Inicio / Romansa / Terjerat Nafsu Kakak Tiri / Bab 4 — Jalan Buntu

Compartir

Bab 4 — Jalan Buntu

Autor: Secret juju
last update Última actualización: 2025-07-21 23:57:05

Kanara bekerja di salah satu kafe kecil di pusat kota, menjadi pramusaji demi menyambung hidup dan biaya pengobatan ibunya. Kurang tidur, tubuh remuk, jiwa hancur, tapi dia harus tetap berdiri, harus tetap tersenyum seolah semuanya baik-baik saja.

Pagi ini, wajahnya masih bengkak sisa tangis semalam. Dikelabui seadanya dengan riasan tipis agar setidaknya wajah pucatnya tak terlalu mencolok di tengah ruangan penuh pengunjung.

“Ra, ada yang mencarimu,” ucap Lusi, teman kerjanya saat Kanara baru kembali dari jam istirahat.

“Siapa?” tanya Kanara, suaranya serak karena lelah dan kurang tidur.

“Laki-laki. Duduk di meja paling pojok.”

Kanara menghela nafas pelan. Dia bergegas menuju area meja yang dimaksud, langkahnya melambat seketika saat melihat siapa yang duduk di sana.

Arga.

Pria itu duduk santai di pojok ruangan, mengenakan kemeja hitam yang pas di tubuhnya, wajahnya menoleh ke arah Kanara, tersenyum, dan melambaikan tangan dengan percaya diri.

Jika bukan karena statusnya sebagai karyawan di tempat ini, Kanara sudah pergi dari sana detik itu juga. Sikap Arga semalam masih jelas terpatri di kepalanya. Penawaran keji yang melecehkan harga dirinya.

Tapi pekerjaan ini satu-satunya harapannya saat ini. Dia tidak bisa gegabah, tidak mau kehilangan penghasilan yang jadi sandaran hidup mereka.

Kanara menarik napas dalam, menenangkan degup jantungnya yang kacau. Dia mengatur raut wajah, menarik senyum profesional seperti saat melayani pelanggan lain, lalu berjalan mendekat.

“Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?” tanyanya, nadanya ramah namun hambar, menyembunyikan gemuruh di dadanya.

Arga menyebutkan pesanannya, menyelipkan senyum kecil seolah tak terjadi apa-apa semalam.

Kanara mencatat dengan cekatan, lalu berbalik, pergi menyiapkan pesanan itu secepat mungkin. Hatinya mengutuk keberadaan laki-laki itu, namun dia tidak punya pilihan lain selain menjalani pekerjaannya.

Beberapa menit kemudian, Kanara kembali ke meja Arga, menaruh pesanan pria itu dengan tangan sedikit gemetar. Sorot mata Arga tak pernah lepas darinya, mengunci gerak-geriknya, membuat Kanara nyaris mati gaya di hadapannya.

Tangannya hampir saja menumpahkan minuman di meja, namun Arga sigap menangkap gelas itu. Jemari pria itu bersentuhan dengan tangannya, mencengkram pelan namun terlalu lama… terlalu sengaja.

Lalu sebelah tangan Arga yang lain bergerak ke pinggang Kanara, mengusap pelan, terlalu lembut hingga membuat bulu kuduk Kanara meremang, bukan karena nyaman… tapi karena jijik dan kesal bercampur aduk.

Kanara spontan mundur, menepis tangan Arga, namun pria itu justru tersenyum puas, senyum penuh kemenangan yang membuat Kanara muak.

“Tawaranku masih berlaku,” bisik Arga pelan, suaranya terdengar seperti godaan yang berbahaya.

Sebelum Kanara sempat merespons, Arga menyelipkan selembar kertas ke dalam saku apron Kanara. Seperti data diri atau informasi yang harus dia lihat nanti.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Arga bangkit, melangkah keluar dari kafe dengan percaya diri, meninggalkan Kanara berdiri kaku di tempatnya, bersama secuil kertas di saku dan beban pikiran yang makin menumpuk.

***

Kanara berjalan tergesa di lorong rumah sakit. Napasnya memburu, keringat dingin membasahi pelipis meski tubuhnya masih terasa lelah dan remuk.

Baru saja dia selesai bekerja, kini dia harus berlari ke rumah sakit setelah menerima telepon dari perawat. Suaranya terdengar panik, memberitahu bahwa ibunya butuh penanganan segera. Kondisinya menurun drastis. Tapi… administrasi harus dilunasi lebih dulu.

Langkah Kanara terhenti di depan ruang administrasi, tubuhnya bergetar. Kepalanya pening, pikirannya kusut, dadanya sesak. Semua rasa bercampur jadi satu, membekapnya tanpa ampun.

Dia menggenggam ponselnya erat, tangannya dingin. Pikiran di kepalanya berputar, mencari jalan keluar, mencari keajaiban. Tapi semua terasa buntu.

Dia tidak tahu harus apa lagi.

