Share

Terjerat Pernikahan Dengan CEO
Terjerat Pernikahan Dengan CEO
Author: Afnasya

1. Pilihan Sulit

“Papa mau kamu menikah dengan Elvano!”

Aneska terkesiap mendengar kalimat yang terlontar dari pria yang menjadi cinta pertamanya itu. Ada banyak tanya yang bercokol dalam tempurung kepalanya, tetapi tak ada daya untuk sekadar mengeluarkan suara. Mulutnya terkatup rapat dan memilih untuk beranjak. Namun, kalimat berikutnya yang dilontarkan pria itu berhasil menghentikan langkah Aneska.

“Kalau kamu tidak mau menikah dengan Elvano, Papa akan masuk penjara, Nes.”

Aneska bergeming sesaat sebelum kembali menatap sang ayah. Dia kembali mengempaskan tubuh di sofa dan tersenyum getir. Gadis dengan rambut sepunggung itu tersenyum tipis sambil menggeleng.

“Apa maksud Papa? Anes enggak ngerti, Pa?”

Pria yang berusia hampir setengah abad itu menghela napas panjang sebelum bangkit untuk mendekati anak semata wayangnya. Dia merengkuh tubuh kurus sang anak dan mencium kepalanya. Namun, belum sempat membuka kata, terdengar suara pintu diketuk.

“Biar Papa saja yang buka pintunya.”

Aneska memaku pandangan kepada Andi yang berjalan ke pintu dan membukanya. Lalu, mengernyit ketika melihat lima orang berdiri di ambang pintu sebelum dipersilakan masuk.

“Bikinkan minum dulu, Nes.”

Aneska mengangguk sebelum beranjak ke dapur untuk membuatkan minum. Lalu, kembali dan bergeming di antara sekat yang menghubungkan ruang makan dengan ruang tamu saat melihat aura ketegangan yang terpancar. Dia menajamkan telinga untuk mencuri dengar apa yang tengah dibahas para pria itu.

“Saya sudah bilang akan mengganti uang itu secepatnya kepada Pak Elvano, Pak Danu.” Andi berkata sambil menunduk dalam dan meremas kedua jemarinya.

Di depan Andi duduk seorang pria dengan memakai jas biru tua sedang menatap tajam dengan wajah memerah penuh amarah.

“Kapan, Pak Andi? Pak Elvano sudah lelah menunggu janji-janji palsu yang selalu saja Bapak berikan. Beliau meminta kepastiannya sekarang juga!”

“Saya tahu, Pak. Tolong, beri saya waktu sedikit lagi. Saya akan be—“

“Maaf, Pak Andi. Pak Elvano sudah terlalu lama menunggu, jadi ... silakan, Pak,” ucap Danu kepada dua petugas polisi yang duduk di sebelahnya. Kedua polisi itu bangkit dan mencekal Andi.

Praaang!

Sontak, orang-orang yang ada di ruang tamu menoleh ke sumber suara. Nampan beserta isinya sudah berserak di bawah kaki Aneska. Andi menatap pias anak semata wayangnya sebelum menunduk dan mengikuti lanngkah kedua polisi yang membawanya.

Aneska bergegas mendekati sang ayah, kemudian mengguncang lengannya sambil berurai air mata. “Ada apa ini, Pa? Katakan ada apa!”

“Bapak Andi sudah menggelapkan dana perusahaan. Karena belum mampu mengembalikan, maka kasus ini akan kami serahkan kepada pihak kepolisian.” Danu menjawab pertanyaan Aneska dengan tenang.

Aneska menatap pria berkacamata itu sebelum beralih kepada ayahnya. “Ini enggak mungkin, kan, Pa? Katakan ini enggak mungkin!”

Sayangnya ucapan Aneska hanya ditanggapi angin karena Andi memilih diam. Dua polisi yang mencekal Andi bergegas membawanya ke mobil. Tak percaya dengan yang dilakukan sang ayah, gadis dengan rambut sepunggung itu berlari dan menahan pintu mobil. Dia mengguncang bahu pria yang menjadi cinta pertamanya itu sambil berderai air mata.

