ledakan yang bisa pecah kapan saja.Arga menatap pria di hadapannya. Ingatan lama tiba-tiba menyusup ke benak Arga. Wajah bocah laki-laki yang dulu sempat dikenalnya di masa kecil, samar, terkubur bersama kenangan masa lalu. Belasan tahun berlalu, ia tidak pernah lagi bertemu dengannya. Namun sejak insiden kemarin, ketika ia tidak sengaja—atau terencana meneguk minu

Más capítulos
Explora y lee buenas novelas gratis
Acceso gratuito a una gran cantidad de buenas novelas en la app GoodNovel. Descarga los libros que te gusten y léelos donde y cuando quieras.
Lee libros gratis en la app
ESCANEA EL CÓDIGO PARA LEER EN LA APP
DMCA.com Protection Status