Bahkan menangis pun sudah tidak bisa lagi melegakan hatinya. Air mata rasanya sudah kering, terlalu sering habis untuk luka yang tak kunjung selesai.

Sialnya… bayangan Arga dan tawaran menjijikkan itu kembali mengisi pikirannya. Pilihan yang sebelumnya dia anggap mustahil, kini perlahan terdorong ke permukaan, dipaksa untuk dipikirkan ulang.

Kanara memejamkan mata sejenak, mencoba bernafas, tapi sesak itu tidak juga hilang.

Semesta seolah benar-benar sedang mempermainkannya.

Kanara membenci dirinya sendiri.

Membenci betapa lemahnya dia.

Membenci situasi yang memaksanya mempertimbangkan hal yang bahkan tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.

Namun, lebih dari itu… dia tahu, dia tidak akan pernah bisa memaafkan dirinya jika sesuatu yang buruk menimpa ibunya. Jika ibunya pergi… saat dia masih bisa melakukan sesuatu, sekotor apa pun caranya.

Dengan tangan gemetar, Kanara mengeluarkan kartu nama yang tadi Arga selipkan ke dalam saku apron kerjanya. Lembaran kecil itu terasa lebih berat dari apa pun. Seperti menenteng beban harga diri yang siap dikorbankan.

Jari-jarinya meremas kertas itu kuat-kuat. Kepalanya berputar, hatinya berperang. Semua prinsip, marah, benci, jijik… bertabrakan dalam dada.

Tapi kenyataan jauh lebih kejam dari semua itu.

Ini… adalah satu-satunya hal yang bisa dia lakukan sekarang.

Continúa leyendo este libro gratis
Escanea el código para descargar la App

Último capítulo

  • Terjerat Nafsu Kakak Tiri   Bab 99 Keputusan

    Malam itu, Arga tidak tinggal diam. Ia memacu mobilnya langsung menuju rumah Athalla.Sesampainya di depan pagar besar yang tertutup rapat, langkahnya terhenti. Dalam gelap, hanya sorot lampu jalan yang samar-samar menerangi wajahnya. Frustrasi jelas tergambar di sana.Dari balik jendela kamar lantai dua, Kanara memperhatikannya. Jemarinya menggenggam gorden begitu erat hingga buku-buku jarinya memutih. Ia bisa merasakan goyahnya pertahanan dalam dirinya hanya dengan melihat Arga berdiri di sana. Ia takut. Takut jika sekali saja ia keluar, semua alasan yang membuatnya pergi akan runtuh.Di halaman depan, satpam berjaga sesuai instruksi Athalla: tidak seorang pun boleh masuk tanpa izin.Arga menoleh cepat ketika sorot lampu mobil mendekat. Kendaraan itu berhenti tepat di sampingnya. Satpam segera membuka pagar, mengenali mobil majikannya.Athalla keluar dengan langkah tenang, bahkan sempat melempar senyum tipis, sebuah senyum yang lebih mirip ejekan bagi Arga.Pintu mobil ditutup cukup

  • Terjerat Nafsu Kakak Tiri   Bab 98 Kepergian Kanara

    Bab 98 Kepergian KanaraArga pulang saat langit sudah pekat. Begitu pintu apartemen terbuka, kegelapan menyambutnya. Lampu belum dinyalakan. Alisnya berkerut. Kenapa gelap begini? Kanara biasanya tidak seperti ini.Ia menutup pintu dengan hati-hati, matanya menyapu ruangan yang masih rapi, tanpa tanda-tanda pembobolan. Rasa was-wasnya belum reda. Ia menekan saklar lampu, lalu berkeliling apartemen dengan langkah cepat.“Kanara?” panggilnya pelan. Tidak ada jawaban.Arga melepaskan kancing lengan kemejanya dan menggulungnya ke siku. Dadanya mulai sesak. Ia melangkah ke kamar, tapi ruangan itu kosong. Tirai tergerai diam. Tempat tidur rapi.Ini tidak benar…Ia meraih ponsel dan langsung menekan nama Kanara. Panggilan pertama tersambung, tapi tidak kunjung diangkat. Panggilan kedua justru direject.Arga menghembuskan nafas berat. Tangannya gemetar saat menurunkan ponsel. Kenapa kau tidak mau bicara denganku, Kanara?Entah dorongan dari mana, ia membuka lemari. Begitu pintu lemari terbuk