“Papa jangan diam saja. Katakan semua ini enggak benar, kan, Pa?”

Polisi segera memasukkan Andi ke mobil dan menutup pintu tanpa memberikan Aneska kesempatan untuk mendapat jawaban. Lalu, deru mobil terdengar meninggalkan rumah diiringi tatapan penuh tanya para tetangga yang telah berkumpul sejak pertama kali mobil itu datang.

Tak ingin memantik perhatian orang sekitar, Aneska memutar tumit dan segera masuk ke rumah. Tak lupa mengunci pintu dan merosot ke lantai sambil menutup telinga. Pikirannya buntu karena kejadian yang baru saja menimpanya.

“Tidak mungkin Papa melakukan itu semua. Itu pasti hanya fitnah. Selama ini Papa selalu tampil apa adanya, lalu buat apa menggelapkan dana perusahaan? Iya, ini pasti hanya fitnah saja.”

Berbagai penyangkalan terus berputar di tempurung kepala Aneska. Dia memukul kepala dan terus menggeleng untuk mengusir semua kelesah dalam dada. Tak ingin terus diperam tanya tak berkesudahan, Aneska bertekad mencari kebenaran tentang perbuatan yang dilakukan Andi. Dia bergegas menuju perusahaan di mana sang ayah telah bekerja selama sepuluh tahun.

Aneska bergeming sesaat begitu sampai di depan gedung perkantoran The golden Grup. Hatinya meragu karena bingung harus mencari jawaban mengenai pertanyaan yang terus bercokol di tempurung kepalanya kepada siapa. Namun, gadis itu membulatkan tekad dan kembali melangkah ke dalam.

“Bisa saya bertemu pimpinan di sini, bu?” tanya Aneska begitu sampai di depan resepsionis.

“Sudah buat janji sebelumnya?”

Bodohnya Aneska lupa kalau untuk bertemu dengan sang pimpinan perusahaan, dia harus membuat janji terlebih dahulu. Dia akhirnya menggeleng lemah menjawab pertanyaan resepsionis bernama Hani itu. Dia memutar tumit dan melangkah pergi dengan menunduk, menghitung setiap jengkal langkah yang dilewati sampai tanpa sadar menabrak orang.

“Auw, maaf.”

Aneska segera mundur sambil terus menunduk. Tampak sepasang sepatu hitam mengilat memenjarakan matanya. Lalu, tatapannya perlahan ke atas dan berhenti pada wajah orang yang berdiri di depannya. Wajah pria blasteran dengan mata biru yang dingin dan mampu menghipnotis siapa saja. Aneska menelan ludah dengan susah payah sebelum kembali mengucapkan maaf dan melewati orang itu. Lalu, kembali melangkah sampai telinganya mendengar sesuatu.

“Selamat pagi, Pak Elvano.”

Sontak, Aneska menoleh mendengar nama sang pimpinan The Golden Grup itu. Meskipun tak pernah bertemu langsung, Aneska pernah mendengar nama Elvano disebut beberapa kali oleh Andi. Tak ingin menyiakan kesempatan, Aneska bergegas mengejar pria yang sudah berdiri di depan lift. Dengan napas terengah-engah, gadis itu menghadang Elvano.

“Bisa kita bicara sebentar, Pak. Saya Aneska, anaknya Andi Bagaskara, karyawan Bapak.”

Elvano melirik sekilas sebelum menoleh kepada Danu yang berdiri satu jengkal di belakangnya. Seperti mengerti perintah sang atasan, pria yang memakai kacamata itu mencekal pergelangan tangan Aneska dan memaksanya keluar. Namun, gadis itu berontak dan kembali menghadang Abraham.

“Saya mohon, Pak. Saya hanya butuh waktunya sebentar. Ini menyangkut papa saya.”

Elvano kembali melirik pria di sampingnya sambil mengangguk. Lalu, memasuki lift begitu pintunya terbuka. Tak ingin menyiakan kesempatan itu, Aneska berusaha masuk, tetapi Danu kembali mencekalnya.