  • Terjerat Nafsu Kakak Tiri   Bab 97 Diantara Dua Keputusan

    Pagi itu, Kanara terbangun oleh sentuhan lembut di perutnya. Tangan Arga menyusup di balik pakaiannya, mengusap perlahan perutnya yang masih datar. Tidak ada kata-kata, hanya gerakan yang hangat dan tenang.Kanara tersenyum samar. Ia membalas dengan mengusap kepala Arga yang terbaring di dadanya.Namun, suasana hangat itu runtuh seketika ketika suara Arga terdengar pelan. “Apa kau sudah yakin akan mempertahankannya?”Senyum Kanara menghilang. Ia menatap Arga lekat, memastikan kalau ia tidak salah dengar. “Apa maksudmu?”Arga tidak menoleh, masih menempelkan wajahnya di dada Kanara. “Kau masih terlalu muda, Kanara. Masa depanmu masih panjang. Bagaimana dengan kuliahmu? Dengan cita-citamu?”Kanara membeku, lalu bangkit duduk. Tatapannya tertuju pada Arga yang tetap tenang di posisinya. “Kau ingin membunuhnya?”Arga mengangkat wajahnya, kaget dengan kesimpulan itu. “Aku tidak bilang begitu. Aku hanya—”“Dia masih belum bernyawa, begitukan maksudmu?” potong Kanara, suaranya meninggi.Arga

  • Terjerat Nafsu Kakak Tiri   Bab 96 Seseorang

    Jemari Kanara masih menggenggam tangan Arga erat ketika pria itu tersentak pelan. Kelopak matanya bergetar sebelum perlahan terbuka. Nafasnya masih berat, keringat dingin menempel di pelipis.“Arga…” Kanara memanggil lembut, suaranya seperti bisikan yang menenangkan.Arga menoleh, matanya tampak kebingungan, seolah belum sepenuhnya sadar ia sudah terjaga. Tatapannya turun pada tangan Kanara yang menggenggam erat miliknya.“Kau berkeringat banyak.” Kanara meraih tisu di meja, mengusap lembut pelipisnya. “Kau mimpi buruk?”Arga terdiam beberapa detik. Lalu, alih-alih menjawab, ia menutup wajah dengan satu tangan, berusaha menenangkan dirinya. Nafasnya tersendat, rahangnya menegang.“Aku tidak bisa… bahkan di tidurku, aku tidak bisa lepas darinya.” Suaranya pecah pelan, seolah bicara pada dirinya sendiri.Kanara menatapnya lekat, mencoba membaca maksud kata-kata itu. Ia tahu Arga jarang sekali membuka celah tentang isi hatinya, apalagi soal keluarganya.Perlahan, Kanara duduk di samping

  • Terjerat Nafsu Kakak Tiri   Bab 95 Yang Perlahan Tersingkap

    Kanara kini tahu dengan jelas hubungan macam apa antara Athalla dan Arga. Percakapan singkat mereka barusan cukup untuk menyatukan potongan yang selama ini tercerai-berai di kepalanya. Ada ikatan darah di antara keduanya, dan juga jurang yang dalam. Meski kanara belum tahu motif di balik Athalla yang ingin membalas dendam kepada Jennifer.Athalla akhirnya beranjak pergi. Kanara mengantarnya sampai ke depan pintu, berusaha tenang meski degup jantungnya kacau. Begitu ia hendak menutup pintu, tangan Athalla menahan daun pintu. Gerakan itu membuat Kanara tersentak, seketika rasa khawatir menyusup. Jangan sampai dia bicara macam-macam di sini… Arga masih di dalam.Athalla mencondongkan tubuhnya, suaranya rendah namun menghujam.“Kau tidak lupa tujuanmu, Kanara. Jangan biarkan perasaanmu pada Arga menghalangi rencana kita.”Kanara menahan napas, matanya otomatis melirik ke belakang. Dari ruang tengah, Arga masih duduk memperhatikannya. Tatapan itu membuat kulitnya serasa terbakar.Athalla m

  • Terjerat Nafsu Kakak Tiri   Bab 94 Kenangan Lama

    Keduanya berdiri berhadapan di ambang pintu. Tidak ada ucapan selamat datang, tidak ada gerakan mempersilahkan masuk. Hanya tatapan dingin yang terkunci, seolah sorot mata mereka saling menantang, saling melukai.Athalla tidak terganggu. Senyumnya mengembang tipis, penuh provokasi. “Apa kau hanya akan diam? Tidak menyuruhku masuk?” suaranya terdengar tenang, tapi ada tekanan yang sengaja diselipkan.Arga merapatkan rahangnya, menahan gejolak yang tidak ingin ia tunjukkan. “Ada perlu apa kau kemari?” suaranya berat, dingin, tapi jelas menunjukkan kewaspadaan.Keheningan menyusul. Apartemen itu seakan menahan napas, menunggu ledakan yang bisa pecah kapan saja.Arga menatap pria di hadapannya. Ingatan lama tiba-tiba menyusup ke benak Arga. Wajah bocah laki-laki yang dulu sempat dikenalnya di masa kecil, samar, terkubur bersama kenangan masa lalu. Belasan tahun berlalu, ia tidak pernah lagi bertemu dengannya. Namun sejak insiden kemarin, ketika ia tidak sengaja—atau terencana meneguk minu

Más capítulos
Explora y lee buenas novelas gratis
Acceso gratuito a una gran cantidad de buenas novelas en la app GoodNovel. Descarga los libros que te gusten y léelos donde y cuando quieras.
Lee libros gratis en la app
ESCANEA EL CÓDIGO PARA LEER EN LA APP
DMCA.com Protection Status