“Saya mau bicara sebentar dengan Pak Elvano. Tolong, lepaskan saya!”

“Pak Elvano akan menemui kamu. Tapi tidak sekarang. Ikut saya!”

Aneska mengusap pergelangan tangannya yang terasa panas usai dicengkeram erat. Lalu, mengikuti Danu hingga sampai di ruang meeting yang terletak di lantai sepuluh. Aneska menunggu dengan gelisah sambil meremas kuat jemarinya. Menit yang berlalu terasa bagai sepanjang hari. Sesekali dia melirik jam dinding dan memastikannya tidak mati karena kehabisan baterai. Namun, sampai senja datang, pria yang bernama Elvano itu belum juga muncul.

Aneska menoleh saat mendengar suara pintu dibuka. Lalu, tatapannya terpaku kepada sosok Danu.

“Ikut saya, Pak Elvano menunggu di ruangannya.”

Aneska segera bangkit dari duduk dan mengekor Danu sampai berada di depan pintu berwarna cokelat tua. Gadis itu melangkah masuk dan segera duduk di depan Elvano yang masih berkutat dengan berkas di depannya.

Aneska menunduk dalam dan menganyam jemari karena tak berani menyela apa yang sedang dilakukan Elvano, sampai suara bariton pria itu terdengar menyapa rungu.

“Jadi apa yang mau kamu katakan?”

“A-apa yang sudah dilakukan papa saya sampai Bapak tega memasukkannya dalam penjara?”

Elvano menyeringai sebelum melemparkan sebuah map tepat di depan Aneska. Lalu, dengan angkuhnya dia mengalihkan pandangan sambil bersedekap. Melihat sikap pria itu, Aneska menggeleng lemah sebelum meraih map di depannya.

Saat masih tenggelam dalam deretan angka yang ada di tangannya, suara bariton Elvano kembali terdengar.

“Andi sudah menggelapkan dana perusahaan sebesar dua milyar selama sepuluh bulan ini. Aku sudah memberinya waktu untuk membayar, tapi tak kunjung dilakukan. Salahkah jika polisi yang menanganinya?”

“Itu pasti fitnah! Papa enggak mungkin melakukannya, Pak. Lalu, untuk apa Papa ambil uang sebanyak itu?”

Elvano menggeleng lemah sebelum kembali fokus dengan lembaran kertas di depannya. Sementara, Aneska menggeram kesal sambil mencengkeram erat kertas yang ada di tangannya.

“Apa yang bisa saya lakukan untuk menebus kesalahan papa saya, Pak?”

“Kembalikan semua uang itu atau Andi akan mendekam di penjara selamanya!”

“Apakah tidak ada jalan lainnya, Pak? Jujur, saya tidak punya uang sebanyak itu, jika menjual rumah pun pasti tak akan cukup menutup semua utang Papa.”

Aneska diperam kelesah di tempat duduknya. Dia kembali meremas kuat jemarinya sebelum menatap Elvano yang mengabaikannya. Pikiran gadis itu berkecamuk karena semua jalan seperti buntu di hadapannya. Namun, di balik setiap musibah pasti ada secercah asa yang tersimpan.

“Jadi bagaimana?”

Sontak, Aneska gelagapan menanggapi pertanyaan yang dilontarkan Elvano. “Ehm, saya akan bekerja dan mencicil semua utang papa saya, Pak.”

“Mau sampai kapan?” tanya Elvano diiringi tawa berderai. “Apa sanggup kamu mengembalikannya dalam waktu satu minggu?”

Aneska menelan ludah dengan susah payah karena asanya kembali lindap. Dia memutar otak, tetapi kembali lagi semua buntu hingga tawaran yang diajukan Elvano berhasil membuatnya membeliak tak percaya.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Satrio Telambanua
Sangat luar biasa ,aku suka
goodnovel comment avatar
Angsa Kecil
Sangat luar biasa. Aku suka
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status